Kamis, 23 Desember 2010

Teori Pendidikan

TEORI PENDIDIKAN
M. Zamroni, S.Pd.I

Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan merupakan wilayah praktis dimana berbagai nilai, norma, dan kepentingan bertemu untuk merebut pengaruh. Dalam posisi ini, pendidikan lantas menjadi ladang kompetensi berbagai pandangan, yang tidak jarang saling berseberangan dan berkontradiksi. Praktek pendidikan Islam tidak lepas dari kondisi semacam ini. Berbagai pandangan, nilai, atau teori, yang sering didentifikasi dengan label barat, membanjiri di setiap lapisan pendidikan Islam.

Rabu, 22 Desember 2010

Organisasi

NU dalam Pemberdayaan Civil Society
Oleh: Muhammad Zamroni

Kehidupan bermasyarakat merupakan hal yang perlu diamati karena didalamnya selalu mengalami pergeseran, walaupun pada dasarnya manusia tercapta dalam bentuk yang sempurna. Sehingga untuk membentuk tatanan masyarakat yang ideal dalam dimensi dunia maupun akhirat, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi maupun pendidikan, dan semua itu harus terkendali dan terarah didalam masyarakat.

Kamis, 16 Desember 2010

Tasawuf

Raja Hati
Oleh: M. Zamroni, S.Pd.I
Jiwa adalah hati. Ia laksana matahari yang menerangi sekaligus merupakan hakikat kita yang terdalam. Sebab, jasad adalah permulaan dan ia akan rusak, sedangkan jiwa adalah akhir dan ialah yang pertama dan disebut hati (jantung).<> Tapi jantung yang dimaksud bukanlah sepotong daging yang ada di rongga dada sebelah kiri itu. Sebab, kalau itu, pada binatang dan mayat pun ada.

Pendidikan

Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
Oleh: M. Zamroni, S.Pd.I

Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.

Selasa, 14 Desember 2010

Pendidikan

Urgensi Penggunaan Media Pembelajaran Dalam Meningkatkan Kualitas Proses Belajar Mengajar
Oleh : M. Zamroni, S.Pd.I

Proses belajar mengajar adalah suatu proses yang mengolah sejumlah nilai untuk dikonsumsi oleh setiap anak didik. Nilai-nilai itu tidak akan datang dengan sendirinya, tetapi terambil dari berbagai sumber.
Kalau dalam pendidikan dimasa lalu, guru merupakan satu-satunya sumber belajar bagi anak didik. Sehingga kegiatan pendidikan cenderung masih tradisional. Perangkat teknologi penyebarannya masih sangat terbatas dan belum memasuki dunia pendidikan, tetapi lain halnya sekarang, perangkat teknologi sudah ada dimana-mana. Pertumbuhan dan perkembangannya hampir-hampir tak terkendali, sehingga wabahnyapun menyusup kedunia pendidikan di sekolah-sekolah kini, terutama di kota-kota besar, teknologi dalam berbagai bentuk dan jenisnya sudah dipergunakan untuk mencapai tujuan. Ternyata teknologi yang disepakati sebagai media itu, tidak hanya sebagai alat Bantu tetapi juga sebagai sumber belajar dalam proses belajar mengajar.
Udin Syarifuddin dan Winata Putra mengelompokkan sumber-sumber belajar menjadi lima kategori, yaitu manusia, buku atau perpustakaan, media massa, alam lingkungan, dan media pendidikan.[1]
Dalam proses belajar mengajar, kehadiran media pembelajaran mempunyai arti yang cukup urgen, suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa media pembelajaran itu membantu guru dalam menyampaikan pesan-pesan dari bahan pelajaran yang diberikan guru kepada anak didiknya. Guru menyadari bahwa tanpa bantuan media pembelajaran materi pelajaran akan sulit dicerna dan dipahami oleh setiap anak didik, terutama bahan pelajaran yang rumit dan kompleks. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi :
اقرأ باسم ربك الذى خلق ( ) خلق الانسان من علق ( ) اقرأ وربك الاكرم ( )      الذى علم بالقلم( ) علم الانسان ما لم يعلم( )
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhan-mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah  Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah  yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam  Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. Al- Alaq : 1-5 ). ”  [2]
Ayat tersebut memberi pesan kepada kita bahwa didalam belajar diperlukan adanya pena (qalam) sebagai perantara. Pena disini dimaksudkan sebagai media dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, sangatlah jelas bahwa kehadiran media sangat diperlukan didalam proses belajar mengajar karena ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media.
Namun perlu diingat, bahwa peranan media tidak akan terlihat bila penggunaannya tidak sejalan dengan isi dan tujuan pengajaran yang dirumuskan. Oleh karena itu, tujuan pengajaran dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Manakala diababikan, maka media bukan lagi sebagai alat Bantu dalam pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Salah satu ciri guru yang profesional adalah kemampuan seorang guru dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran sesuai dengan materi yang diajarkan. Kecenderungan yang terjadi kebanyakan guru selama ini kurang memperhatikan hal tersebut, sehingga media pembelajaran yang ada di Sekolah-Sekolah jarang difungsikan dalam proses belajar mengajar.
Dengan adanya media diharapkan mampu membantu kepada proses belajar mengajar dilembaga pendidikan atau lingkungan sendiri. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu : “ Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab."[3]
Dengan sistem pendidikan nasional tersebut jelaslah bahwa bangsa Indonesia menginginkan kepada anak-anak bangsa yang memiliki keseimbangan IPTEK dan Imtaq untuk menjadi warga Negara yang baik.
Adapun pelaksanaan penggunaan jenis media pendidikan dalam proses belajar mengajar di Sekolah yaitu mulai tahun 1960-an. Namun pada tahun itu masih belum sempurna secara keseluruhan. Baru mulai tahun 1970-an setelah semakin pesat dan berkembangnya pendidikan dengan sendirinya menuntut untuk menggunakan media pembelajaan secara efektif dan dalam proses belajar mengajar.



[1] Syaiful Bahri Djamarah, Drs, dan Aswan Zain, Drs, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta : 2002, Hal-139
[2] Prof. T.M. Hasbi Ashshidiqi dkk. Al-Qur'an dan Terjemahannya, Lembaga Percetakan Al-Qur'an Raja Fahd, Saudi Arabia: 1971, Hal 1079
[3] Tim Redaksi Fokusmedia, UU.RI No.20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS, Fokusmedia, Bandung, Hal-98

Jumat, 10 Desember 2010

FIQH WANITA


Konsep Haidh Perspektif Medis
Oleh: Muhammad Zamroni

Sebelum Islam datang, perempuan adalah makhluk yang paling disengsarakan oleh laki-laki Yahudi. Orang-orang Yahudi tidak hanya melakukan penguburan hidup-hdup terhadap anak perempuannya yang baru lahir, tetapi juga mereka menganggap kotor dan bisa mendatangkan bencana. Sehingga, perempuan yang sedang haid pun harus diasingkan dari kehidupan masyarakat. Selama haid, ia harus tinggal dalam gubuk khusus (menstrual huts), tidak boleh diajak makan bersama, dan bahkan dia tidak boleh menyentuh makanan. Tatapan mata perempuan yang sedang haid disebut mata Iblis (evil eye) yang harus diwaspadai karena mengandung bencana. Oleh karena itu, perempuan yang sedang haid harus menggunakan tanda tertentu, seperti gelang, kalung, giwang, celak mata, cadar, riasan wajah yang khusus, dan sebagainya agar segera dapat dikenali kalau ia sedang haid. Semua itu diberlakukan untuk mencegah "si mata Iblis". Sebagaimana dikutip Badriyah Fayumi dalam buku tubuh, seksualitas, dan kedaulatan perempuan.  
Ketika Islam datang dengan segala kemuliaannya. islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin selalu mendengungkan keadilan dan persamaan, baik antara yang kaya dan yang miskin, yang lemah dan yang kuat, laki-laki dan perempuan, dan sebagainya. Dalam ajaran Islam harta kekayaan, jenis kelamin dan hal material lainnya bukanlah sebuah tolok ukur untuk menilai derajat seseorang. Al-Quran dengan tegas menyebutkan bahwa "barometer" nilai seseorang di sisi Allah adalah kualitas ketakwaannya, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
Dengan melihat realitas teologis di atas, pantaslah jika Allah mengakui satu-satunya agama yang diakui kebenarannya di sisi-Nya hanyalah Islam seperti yang disingung dalam firman-Nya:
إِنَّ الدِّ يْنَ عِنْدَ اللهِ اْلإِسْلاَمُ
"Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam" (Ali Imran : 19).
Bukti lain keberpihakan Islam terhadap kaum wanita adalah beberapa hadits yang disampaikan (ditunjukkan) oleh baginda Rasulullah saw. dalam beberapa kesempatan. Diawali dengan penghapusan terhadap paradigma bahwa anak perempuan adalah sebagai aib dalam kehidupan masyarakat. Dalam perkembangan berikutnya, untuk menyikapi perlakuan kaum Yahudi yang sangat keterlaluan tehadap para isterinya yang sedang mengalami pendarahan (haid). Hal tersebut pertama kali disikapi Allah dengan firman-Nya:
وَيَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ قُلْ هُوَ اَذًى فَاعْتَزِلُوا  النِّسَاءَ فِى الِمَحِيْضِ, وَلاَ تَقْرَبُوْهُنَّ حَتىَّ يَطْهُرْنَ, فَاِذاَ تَطَهَّرْنَ فَأْتوُهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللهُ, اِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ.
"Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: " haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri".
Menyikapi ayat ini, Badriyah Fayumi mengatakan bahwa kata "المحيض" disebut sebanyak dua kali. Selanjutnya dia mengatakan, para mufassir berbeda pendapat tentang arti kata "المحيض" ini. Ada yang menganggap keduanya bermakna sama, yakni "haid" seperti ath-Thabary. Namun ada pula yang membedakan makna keduanya. Kata "المحيض" yang pertama berarti "darah haid" dan kata "المحيض" yang kedua berarti "tempat keluarnya darah haid". Abu Hayyan termasuk yang berpendapat demikian.
Dalam buku yang sama Fayumi melanjutkan bahwa kata "المحيض" dan bukan- misalnya- kata "الحائض " (perempuan yang sedang haid) memiliki implikasi teologis yang sangat dalam. Dalam kata "المحيض" yang pertama yakni (يسالونك عن المحيض), al-Qur'an memberikan penegasan bahwa bukan perempuan haid yang kotor, melainkan darah yang keluar itu yang kotor. Pernyataan ini sangat berbeda dengan anggapan sebagian orang yang mengindentikkan haid dengan "perempuan yang kotor".
Dengan analisa di atas, selanjutnya Fayumi berujar, dalam al-Quran yang dianggap kotor adalah darahnya, dan bukan perempuan itu sendiri. Ini adalah pendapat yang sangat logis dan sesuai dengan kaidah umum kedokteran yang meyatakan bahwa darah haid adalah darah yang tidak diperlukan bagi organ tubuh perempuan dan harus dibuang karena jika tetap berada dalam perut justru akan menjadi penyakit. Dengan argumen medis yang demikian, peryantaan Al-Quran tentang haid sama sekali tidak dikamsudkan sebagai ajaran yang memandang rendah perempuan yang sedang haid.
Begitu pula dengan kata "المحيض" yang kedua: فِى النِّسَاءَ فَاعْتَزِلُوا  الِمَحِيْضِ bukan perempuan yang haid yang harus diasingkan dan singkirkan, melainkan para suami yang harus melakukan i'tizal (tidak melakukan hubungan seksual) di tempat keluarnya darah haid (faraj atau vagina) samapi perempuan itu suci dari haid yang dialaminya. Sementara dalam selain hubungan seks, perempuan harus tetap diperlakukan sebagaimana biasa.
Penafsiran ayat seperti tersebut memang sesuai dengan ajaran Rasulullah Saw. Beliau menjelaskan bahwa maksud menjauhi para isteri di saat haid adalah tidak menjimak (menyetubuhinya), bukan memarginalkan mereka dalam segala aktifitas sehari-hari, seperti yang dipraktikkan oleh umat Yahudi. Rasulullah saw. bersabda:
إحَدَّثَنَا مُوْسَى اْبنُ إِسْمَاعِيْلَ, ثَنَا حَمَّادُ, ثَناَ ثَابِتُ الْبُنَانِيُّ, عَنْ أَنَسٍ ابْنِ مَالِكٍ قَالَ: (اِنَّ الْيَهُوْدَ كَانَتْ اِذَا حَاضَتْ مِنْهُمُ الْمَرْاَةُ اَخْرَجُوْهَا مِنَ الْبَيْتِ وَلَمْ يُوَاكِلُوْهَا وَلَمْ يُشَارِبُوْهَا وَلَمْ يُجَاِمعُوْهَا فِى الْبَيْتِ فَسَئَلَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم عَنْ ذَلِكَ, فَاَنْزَلَ اللهُ تعَاَلَى ذِكْرَهُ:{ وَيَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ قُلْ هُوَ اَذًى فَاعْتَزِلُوا  النِّسَاءَ فِى الِمَحِيْضِ } اِلَى اَخِرِ الْاَيَةِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم: {جَامِعُوْهُنَّ فِى الْبُيُوْتِ, اِصْنَعُوْا كُلَّ شَئْ ٍغيَرَ النِّكَاحِ{
"Musa bin Isma'il mengabarkan kepada kita, bahwa berdasarkab berita yang dikabarkan oleh Hammad yang diterima dari Tsabit al-Bunaniy, dari Anas bin Malik, dia berkata: apabila orang perempuan yahudi sedang haidl, maka dia akan dikeluarkan dari rumahnya, tidak diajak makan bersama, minum bersama dan tidak boleh tinggal dalam rumahnya. Lalu Rasulullah ditanya mengenai hal itu, maka Allah menurunkan ayat: (mereka bertanya kepadamu tentang haidl, katakanlah: haidl itu adalah kotoran. Maka hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haidl) sampai akhir ayat. Lalu Rasulullah bersabda: (ajaklah mereka berkumpul dalam rumah-rumah mereka, dan berbuatlah apa saja kecuali yang berhubungan dengan seks)".
Tidak hanya itu saja, tapi Rasulullah juga bersabda tentang harus dimuliakannya perempuan. Betapa seorang ibu disebutkan sebanyak tiga kali sebelum akhirnya ayah juga menyusul disebut, ketika seorang sahabat bertanya kepada Nabi tentang siapa yang harus dimuliakan. Lebih dari itu, baginda Nabi juga menegaskan bahwa suami yang baik adalah dia yang menghormati isterinya, sebagaimana sabdanya:
حَدَّثَنَا اَبُوْ كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَّءُ, حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ ابْنِ عَمْرٍو. حَدثَّنَا اَبُوْ سَلَمَةَ, عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم: {اَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ اِيْمَانًا اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا{
"Meriwayatkan kepada kami Abu Kuraib Muhammad bin al-'Ala', dari Abdah bin Sulaiman dari Muhammad bin 'Amr. Meriwayatkan kepada kami Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda: (paling sempurnanya iman orang-orang mukmin adalah yang paling baik ahlaknya. Dan paling baiknya kalian adalah orang yang paling baik ahlaknya terhadap isterinya)".

Dari beberapa bukti di atas, kiranya cukup jelas bahwa tidak seharusnya; siapapun orangnya memarginalkan (meminggirkan) perempuan, baik dalam kondisi normal, lebih-lebih dalam keadaan haid, karena seorang wanita dalam kondisi seperti itu sedang kurang stabil. Seorang wanita yang sedang mengalami pendarahan (haid) kondisi badannya adalah lemah, tidak sebagaimana dalam kondisi normal, seperti dikatakan Imam Nawawi dalam kitab Syarh Sullam At-Taufiq-nya.
Bicara persoalan haid (menstruasi), secara biologis peristiwa bulanan tersebut merupakan siklus reproduksi yang menandai sehat dan berfungsinya organ-organ reproduksi perempuan. Menstruasi menandakan kematangan seksual seorang perempuan, dalam arti ia mempunyai ovum yang siap dibuahi, bisa hamil, dan melahirkan anak. Dalam bahasa agama kita menyebut siklus ini dengan haid.
Siklus yang normal ini seharusnya disyukuri oleh perempuan juga laki-laki. Bukan malah dianggap sial. Karena dengan begitu, jelas bahwa perempuan itu tidak mandul dan memenuhi salah satu kriteria perempuan yang layak disunting sebagai isteri yang dipersyaratkan oleh Nabi. Oleh karena itu, tidak seharusnya laki-laki berbuat yang tidak sepantasnya terhadap perempuan yang sedang haid, seperti yang dilakukan oleh orang Yahudi terhadap warga perempuannya.
Islam memang mengakui hak dan martabat kaum feminim. Perhatiannya begitu tinggi. Imam asy-Syafi'i sebagai salah seorang tokoh madzhab melanglang buana dalam rangka penelitiannya tentang haid. Beliau melakukan riset terhadap seluruh wanita di kalangan masyarakat Arab. Apa yang beliau lakukan merupakan sebuah kepedulian terhadap kaum wanita. Beliau sangat mengkhawatir kalau para wanita ternyata tidak paham terhadap problem kewanitaan yang kaitannya dengan ibadah kepada Allah, karena yang demikian jika tidak diseriusi akan menjerumuskan para kaum wanita kepada kesalahan di hadapan Allah swt.
Dalam penentuan haid ini, ternyata di kalangan Imam madzhab masih terjadi silang pendapat. Begitu sulit memahami konsep haid secara utuh, mulai dari penentuan status darah (haid atau istihadhah), durasi waktu haid (masa minimal dan maksimal), dan sebagainya. Dalam menilai status darah wanita, misalnya, fikih seringkali bersandar kepada warna dan kualitas darah. Kalau warna merah kehitam-hitaman dengan kualitas kental dan berbau dan keluarnya terasa panas, maka diputuskan bahwa itu adalah darah haid, sementara kalau warna darah tersebut tidak terlalu merah dan kualitasnya tidak kental serta keluarnya biasa-biasa saja, maka yang demikian ini tergolong darah istihadhah (penyakit).
Begitu pula dalam durasi waktu keluarnya darah, itu sangat menentukan dalam penetapan status darah wanita. Keluar darah warna merah kehitam-hitaman, kental, terasa panas keluarnya, tapi ternyata setelah dikalkulasi selama keluarnya darah tersebut durasi waktunya kurang dari sehari semalam (24 jam), maka darah ini tidak tergolong darah haid, tapi darah istihadhah. Hal ini berkonsekuensi berat bagi seorang wanita, karena dia wajib meng-qadha' shalat  atau puasanya jika dia mengalami pendarahan haid pada bulan Ramadhan.
Padahal dalam dunia pengetahuan yang serba canggih sekarang ini, untuk menentukan segala sesuatu sangatlah mudah. Dahulu untuk menghitung data statistik memerlukan alat bantu rumus manual yang sangat sulit, untuk mengetahui rahim seorang wanita yang diduga hamil harus dibedah, untuk mengeluarkan penyakit memerlukan pembedahan dan sebagainya. Pada saat ini tidak perlu repot-repot, wanita tinggal menfungsikan alat teknologi yang serba canggih. Termasuk dalam penentuan status darah wanita.
Dalam banyak aspek, konsep haid yang ditawarkan Imam madzhab jauh bertentangan dengan ketetapan medis. Medis dalam memastikan status darah wanita apakah darah haid atau penyakit memiliki barometer tersendiri dan lebih akurat dalam bahasa kitabnya lebih dhabith.

PENDIDIKAN

PENINGKATAN MUTU DAN KOMPETENSI GURU
Oleh: Muhammad Zamroni

Pendidikan ibarat suatu industri yang perlu dikelola secara efisien dan professional guna menghasilkan komuditi yang bermutu tinggi serta dapat dipasarkan. Salah satu persyaratan bagi keberhasilan pendidikan adalah tersedianya tenaga professional yang cukup dan berkualitas tinggi atau mempunyai potensi. Jadi pembelajaran yang dilakukan dalam institusi pendidikan,  seorang guru diharapkan dapat mengembangkan potensi yang ada pada anak didik. Begitupun anak didik juga diharapkan mempunyai pengetahuan yang luas, sebab dengan pengetahuan,  mereka akan bertambah wawasannya dan akan mendapatkan posisi atau tempat yang tinggi dihadapan Tuhan. Sebagaimana sebuah maqol  yang berbunyi :
مَنْ اَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَ الْاَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَ َمنْ اَرَادَ هُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ 
" Barang siapa yang mengharapkan dunia, maka dengan ilmu dan barang siapa yang menghapakan akhirat juga dengan ilmu. Bila ingin mengharapkan keduanya, tak lain hanyalh dengan ilmu "
Selain itu pula, seorang guru dituntut untuk bisa menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan. Karena pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berberapa aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif, menyenangkan diperlukan berbagai keterampilan.
seorang guru dapat melakukan melalui gaya mengajar guru diantaranya yakni menggunakan media, sumber belajar yang bervariasi dapat menyediakan alat dan bahan yang dapat dilihat, di dengar diraba, dimanipulasi dan penggunaan sumber belajar yang ada disekitarnya. Dengan begitu untuk meningkatkan prestasi siswa sangat mudah, karena melalui beberapa variasi. Pengelolaan disini juga merupaka keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan bisa mengendalikan jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.
Di zaman sekarang jabatan guru tampaknya sudah menjadi profesi yang menjadi sumbermata pencaharian. Guru bukan hanya menerima amanat pendidikan, malainkan juga orang yang menyediakan dirinya sebagai pendidik profesional. Pemerintah menyediakan sekolah, lalu beberapa orang dipilih untuk mengelolanya. Atau sekelompok orang membangun sekolah, lalu iklan dipasang dan para murid berdatangan.
Sekarang kita dapat merenungkan betapa berharganya jasa dan kemauan seorang guru untuk mendidik anak didik yang nantinya akan menjadi penerus perjungan dan perjalanan bangsa Indonesia kearah yang lebih cerah. Selain itu pula, guru dituntut untuk terus meniungkatkan kreatifitasnya guna memperoleh hasil yang maksimal dalam mencerdaskan anak bangsa.
Oleh karena, mutu dan kompetensi guru harus selalu dilestarikan dan dikembangkan oleh pemngelola pendidikan, agar lembaga yang dipimpinnya menapatkan nilai plus demi kecerdasan anak bangsa yang siap berkompetensi dengan lembaga pendidkan lainnya.