Kamis, 28 April 2011

Tiga Karakter Perempuan



Tiga Karakter Perempuan
Oleh: M. Zamroni

Agama Islam adalah agama yang sangat memperhatikan kaum perempuan, yang mana hal-hal tersebut tidak berlaku pada ajaran-ajaran sebelum kedatangan Islam. Posisi perempuan begitu penting, sehingga sering terdengar ungkapan bahwa tegaknya suatu negara tergantung dengan perilaku perempuan di negara tersebut. Mungkin ada yang menganggap ini berlebihan, meski tidak bisa dipungkiri bahwa peran perempuan sangat berdekatan dengan kesuksesan dan juga kegagalan.
Dalam doktrin (ajaran) Islam, laki-laki dan perempuan tidak dibedakan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama. Keduanya memiliki kesempatan yang sama dalam berusaha berbuat yang terbaik bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. Jelasnya, al-Qur'an tidak membedakan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan. Beberapa ayat yang menjelaskan hal tersebut adalah :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
"Barangsiapa beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia mukmin, kami hidupkan dia dalam kehidupan yang baik ..." (QS. 16:97)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا
"Tidaklah boleh bagi mukmin laki-laki dan perempuan merasa keberatan bila Allah telah memutuskan sesuatu perkara ..." (QS. 33:36)
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ
"Orang-orang beriman laki-laki dan perempuan satu sama lain saling melindungi. Mereka sama-sama menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mentaati Allah dan Rasul-Nya. Allah menyayangi mereka ..." (QS. 9:71)

Begitu gamblangnya al-Qur'an memperhatikan makhluk perempuan, selain ayat-ayat diatas yang menunjukkan tidak adanya diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam hubungannya dengan pekerjaan, amal dan tindakan, al-Qur'an juga memberikan kepada kita penjelasan tentang beberapa tipologi perempuan, dimana bisa dikatakan, bahwa apa yang pernah terjadi pada masa lalu dan diabadikan dalam al-Qur'an agar menjadi pelajaran bagi kaum mukminin yang perempuan khususnya dan laki-laki pada umumnya. Karena, masalah yang berhubungan dengan perempuan yang terjadi di muka bumi ini, hampir selalu terkait dengan kaum laki-laki.
Oleh karena itu, menjadi penting untuk memperhatikan beberapa tipe perempuan yang pernah diterangkan Allah dalam al-Qur'an. Dimana al-Qur'an secara khusus membicarakan jenis-jenis perempuan berdasarkan amalnya. Untuk jenis perempuan ideal yang patut diteladani, seringkali Al-Qur'an menyebut nama secara jelas. Namun untuk melukiskan perempuan "buruk" al-Qur'an tidak menyebut nama secara langsung.
Tipe pertama adalah type wanita sholehah yang diwakili oleh Maryam. Nama Maryam disebut beberapa kali dalam ayat-Nya selain juga menjadi salah satu nama Surat dalam al-Qur'an. Ia adalah tipe perempuan sholehah yang menjaga kesucian dirinya, mengisi waktunya dengan pengabdian yang tulus kepada tuhan-nya. Karena kesalehahannya itulah ia mendapat kehormatan menjadi ibu dari kekasih Allah, Isa alaihi salam, tokoh terkemuka di dunia dan akhirat (QS. 3:45).
Maryam adalah tipe perempuan sholehah. Kehormatannya terletak dalam kesucian, bukan dalam kecantikan. Tentu masih banyak deretan nama-nama perempuan sholehah baik yang tersebut dalam hadits-hadits Nabi maupun dalam sejarah.
al-Qur'an juga menerangkan tipe-tipe perempuan pejuang untuk menjadi contoh bagi para muslimah. Tipe yang kedua ini dicontohkan dengan sempurna oleh Asiyah binti Mazahim, istri Fir'aun yang hidup dibawah kekuasaan suami yang melambangkan kezaliman. Asiyah dengan teguh memberontak, melawan dan mempertahankan keyakinannya apapun resiko yang diterimanya. Semuanya ia lakukan karena ia memilih rumah di Surga, yang diperoleh dengan perjuangan menegakkan kebenaran, ketimbang istana di dunia, yang dapat dinikmatinya bila ia bekerja sama dengan kezaliman.
"Dan Allah menjadikan teladan bagi orang-orang yang beriman perempuan Fir'aun, ketika ia berdo'a: Tuhanku, bangunkan bagiku rumah di surga. Selamatkan aku dari Fir'aun dan perbuatannya. Selamatkan aku dari kaum yang zalim." (QS. 66:11).
Al-Qur'an memuji perempuan yang membangkang kepada suami yang zalim. Pada saat yang sama Al-Qur'an juga mengecam perempuan yang menentang suami yang memperjuangkan kebenaran, seperti istri Nabi Nuh as dan istri Nabi Luth as. Dalam kaitannya dengan hal ini, al-Qur'an juga menambahkan satu contoh perempuan yang mendukung kezaliman suaminya (sebagai contoh lawan dari Asiyah) yakni, istri Abu Lahab.
Selain Asiyah, ada pula contoh-contoh perempuan pejuang meski suami-suami mereka bukanlah orang-orang zalim, melainkan para pejuang kebenaran. Khadijah binti Khuwailid, Aisyah binti Abu Bakar, Nusaibah binti Ka'ab, mereka adalah contoh nama-nama yang bersama suami mereka bahu-membahu memperjuangkan agama Allah.
Tipe ketiga yang dijelaskan dalam al-Qur'an adalah tipe perempuan penggoda. Jelas untuk yang satu ini diwakili oleh Zulaikha penggoda Nabi Allah Yusuf alaihi salam. Dalam kisah Zulaikha menggoda Yusuf inilah, al-Qur'an menunjukkan kepandaian perempuan dalam melakukan makar dan tipuan. Manakah tipe anda dari ketiga tipe tersebut? Fal yatafakkar

Rabu, 13 April 2011

Tawaddu' Dalam Profesi Sebagai Bidan

Tawaddu' Dalam Profesi Sebagai Bidan
Oleh: M. Zamroni


Islam adalah dinu al-‘amal. Dalam arti bahwa Islam mengedepankan kebaikan amal sebagai bukti dari keimanan dan pemahaman. Selanjutnya, penerapan amal justru akan mempercepat dan memperkokoh bangunan keimanan dan pemahaman terhadap Islam. Tentu saja semua ini dilakukan dengan menjaga agar setiap amal yang dilakukan senantiasa dilandasi oleh al-ikhlas dan al-fahmu. Terutama mempunyai sifat at-tawaddu'.
Dalam jiwa setiap manusia, tidak peduli apakah dia dari Asia, Amerika, Afrika, Australia atau Eropa, sangat perlu memiliki sifat tawaddu', yaitu sifat merendahkan diri yang menjunjung tinggi integritas kesamaan derajat dan diwujudkan dalam kehidupan sosial. Hal ini sejalan dengan Firman Allah SWT dan Hadist Nabi Muhammad saw. Yang berbunyi:
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ            
Artinya: Dan Tundukkanlah sayapmu - yakni rendahkanlah dirimu -kepada kaum mu'minin." (al-Hijr: 88)
قَالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : (( إنَّ الله أوْحَى إِلَيَّ أنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أحَدٌ عَلَى أحَدٍ ، وَلاَ يَبْغِي أحَدٌ عَلَى أحَدٍ )) رواه مسلم
Artinya: "Sesungguhnya Allah telah memberikan wahyu kepadaku, hendaklah engkau semua itu bersikap tawadhu', sehingga tidak ada seseorang yang membanggakan dirinya di atas orang lain[1] dan tidak pula seseorang itu menganiaya kepada orang lain - kerana orang yang dianiaya dianggapnya lebih hina dari dirinya sendiri." (Riwayat Muslim).[2]
Bagi seorang bidan dalam menjalankan tugasnya tentu harus mempunyai sifat tawaddu' (merendahkan diri), demi memberikan pelayanan yang baik bagi pasiennya. Hal ini pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw ketika ada seorang hamba sahaya wanita dari golongan hamba sahaya -wanita yang ada di Madinah mengambil tangan Nabi s.a.w. lalu wanita itu berangkat dengan beliau s.a.w. ke mana saja yang dikehendaki oleh wanita itu." Ini menunjukkan bahawa beliau s.a.w. selalu merendahkan diri.[3] Mungkin ini adalah merupakan sebuah motivasi yang perlu dijadikan pedoman bagi seorang bidan dalam menjalankan tugasnya sebagai bidan. Seorang bidan harus memilih kata-kata yang paling sopan dan disampaikan dengan cara yang lembut, karena sikap seperti itulah yang dilakukan Rasulullah, ketika berbincang dengan para sahabatnya, sehingga terbangun suasana yang menyenangkan. Hindari kata yang kasar, menyakitkan, merendahkan, mempermalukan, serta hindari pula nada suara yang keras dan berlebihan. Tawadlu', berendah hati adalah awal terbentuknya cinta dan silaturakhim.  Sikap ini muncul atas kesadaran diri, betapa sebagai makhluk Allah, seorang Muslim terbatas dalam banyak hal, termasuk juga ilmu pengetahuan. Allah lah Al-Ilm, Al-Haq, sementara produk akal fikiran manusia hanyalah dzon (dugaan, rekaan, hipotesis belaka). Allah lah sumber kebenaran, sedang dari manusia datang kesalahan. 
Maka dalam titik pandang ini adalah tidak pantas sombong bagi seorang bidan ketika merawat pasien. Tak ada dalil bagi seorang bidan untuk berlagak di hadapan Allah.  Karena dia hanyalah makhluk, hanya kreasi hasil cipta Sang Khalik yang sarat dengan kelemahan, kealfaan dan keterikatan terhadap hawa nafsu.  Bidan hanyalah turunan Adam yang tercipta dari tanah dan air. Lalu pantaskah dia "mengangkat dada" di hadapan aturan, jalan hidup yang diturunkan Allah ?
Tawadlu', akhlaq ini muncul dari kefahaman, bahwa sebagai seorang Muslim, belumlah tentu ia lebih baik dari saudaranya yang lain. Bisa jadi saudaranya yang lain malah lebih mulia di mata Allah ketimbang dirinya. Karena Allah lah Hakim Agung Yang Maha Tahu.
Akhlaq ini muncul dari proses panjang penyerapan ilmu yang haq, pemahaman mendalam hakekat jalan hidup Rabbani dan semangat yang terus merekah untuk membumikan nilai-nilai "langit". Dia muncul dari kematangan jiwa, tempaan tarbiyah, keuletan takwiniyah (pembinaan), dan kemampuan penuh menundukkan ego dan hawa nafsu.
Maka, dalam semangat dien ini, tawadlu' adalah pertanda kefahaman akan hahekat Agama Allah dan bukan kebodohan, ia pertanda keluasan ilmu dan bukan kesempitan hawa nafsu, dia lambang kedalaman aqidah dan bukan ketakutan kronis terhadap kekuasaan.  Maka tawadlu' adalah buah manis keimanan.  Yang demikian manis sehingga bersamanya setiap Muslim merendahkan diri terhadap aturan Allah, terikat dan mengikatkan diri pada jalan hidup yang dituntunkan Allah kepadanya, di dalamnya pengakuan betapa syamil dan kamilnya (sempurna dan terpadunya) Islam diikrarkan, dalam tuntunannya amaliah dan barokah dipersembahkan.  Karena seorang Muslim sejati memahami tawadlu' bukanlah sifat yang lemah, tetapi kemuliaan, sifat dari hamba-hamba Allah yang baik, sifat dari hamba-hamba pilihan Allah.
Maka bila matahari keimanan bersinar dan tawadlu' mewujud dalam akhlaq islami, maka pancarannya adalah keterikatan hati sesama muslim, saling mema'afkan atas kesalahan, rasa kasih-sayang dan cinta. Bahkan sekalipun orang-orang jahil (bodoh) menyapa mereka, mereka akan membalas sapaan itu dengan lemah-lembut dan dengan ucapan-ucapan yang mengandung keselamatan. Apabila orang-orang jahil mendebatnya maka mereka akan mendebat dengan cara yang baik. Karena kejahilan hanya sirna dengan kebenaran, dan kebenaran makin bersinar dengan tawadlu'. 
Inilah agama Allah yang mengagumkan, yang memancarkan kerendahan hati penganutnya, yang memancarkan kasih-sayang dan izzah (kebanggaan).  Agama yang lurus, agama yang diridhai Allah, agama yang mengantarkan keselamatan dunia dan akhirat. Jadi kesimpulannya seorang bidan sangat perlu memiliki sifat tawaddu' dalam menjalankan tugasnya.




[1] Yakni bahawa dirinya lebih mulia dari orang lain.
[2] Nawawi,  Riyadu as-sholihin, Tahkik Dr. Fahli, juz 1, hal; 357
[3] إن كَانَتِ الأَمَةُ مِنْ إمَاءِ المَدينَةِ لَتَأْخُذُ بِيَدِ النَّبيِّ - صلى الله عليه وسلم - ، فَتَنْطَلِقُ بِهِ حَيْثُ شَاءتْ            
Abu Kosim al-Amidi, al-Jam'u baena Sohihaen al-Bukhori, juz:2, hal:476