Rabu, 23 Maret 2011

FILSAFAT



FILSAFAT PROGRESIFISTIK PENDIDIKAN
Oleh: M. Zamroni

Pendidikan  sebagai disiplin ilmu tentunya memiliki kontruksi filosofis tersendiri sebagai bagian dari cabang-cabang filsafat pada umumnya. Dengan memahami akar filosofis masing-masing paradigma pendidikan itu kita bisa dengan mudah membaca karakter masing-masing. Minimal kita tahu aliran filsafat yang melatarbelakangi suatu paradigma pendidikan.
Setiap Paradigma  pendidikan tidak bisa terlepas dari akar filosofisnya. Paradigma pendidikan manapun tetap tidak bisa lepas dari aliran filsafat yang menjadi induknya sebab pendidkan sebagai ilmu merupakan cabang dari filsafat dalam aplikasinya. Dalam filsafat pendidikan terdapat beberapa aliran yang saling mengkonstruksi masing-masing paradigma pendidikan tersebut. Maksudnya setiap aliran berusaha menampilkan bentuk keberfihakan serta karakter masing-masing yang berbeda.
Berangkat dari aliran-aliran filsafat yang bermacam-macam itu kemudian membentuk paradigma yang berbeda-beda pula. Sederhananya pardigma yang dimaksud disini adalah sebagai salah satu perspektif filosofis dalam membaca persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pendidikan.
Dalam diskursus  filsafat pendidikan kontemporer terdapat jenis aliran dalam filssafat pendidikan. Filsafat pendidikan itu yakni meliputi aliran progresifisme, esensialisme, perenialisme, eksistensialisme, dan rekonstruksialisme, aliran filsafat  tersebut memiliki karakter yang berbeda-beda.
Progresifisme bercirikan atas penolakan segala bentuk otoritarianisme dan abslutisme. Disamping itu progrsfisme juga kepercayaan juga menaruh kepercayaan penh terhadap kuasa manusia dalam menentukan hidupnya. Faktor kebebasan penuh yang dimiliki oleh manusia menjadi ciri khas manusia progresif.
Yang membedakan antara progresifisme dan eensialisme adalah pada orientasi pendidikan masing-masing. Filsafat pendidikan  progresifisme berhaluan masa depan sehingga dengan pendidikan dipandang debagai upaya merekontruksi secara terus menerus pengetahuan bagi manusia menuju kesempurnaan. Progresifisme berhaluan  anti kemapanan sehingga bertentangan dengan esensialisme, sementara aliran esensialisme lebih berorientasi  untuk mempertahankan nilai-nilai yang sudah mapan.

Paradigma-paradigma pendidikan yang berkembang selama ini bisa dikategorikan dalam tiga kelompok  besar, yaitu pardigma pendidikan konservatif, liberal, dan kritis. Kesemuanya itu memiliki memiliki akar filosofis  yang berbeda-beda.
PEMBAHASAN
Aliran progresifisme mengakui dan berusaha mnegembangkan asas progresifisme dalam semua realita, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagungannya. Progresifisme dinamakan intrumentalis, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, kesejahteraan, dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asas eksperiman yang merupakan untuk menguji kebebnaran suatu teori. Progresifisme dinamakan Environtalisme, karena aliran ini mengangkap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian (Noor Syam, 1987 : 228-229)
Tokoh-tokoh Progresifisme antara lain :
1.    William James ; Dilahirkan New York, tanggal 11 Januari 1842 dan meninggal di Choruroa, New Hemshire tanggal 26 Agustus 1910. Menurut James bahwa otak atau pikiran seperti juga dari eksistensi organic harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Buku karangannya burjuduk “principles Of Psychology yang terbit tahun 1890. William James terkenal sebagai ahli filsafat pragmatisme dan Empirisme radikal.
2.    John Dewey ; lahir di Borlington Vermont, pada tanggal 20 Oktober 1859, dan meninggal di New York tanggal 1 Januari 1951. beliau juga termasuk salah seorang bapak pendiri filsafat pragmatisme. Dewey mengembangkan pragmatisme dalam bentuknya yang orisinil, tapi meskipun demikian, namanya sering pula dihubunganka terutama sekali dengan versi pemikiran yang disebut Intrumenalisme. Adapun ide filsafatnya yang utama, berkisar dengan hubungan problema pendidikan yang konkrit, baik teori maupun praktik. Reputasi internasionalnya terletak dalam sumbangan pikirannya terhadap filsafat pendidikan progresifisme pendidikan.

John Dewey adalah seorang profesor di universitas Chicago dan Columbia (Amerika). Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam bukunya "My Pedagogical Creed", bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang. Aplikasi ide Dewey, anak-anak banyak berpartisipasi dalam kegiatan fisik, baru peminatan.
3.    Hans Vaihinger ; menurutnya tahu itu hanya mempunayi arti praktis. Kesesuaikan dengan objeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia.
4.    Ferdinant Schiller dan Georges Santayana ; kedua orang ini bisa digolongkan pada penganut pragmatisme. Tapi amat sukar untuk memberikan sifat bagi hasil pemikiran mereka, karena amat pengaruh yang bertentangan dengan apa yang di alaminya (Poedjayatna, 1990: 133)
Filsafat Progresifisme sama dengan pragmatisme. Penamaan filsafat progresifisme atau pragmatisme ini merupakan perwujudan dari ide asal wataknya. Filsafat ini juga tidak mengakui kemutlakan hidup, menolak absolutisme dan otoritalisme dalam segala bentuknya, nilai-nilai yang dianut bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan. Dengan demikian filsafat progresifisme menjunjung tinggi hak asasi individu dan menjunjung tinggi akan nilai demokrasi.
Pada aliran progresif kelompok rekonstruksionis dapat dikatakan berbeda dari lainnya karena kelompok ini tidak hanya mengubah apa yang ada pada saat sekarang tetapi juga membentuk apa yang akan dikembangkan. Walau pun tidak begitu jelas tetapi pada pandangan ini sudah ada upaya untuk "shaping the future" dan bukan hanya "adjusting, mending or reconstructing the existing conditions of the life of community".
Progresifisme (The starting point of progressivist ideology is a conception of children’s unfolding nature, their interests and their developmental needs. The centralmetaphor in this school of thought is growth). (Skilbeck1982:7) Perkembangan anak menyerupai bunga yang sedang mekar. Fungsi pendidikan adalah untuk mendukung proses itu, sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing anak.
Secara singkat, posisi kurikulum dapat disimpulkan menjadi tiga. Posisi pertama adalah kurikulum adalah "construct" yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah terjadi di masa lalu kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan atau dikembangkan. Pengertian kurikulum berdasarkan pandangan filosofis perenialisme dan esensialisme sangat mendukung posisi pertama kurikulum ini. Kedua, adalah kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk menyelesaikan berbagai masalah social yang berkenaan dengan pendidikan. Posisi ini dicerminkan oleh pengertian kurikulum yang didasarkan pada pandangan filosofi progresivisme. Posisi ketiga adalah kurikulum untuk membangun kehidupan masa depan dimana kehidupan masa lalu, masa sekarang, dan berbagai rencana pengembangan dan pembangunan bangsa dijadikan dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan.

Perbedaan Konsep Progresifisme Dewey Dengan Konsep Pendidikan Islam.
Perbedaan mendasar antara progressivisme John Dewey dan konsep fitrah dalam Islam adalah titik tolak epistemologis masing-masing. John Dewey berangkat dari filsafat pragmatisme yang diukur dengan standar rasional, sedangkan konsep fitrah dalam Islam berangkat dari doktrin-doktrin wahyu (al-Qur'an dan Hadis). Perbedaan titik tolak inilah yang kemudian berimplikasi pada perbedaan konsepsi masing-masing tentang konsep pendidikan.
Sesuai dengan konsepsi progresivisme John Dewey ada beberapa perbedaan yang dapat disimpulkan. Pertama, Kedudukan pendidikan menurut progresivisme secara umum, lebih berorientasi pada kehidupan duniawi. Berbeda dengan konsep fitrah dalam Islam, kedudukan pendidikan dalam Islam adalah suatu sarana untuk mendalami agama, mengenai Allah, dan mengenai dirinya. Kedua, konsep demokrasi dalam pendidikan lebih dipahami oleh Dewey dengan memberikan materi pendidikan sesuai dengan keinginan anak didik. Hal ini berbeda dengan konsep fitrah dalam Islam yang lebih mengarahkan anak didik pada tujuan-tujuan keagamaan. Tingkat pemahaman dan pengetahuan anak didik tetap menjadi pertimbangan, namun ada arahan yang jelas untuk mengembangkan anak didik sesuai dengan tujuan-tujuan keagamaan.
Ketiga, Konsep fitrah dalam Islam tidak sepakat dengan pandangan Dewey bahwa kebudayaan itu menentukan sifat-sifat manusia. Manusialah yang membentuk kebudayaan. Maka kemajuan dan kemunduran sifat-sifat manusia tidak ditentukan oleh kebudayaan, tetapi ditentukan oleh tingkat konsistensi Manusia terhadap fitrahnya.
Keempat, Konsep fitrah dalam Islam tidak sepakat dengan pandangan Dewey Bahwa kemerdekaan adalah hak mutlak manusia. Kalimat itu masih harus dilanjutkan “kebebasan mutlak ini disertai dengan kemampuan untuk memilih”. Kemerdekaan manusia berada dalam memilih secara berfikir untuk menghormati hukum-hukum yang diwahyukan dan mengetahui perintah-perintah Tuhan. Predistinasi bukan determinasi mekanis akan tetapi pilihan yang bersandar kepada fikiran.
Kelima, Konsep fitrah dalam Islam melihat bahwa pemikiran progressivisme Dewey telah dicemari oleh faham atheisme. Hal ini sebagaimana dukungan Dewey terhadap pandangan yang menyatakan hubungan demokrasi dengan kapitalisme, yang dianggap sebagai dua hal yang bersepupu bila ditinjau dari sifat-sifat manusia, sehingga seumpama yang pertama dibunuh, yang kedua juga turut terbunuh.

Kurikulum Progresivisme
Selain kemajuan atau progres, lingkungan dan pengalaman mendapatkan perhatian yang cukup dari progresivisme. Untuk itu filsafat progresivisme menunjukkan dengan konsep dasarnya sejenis kurikulum yang program pengajarannya dapat mempengaruhi anak belajar secara edukatif baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah, tentunya dibutuhkan sekolah yang baik dan kurikulum yang baik pula.
Pendidikan dilaksanakan di sekolah dengan anggapan bahwa sekolah dipercaya oleh masyarakat untuk membantu perkembangan pribadi anak. Faktor anak merupakan faktor yang cukup urgen, karena sekolah didirikan untuk anak. Karena itu hak pribadi anak perlu diutamakan, bukan diciptakan sekehendak yang mendidiknya. Dengan kata lain anak hendaknya dijadikan sebagai subyek pendidikan bukan sebagai obyek pendidikan.


Untuk memenuhi keutuhan tersebut, maka filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum yang bersifat fleksibel dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan zamannya. Sekolah didirikan karena tidak mempunyai orangtua atau masyarakat untuk mendidik anak. Karena itu kurikulum harus dapat mewadahi aspirasi anak, orangtua serta masyarakat. Maka kurikulum yang edukatif dan eksperimental dapat memenuhi tuntutan itu. Sifat kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat direvisi dan jenisnya yang memadai, yaitu yang bersifat eksperimental atau tipe Core Curriculum.
Progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan harus terintegrasi dalam unit. Dengan demikian core curriculum mengandung ciri-ciri integrated curriculum, metode yang diutamakan yaitu problem solving.
Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi dalam unit, diharapkan anak dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Dengan berlandaskan sekolah sambil berbuat inilah praktek kerja di laboratorium, di bengkel, di kebun (Iapangan) merupakan kegiatan belajar yang dianjurkan dalam rangka terlaksananya learning by doing. Dalam hal ini, filsafat progresivisme ingin membentuk keluaran (out-put) yang dihasilkan dari pendidikan di sekolah yang memiliki keahlian dan kecakapan yang langsung dapat diterapkan di masyarakat luas.

KESIMPULAN
            Dari paparan di atas kalau kita kaitkan antara Filsafat Progresifism dengan Pengembangan kurikulum dan Pendidik maka kita dapat melihat secara kongkrit langkah-langkah filsafat progresifisme sebagai berikut :
1.      Filsafat Progresifisme merupakan landasan pemikiran yang radikal dan rasional, yang mengedapankan kebutuhan saat ini dan kebutuhan yang akan datang sehingga dalam kurikulum di Indonesia khususnya sudah mengacu pada paradikma progresifisme karena sebagaimana KBK dan KTSP saat ini yang mengedepankan kebutuhan anak saat ini dan yang akan datang.
2.      Pengaruh Filsafat Progresifisme juga terdapat secara jelas dalam pembentukan SK dan KD, yang mana SK dan KD berisi tentang hal-hal mendasar yang dibutuhkan siswa saat ini dan diramalkan juga untuk kebutuhan yang akan datang, seperti: Pengembangan materi ICT, Life Skill peserta didik, kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan keagamaan. kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah.
3.      Filsafat Progresifisme juga berpengaruh pada system kognitif siswa yang mana saat ini siswa dituntut untuk lebih peka terhadap lingkungan disekitarnya dengan cara aktif dan belajar mandiri dalam berinteraksi dan bersosialisasi.
4.      Tidak hanya siswa akan tetapi saat ini guru juga dituntut progresif, dalam artian guru juga dituntut untuk mampu mengembangkan potensi dirinya dan potensi peserta didik melalui pengembangan KD menjadi indikator-indikator yang potensial dilingkungannya.
5.      Satuan pendidikan juga tidak luput dari asas progresifisme dalam hal penerapan manajemen yang otonom (mandiri). Hal ini terlihat dari visi dan misi yang dikembangkan oleh satuan pendidikan saat ini yang dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat saat ini dan prediksi yang akan datang.

Minggu, 20 Maret 2011

The Egyptian Revolution of Learning


The Egyptian Revolution of Learning

M. Zamroni

JAKARTA (AFP) Indonesia could meet the same fate as Egypt and Tunisia because of three main factors causing the anger of the people of Egypt and Tunisia, the rampant practice of corruption, democracy is less mature, and the food crisis, is also found in Indonesia. 
The warning was delivered by former Vice President Jusuf Kalla, chairman of Muhammadiyah Din Syamsuddin, former House Speaker Akbar Tandjung, and international observers from the University of Parahyangan Bandung Dr Andrew Hugo Pareira separately in Jakarta on Monday (20 / 2). 
According to Kalla, the people of insurgency against the government occurred because these countries have "resistance" from within, namely kebebas-an/demokrasi the less, the problem of corruption, and economic crisis mainly soaring food prices and basic necessities. 
In Tunisia and Egypt, said Jusuf Kalla, his people are not poor. But, freedom of democracy is very small, and practices corruption is prevalent. 
"In Indonesia, liberty is not minimal, even excessive. We also have a potential problem because of the volatility of food, increased poverty and unemployment and combating corruption effort is not completed. Egypt and Tunisia were volatile due to food crisis," he said. 
Din Syamsuddin also considered, a background of massive demonstrations in Egypt because of the practice of injustice in society. Moreover, governments in the famous Mesir authoritarian and dictatorial. 
According to him, the incident could be a lesson for leaders around the world because the people will overthrow the authoritarian government. 
"Genesis in Egypt and Tunisia has become. Lesson for the ruling regime to prevent jnain around with power," he said, hoping the incident does not befall Indonesia. 
Akbar Tanjung argued, the revolution such as Tunisia is a phenomenon that is now being imitated Arabic Egypt. 
The existence of this phenomenon in the Arab revolution, because the objective conditions of the people there are very closed and no freedom. "We have momentum Tunisia comes first. They want to do the same thing. Moreover, there are Egyptian opposition figure called El Baradei," he said. 
According to Akbar, who ruled Egypt was the military. If at any time the military has not support longer lasting pemenn Hosni Mubarak, then the army could pull its support. Under these conditions precisely. Hosni Mubarak should go abroad 
Keep the army said, you (Hosni Mubarak) had no legitimacy anymore. 
You should resign and go abroad, "he said. 
Andreas Hugo Pareira said, the reform process chaotic, the national leadership that increasingly lost confidence, and high rates of poverty it is not likely to return to Indonesia. He sees criticism of interfaith leaders who called the government lied on some programs work is an expression of public discontent. "In my opinion, this will accelerate the process of community dissatisfaction to rolling resistance movement against the government," said Andreas. 
He explained that the political upheaval in the Middle Eastern countries in recent weeks teiakhir is like a wave that moves with the power struggle broke higher from one country to another. 
According to him, turmoil. Middle East proverbial fourth wave of democracy after the Second World War from Southern Europe, Latin America, East Asia-SE now to the Middle East. "The trigger is the authoritarian regime of tyranny, poverty, and injustice," said Andreas. 
Anis Matta also saw the movement as a revolution in the Meat-portrait of the history of Indonesia's reform in 1998. Movements in Egypt, according to Anis, difficult place in Indonesia.  "The face in Egypt is currently the same as those we face in the reform era in 1998. But, this incident in the Egyptian context is different and difficult to occur again in Indonesia. This is because poverty is rampant," said Anis. 
He said that public trust in President Susilo Bambang Yudho yono (SBY |. Mainly on l *- iiegakan law, are very low. However, it is, according to Anis, not to trigger the possibility of a massive revolution in Indonesia  "Distrust of the people against the government, especially the politicization of law, becomes a problem. However, the pattern is not the same, said Anis. 
Confidence in the government, according to Anis, is also lower because of rising inflation unusually high. Increase in prices of basic foods are also considered to exacerbate the government's image on Anish eyes of the people. "However, it seems there has been no public outrage for that direction," he said. Chairman of the Constitutional Court (MK) Mahfud MD, said the political upheaval in Egypt would not "creep" into lndo-nesia.  "I do not believe upheaval in Egypt" creep "over here (Indonesia). I think President Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) did not make the mistake of deliberate and overt. If (Hosni) Mubarak blatant and intentional," said Mahfud to reporters in Jakarta on Monday (20 / 2). 
He considered, in Indonesia just ordinary political upheaval between who do not like and who like "If there is, unlike in Egypt, involving thousands of people," he said 
This was revealed Mahfud respond to some of the alarming statement in Tunisa revolution and the upheavals Egypt has the potential to be "creep" into Indonesian 
Triggers the emergence of resistance to power, he said, usually due to the food crisis, le-mahnya purchasing power, poverty, injustice, and chicanery of the ruling government 
Meanwhile, the voice of moral movement of interfaith leaders who criticized the government of SBY now lies barely heard from again.However, not because melempam, but they are still waiting for the realization of the promises of SBY. 
Pascabertemu with Yudhoyono at the Presidential Palace, according to members of the Governing Body Movement Interfaith leaders Romo Benny Soe-setyo, they behave cooling down first.However, they still see what the SBY-related criticism that the government lies.  "We do not sluggish, now we give the government a chance to prove all settlement k? .- Of the cases to restore people's trust," says Father Benny. 
He said the clerics do not give a deadline to the government to solve all the nation's problems, because there is no limit moral appeal "The government must immediately improve itself to focus on overcoming the food crisis and energy crisis. Because this is a dangerous thing, might be happening as 
in Egypt. Dissatisfaction will make people move, "he said 
As is known, the level of public confidence in the government increasingly eroded. It is marked by the emergence of many protests that never stops conducted by the extra-parliamentary movement.  A meeting of activists and cross-community element, some time ago, the waves reinforce the distrust of government led by President Susilo Bambang Yudhoyono. 

Revolusi Mesir


Revolusi Mesir Jadi Pembelajaran
M. Zamroni
JAKARTA (Suara Karya) Indonesia bisa bernasib sama seperti Mesir dan Tunisia karena tiga faktor utama penyebab kemarahan rakyat Mesir dan Tunisia, yakni maraknya praktik korupsi, demokrasi yang kurang matang, dan terjadi krisis pangan, juga terdapat di Indonesia.
Peringatan itu disampaikan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, mantan Ketua DPR Akbar Tandjung, dan pengamat internasional dari Universitas Parahyangan Bandung Dr Andreas Hugo Pareira secara terpisah di Jakarta, Senin (20/2).
Menurut Jusuf Kalla, aksi perlawanan rakyat terhadap pemerintah terjadi karena negeri-negeri itu mengalami "perlawanan" dari dalam, yakni kebebas-an/demokrasi yang kurang, masalah korupsi, dan krisis ekonomi terutama melonjaknya harga pangan dan kebutuhan pokok.
Di Tunisia dan Mesir, kata Jusuf Kalla, rakyatnya tidak miskin. Tapi, kebebasan berdemokrasi sangat minim, sertapraktik korupsi banyak terjadi.
"Di Indonesia, kebebasan tidak minim, malah kebablasan. Kita juga punya potensi masalah karena adanya gejolak pangan, meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran serta upa-ya memberantas korupsi yang tidak dituntaskan. Mesir dan Tunisia itu bergejolak karena mengalami krisis pangan," ujarnya.
Din Syamsuddin juga menilai, latar belakang dari aksi demonstrasi besar-besaran di
Mesir karena banyaknya praktik ketidakadilan di masyarakat. Apalagi, pemerintahan di Mesif terkenal otoriter dan diktator.
Menurut dia, kejadian itu dapat menjadi pelajaran bagi para pemimpin di seluruh dunia karena rakyat akan menumbangkan pemerintah yang otoriter.
"Kejadian di Mesir dan Tunisia ini menjadi . pelajaran bagi rezim yang berkuasa agar tidak ber-jnain-main dengan kekuasaan," katanya seraya berharap kejadian tersebut tidak menimpa Indonesia.
Akbar Tandjung berpendapat, revolusi seperti Tunisia itu merupakan fenomena di Arab yang kini sedang ditiru Mesir.
Adanya fenomena revolusi di Arab, karena kondisi objektif masyarakat di sana memang sangat tertutup dan tidak ada kebebasan. "Saat ini ada momentum Tunisia yang lebih dulu. Mereka ingin melakukan hal yang sama. Apalagi ada tokoh oposisi Mesir bernama El Baradei," ujarnya.
Menurut Akbar, di Mesir yang berkuasa adalah militer. Jika suatu saat militer sudah tidak mendukung lagi pemenn tahan Hosni Mubarak, maka tentara bisa menarik dukungannya. Dalam kondisi seperti ini pulalah. Hosni Mubarak sebaiknya pergi ke luar negeri
Terus tentara bilang, Anda (Hosni Mubarak) sudah tidak punya legitimasi lagi. Sebaiknya Anda mundur dan pergi ke luar negeri," katanya.
Andreas Hugo Pareira mengatakan, proses reformasi yang amburadul, kepemimpinan nasional yang makin kehilangan kepercayaan, dan tingginya angka kemiskinan bukan tidak mungkin akan kembali ke Indonesia.
Ia melihat kritik tokoh-tokoh lintas agama yang menyebut pemerintah bohong pada beberapa program kerja merupakan ekspresi ketidakpuasan masyarakat. "Menurut hemat saya, ini akan mempercepat proses bergulirnya gerakan perlawanan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah," kata Andreas.
Ia menjelaskan, pergolakan politik di negara-negara Timur Tengah dalam beberapa minggu teiakhir ini ibarat gelombang pergolakan yang bergerak dengan daya dobrak tinggi dari satu negara ke negara yang lain.
Menurut dia, gejolak di. Timur Tengah ibaratnya gelombang demokrasi keempat setelah Perang Dunia Kedua dari Eropa Selatan, Amerika Latin, Asia Timur-Tenggara sekarang ke Timur Tengah. "Pemicunya adalah kezaliman rezim otoritarian, kemiskinan, dan ketidakadilan," kata Andreas.
Anis Matta juga melihat, pergerakan revolusi di Meat- sebagai potret sejarah reformasi Indonesia tahun 1998. Pergerakan di Mesir, menurut Anis,sulit terjadi di Indonesia.
"Yang dihadapi di Mesir saat ini sama dengan yang kita hadapi pada era reformasi di tahun 1998. Tapi, kejadian di Mesir ini konteksnya berbeda dan sulit terjadi lagi di Indonesia. Ini karena kemiskinan yang sudah merajalela," ujar Anis.
Dia menuturkan, kepercayaan masyarakat terhadap Presiden Susilo Bambang Yudho yono (SBY|. utamanya pada l*-iiegakan hukum, memang sangat rendah. Meski demikian, hal tersebut, menurut Anis, belum sampai memicu kemungkinan revolusi besar-besaran di Indonesia
"Ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah, terutama politisasi hukum, menjadi masalah. Namun, polanya tidak sama, kata Anis.
Kepercayaan terhadap pemerintah, menurut Anis, juga makin rendah karena kenaikan inflasi yang luar biasa tinggi. Kenaikan harga-harga sembako juga dinilai Anis memperburuk citra pemerintah di mata rakyat. "Namun, rasanya belum ada kemarahan publik untuk ke arah sana," katanya.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, pergolakan politik di Mesir tidak akan "merembet" ke lndo-nesia.
"Saya tidak percaya pergolakan di Mesir "merembet" ke sini (Indonesia). Menurut saya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak melakukan kesalahan yang disengaja dan terang-terangan. Kalau (Hosni) Mubarak terang-terangan dan disengaja," kata Mahfud kepada wartawan di Jakarta, Senin (20/2).
Ia menilai, di Indonesia hanya pergolakan politik biasa antara yang tidak suka dan yang suka "Seandainya ada, tidak seperti di Mesir yang melibatkan ribuan orang," katanya
Hal tersebut diungkapkan Mahfud menanggapi pernyataan beberapa kalangan yang mengkhawatirkan revolusi di Tunisa dan gejolak Mesir berpotensi akan "merembet" ke Indonesia
Pemicu munculnya gerakan perlawanan terhadap kekuasaan, kata dia, biasanya akibat adanya krisis pangan, le-mahnya daya beli masyarakat, kemiskinan, ketidakadilan, dan kelicikan pemerintah yang berkuasa
Sementara itu, suara gerakan moral tokoh lintas agama yang mengkritik kebohongan pemerintahan SBY kini nyaris tidak terdengar lagi. Namun, bukan karena melempam, melainkan mereka masih menunggu realisasi janji-janji SBY.
Pascabertemu dengan SBY di Istana, menurut anggota Badan Pengurus Gerakan Tokoh Lintas Agama Romo Benny Soe-setyo, mereka bersikap cooling down terlebih dahulu. Namun, mereka tetap melihat apa yang dilakukan SBY terkait kritikan kebohongan pemerintah itu.
"Kita tidak melempem, sekarang ini kita memberi kesempatan pemerintah membuktikan semua penyelesaian k?.-sus-kasus besar untuk mengembalikan kepercayaan rakyat," ujar Romo Benny.
Ia mengatakan, para agamawan tidak memberikan tenggat waktu kepada pemerintah untuk menyelesaikan semua permasalahan bangsa, karena seruan moral tidak ada batasannya "Pemerintah harus segara berbenah diri untuk fokus mengatasi krisis pangan dan krisis energi. Karena ini hal yang berbahaya, bisa-bisa akan terjadi seperti di Mesir. Ketidakpuasan akan membuat masyarakat bergerak," katanya
Seperti diketahui, tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan kian tergerus. Hal tersebut ditandai dengan munculnya banyak aksi protes yang tak kunjung berhenti dilakukan oleh gerakan ekstra parlementer.
Sebuah pertemuan lintas aktivis dan elemen masyarakat, beberapa waktu lalu, makin mempertegas gelombang ketidakpercayaan terhadap pemerintahan yang dipimpin Presiden SBY.
Yudi Latif dari Gerakan Indonesia Bersih dan Hatta Taliwang yang merupakan aktivis 77-78, yang menjadi inisiator dari pertemuan lintas generasi dan lintas elemen ini, mengatakan bahwa mahasiswa dan pemuda harus mulai aktif dalam mengakomodasi suara rakyat (wanw p/Rufly)
JAKARTA (Suara Karya) Indonesia bisa bernasib sama seperti Mesir dan Tunisia karena tiga faktor utama penyebab kemarahan rakyat Mesir dan Tunisia, yakni maraknya praktik korupsi, demokrasi yang kurang matang, dan terjadi krisis pangan, juga terdapat di Indonesia. Adanya fenomena revolusi di Arab, karena kondisi objektif masyarakat di sana memang sangat tertutup dan tidak ada kebebasan. "Yang dihadapi di Mesir saat ini sama dengan yang kita hadapi pada era reformasi di tahun 1998. Ia menilai, di Indonesia hanya pergolakan politik biasa antara yang tidak suka dan yang suka "Seandainya ada, tidak seperti di Mesir yang melibatkan ribuan orang," katanya Hal tersebut diungkapkan Mahfud menanggapi pernyataan beberapa kalangan yang mengkhawatirkan revolusi di Tunisa dan gejolak Mesir berpotensi akan "merembet" ke Indonesia Pemicu munculnya gerakan perlawanan terhadap kekuasaan, kata dia, biasanya akibat adanya krisis pangan, le-mahnya daya beli masyarakat, kemiskinan, ketidakadilan, dan kelicikan pemerintah yang berkuasa Sementara itu, suara gerakan moral tokoh lintas agama yang mengkritik kebohongan pemerintahan SBY kini nyaris tidak terdengar lagi. Yudi Latif dari Gerakan Indonesia Bersih dan Hatta Taliwang yang merupakan aktivis 77-78, yang menjadi inisiator dari pertemuan lintas generasi dan lintas elemen ini, mengatakan bahwa mahasiswa dan pemuda harus mulai aktif dalam mengakomodasi suara rakyat (wanw p/Azam)