Sabtu, 17 Desember 2011

Tertawa Dalam Islam


Tertawa Dalam Islam
Oleh: M. Zamroni
Tertawa merupakan aktivitas fisik, tertawa atau pun menangis adalah akibat, bukan sebab. Pada umumnya ada stimulus (rangsangan) atau triger (pencetus) tertentu, seperti peristiwa sosial berupa kesenangan, kegembiraan, kebaikan, kejelekan, kemalangan, kelucuan, atau kekonyolan, yang membuat situasi batin seseorang gembira atau sedih.
Pada kali ini ISLAM TENGAH akan membahas tentang tertawa. Tertawa merupakan sifat dasar manusia sebagai karunia Allah SWt kepada manusia. Hal ini sejalan dengan Firman Allah SWT dalam QS. 53:43 yang artinya: “dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis,”. Kemudian disebutkan juga bahwa Al-Qur’an memberikan arahan menyedikitkan tertawa dan memperbanyak menangis mengingat dahsyatnya kehidupan setelah mati. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. 9:82 yang artinya : “Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.”
A.     Pengertian dan Jenis.
Jenis-jenis dan tingkatan-tingkatan tertawa menurut kamus bahasa Arab: Pertama, tabassum (tersenyum), yaitu tingkatan dibawah tertawa dan merupakan tertawa yang paling baik. Kedua, tertawa terbahak-bahak (An-tagha). Ketiga, tertawa yang apabila ditampakkan berupa dengungan (Al-khanna wa al-khaniinan). Keempat, tertawa terbahak-bahak yang paling buruk (Thaikhun thaikhun). Kelima, tertawa yang melengking (At-thahthahatun). Keenam, tertawa yang lebih dari tersenyum (Al-hanuufu). Sebagian orang Arab menkhusukkan yang satu ini dengan tertawanya para wanita.
B.     Hukum
Menurut Dr. Yusuf Qardhawi, “Sesungguhnya tertawa itu termasuk tabiat manusia. Binatang tidak dapat tertawa, karena tertawa itu datang setelah memahami dan mengetahui ucapan yang didengar atau sikap dari gerakan yang dilihat, sehingga ia tertawa karenanya.” Sesuai pendapat diatas, maka hukum tertawa adalah boleh.
C.     Manfaat
1.      Secara Kesehatan
ü      Sama dengan olahraga (dr. William Foy – Menuai Kesehatan dan Hikmah dari Tertawa).
ü      Mengurangi infeksi paru-paru (Tak mau hemat tertawa).
ü      Mengurangi sakit jantung (Tak mau hemat tertawa).
ü      Meningkatkan semangat dan kesehatan (Dr Joseph Mercola dan Rachel Droege- my husband, pls smile..........).
ü      Mengurangi dua hormon dalam tubuh yaitu eniferin dan kortisol, yang bisa menghalangi proses penyembuhan penyakit (Dr. Lee Berk – Menuai Kesehatan dan Hikmah dari Tertawa).
ü      Mengurangi rasa nyeri atau sakit (dr. Rosmary Cogan – Menuai Kesehatan dan Hikmah dari Tertawa).
ü      Obat awet muda (Prof. Dr. Lucille Namehow – Menangis dan Tertawa Sama Sehatnya).
2.      Secara Psikologi
ü      Mengurangi stress (Gaya Hidup – Tertawalah Selagi Bisa).
ü      Meningkatkan kekebalan (dr. W.M. Roan – Gaya Hidup – Tertawalah Selagi Bisa).
ü      Menurunkan tekanan darah tinggi (Gaya Hidup – Tertawalah Selagi Bisa).
ü      Mencegah penyakit (dr. William Frey – Gaya Hidup – Tertawalah Selagi Bisa).
3.      Secara Ibadah
ü      Merupakan sedekah.
ü      Memberi kesan berseri dan optimis.
ü      Penawar bagi rohani, obat bagi jiwa dan ketenangan bagi sanubari yang lelah setelah berusaha dan bekerja (Syaikh A-idh al-Qarni).
ü      Tanda kemurahan hati, isyarat bagi suatu temperamen yang mantap, tanda bagi murninya suatu tujuan (Syaikh A-idh al-Qarni).
ü      Menunjukkan kebahagiaan.
D.     Tertawanya Rasulullah SAW
1.      Berupa senyuman yang menarik.
2.      Tidak tertawa, kecuali apabila berhubungan dengan kebenaran.
3.      Tidak berlebihan dalam tertawanya hingga tubuhnya bergoyang atau hingga tubuhnya miring atau hingga terlihatlah langit-langit mulut beliau.
4.      Bukan berupa hal yang sia-sia atau permainan semata atau hanya sekedar pengisi waktu lengang semata.
E.      Adab/Etika
1.      Meneladani Nabi dalam senyuman dan tawa beliau.
Dari Ka’ab bin Malik r.a, ia berkata: ”Rasulullah apabila (ada sesuatu yang membuatnya) senang (maka) wajah beliau akan bersinar seolah-olah wajah beliau sepenggal rembulan.“ (HR Al-Bukhari kitab al-Maghaazi bab Hadiits Ka’ab bin Malik (no. 4418), al-Fat-h (VIII/142)).
2.      Tidak tertawa untuk mengejek, mengolok, mencela dan sebagainya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Hujurat: 11).
3.      Tidak memperbanyak tertawa.
“Berhati-hatilah dengan tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati.” (Hadits shahih, Shahiibul Jaami’ (no.7435)).
4.      Tidak menjadikannya sebagai sebuah profesi seperti halnya saat ini.
”Celakalah bagi orang-orang yang bercakap-cakap dengan suatu perkataan untuk membuat sekelompok orang tertawa (dengan perkataan tersebut), sedang ia berbohong dalam percakapannya itu, celakalah baginya dan celakalah baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi kitab az-Zuhd bab Man Takallama bi Kalimatin Yudh-hiku bihan Naas (no. 2315), telah di hasankan oleh Syaikh al-Albani dengan nomor yang sama, terbitan Baitul Afkar ad-Dauliyah)
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi bahwa maknanya adalah apabila seseorang berbicara dengan suatu pembicaraan yang benar untuk membuat orang lain tertawa, hukumnya adalah boleh.
Al-Ghazali berkata, ”Jika demikian, haruslah sesuai dengan canda Rasulullah, tidak dilakukan kecuali dengan benar, tidak menyakiti hati dan tidak pula berlebih-lebihan.”
5.      Tidak berlebih-lebihan dalam tertawa dan terbahak-bahak dengan suara yang keras.
”Aku tidak pernah melihat Rasulullah berlebih-lebihan ketika tertawa hingga terlihat langit-langit mulut beliau, sesungguhnya (tawa beliau) hanyalah senyum semata.” (HR. Al-Bukhari kitab al-Aadab bab at-Tabassum wadh Dhahik (no. 6092), al-Fat-h (X/617))
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, ”Yaitu, tidaklah aku melihat beliau berkumpul dalam hal tertawa, di mana beliau tertawa dengan sempurna dan suka akan hal tersebut secara keseluruhan.”
Dan masih banyak lagi hadist yang menceritakan kisah senyuman dan tertawa Rosululloh SAW.
F.      Kesimpulan
bagaimana?? apa menurut anda pribadi ??

Kamis, 08 Desember 2011

Selamat Jalan Bibikku


Selamat Jalan Bibikku
M. Zamroni

Bulan November baru menunjuk angka dua. Sinar matahari hampir menyelesaikan tugasnya menyinari kota Bagu Lombok Tengah, suasana kelabu begitu terasa di Puskesmas Menemeng, para perawat serasa enggan berbicara. Semua hening, semua menunduk tanda sedih.
Semua bermunajat kepada Allah. Ya Allah, berikanlah kasih sayangmu kepadanya. Janganlah Engkau beri sakit yang begitu berat dan lama. Sembuhkanlah segera bila Engkau masih mengizinkannya hidup atau ah. Aku tak tega mengucapkan kata perpisahan ini, Ya Allah, Engkau Maha Tahu hati manusia, bila Engkau sangat sayang padanya maka panggillah ia segera dalam dekapan kasih sayangMu.
Suaminya, hari itu begitu sibuk melihat alat pemantau, denyut nadinya ada dikisaran 15 hingga 60, suatu ukuran yang sangat lemah untuk ukuran tubuh manusia. Juga fungsi batang otak yang harus selalu memberikan instruksi kepada organ tubuhnya ada dilevel 3, level yang paling bawah dari tingkat kesadaran manusia. Suaminya, keluar dari ruang ICU, berdiskusi sejenak dengan sanak saudaranya. Berkatalah si Suami. Mari kita bersabar, bilamana Allah sangat menyayangi ummi, biarkanlah ia menyambut panggilanNya. Ihwa dan Sarhan, tak kuasa menahan keluarnya air mata, bukan tidak ridha, tapi tangisnya adalah tangisan sayang buat umminya.
Tiba-tiba, di dalam sana, suster memangil si Suami untuk bersegera membantu keberangkatan istrinya menyambut panggilan Allah. Segeralah, si Suami membacakan kalimat Laa Ilaaha Ilallah, secara berulang-ulang. Dan juga dibacakan beberapa ayat Al-Qur'an. Di luar semakin hening, semua mata tertuju pada tubuh yang terbaring dibalik jendela kaca yang sengaja dibuka oleh suster. Semua pembesuk turut berdo'a menghantar kepergian ummi ke tempat yang jauh untuk tidak kembali. Akhirnya, menjelang waktu ada di angka 02.30, Ummi yang telah lama terbaring itu pergi menjumpai Rabbnya.
Kami tidak melihat dia bergerak kesakitan, tidak ada obat lagi dan tidak ada beban lagi. Pergilah menyambut panggilan Ilahi Rabbi. begitu gumamku lirih.
Selamat menikmati dekapan kasih sayang Rabbmu. "Ya ayyatuha nafsul muthmainnah irji'ii ila rabbiki raadhiyatan mardhiyah fadkhulii fii ibadii wadkhuli jannati". Ya Allah, panggillah Ummi yang terbaring ini dengan panggilan kasih sayangMu. Sungguh ya Allah, begitu mulia hidupnya, ia terus bergerak memenuhi dunianya dengan dakwahMu, Sungguh ia terus bekerja demi kebaikan ummatMu. Selamat jalan ummi, do'a kami semua menyertaimu, jangan bersedih. kami akan melanjutkan dakwahmu, kami-kami ini yang akan menggantikan posisimu, kami-kami ini akan mewarisi kepribadianmu, pribadi yang mulia dalam naungan dakwah.
Terima kasih kepada seluruh ummat yang turut membantu meringankan bebannya. Sungguh, amal saudara semua semua tidak akan tergantikan, semoga Allah membantu saudara-saudara dengan caraNya yang lebih bijaksana.  (Novel ini aku buat untuk BIBIK TIk tercinta )

Jasa Ibu Tak Terhingga


Jasa Ibu Tak Terhingga
M. Zamroni

Dinia Ningsih, bukan siapa-siapa. Tapi ia menjadi seseorang yang akan disebut namanya di Surga kelak oleh Roni, anak tercintanya. Dan ia akan menjadi satu-satunya yang direkomendasikan Roni, seandainya Allah memperkenankannya menyebut satu nama yang akan diajaknya tinggal di Surga, meski Dinia Ningsih sendiri nampaknya takkan membutuhkan bantuan anaknya, karena boleh jadi kunci surga kini telah digenggamnya.
Bagaimana tidak, selama dua hari Dinia Ningsih menggendong anaknya yang berusia belasan tahun mengelilingi Kota Mataram Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk mencari bantuan, sumbangan dan belas kasihan dari warga kota, mengumpulkan keping kebaikan dan mengais kedermawanan orang-orang yang dijumpainya, sekadar mendapatkan sejumlah uang untuk biaya operasi anaknya yang menderita cacat fisik dan psikis sejak lahir.
Tubuh Roni, anak tercintanya yang seberat lebih dari 35 kg tak membuat lelah kaki Dinia Ningsih, juga tak menghentikan langkahnya untuk terus menyusuri kota. Tangannya terlihat gemetar setiap menerima sumbangan dari orang-orang yang ditemuinya di jalan, sambil sesekali membetulkan posisi gendongan anaknya. Sementara Roni yang cacat, takkan pernah mengerti kenapa ibunya membawanya pergi berjalan kaki menempuh ribuan kilometer, menantang sengatan terik matahari, sekaligus ratusan kali menelan ludah untuk membasahi kerongkongannya yang kering sekering air matanya yang tak lagi sanggup menetes.
Ribuan kilo sudah disusuri, jutaan orang sudah dijumpai, tak terbilang kalimat pinta yang terucap seraya menahan malu. Sungguh, sebuah perjuangan yang takkan pernah bisa dilakukan oleh siapa pun di muka bumi ini kecuali seorang makhluk Tuhan bernama; Ibu. Ia tak sekadar menampuk beban seberat 35 kg, tak henti mengukur jalan sepanjang kota hingga batas tak bertepi, tetapi ia juga harus menyingkirkan rasa malunya dicap sebagai peminta-minta, sebuah predikat yang takkan pernah mau disandang siapapun. Tetapi semua dilakukannya demi cintanya kepada si buah hati, untuk melihat kesembuhan anak tercinta, tak peduli seberapa besar yang didapat.
Tidak, ia tak pernah berharap apa pun jika kelak anaknya sembuh. Ia tak pernah meminta anaknya membayar setiap tetes peluhnya yang berjatuhan di setiap jengkal tanah dan aspal yang dilaluinya, semua letih yang menderanya sepanjang jalan menyusuri kota. Ibu takkan memaksa anaknya mengobati luka di kakinya, tak mungkin juga si anak mengganti dengan seberapa pun uang yang ditawarkan untuk setiap hembusan nafasnya yang tak henti tersengal.
Dinia Ningsih, adalah contoh ibu yang boleh jadi semua malaikat di langit akan mengagungkan namanya, yang menjadi alasan tak terbantahkan ketika Rasulullah menyebut "ibu" sebagai orang yang menjadi urutan pertama hingga ketiga untuk dilayani, dihormati, dan tempat berbakti setiap anak. Dinia Ningsih, barangkali telah menggenggam satu kunci surga lantaran cinta dan pengorbanannya demi Roni, anak tercintanya. Bahkan mungkin senyum Allah dan para penghuni langit senantiasa mengiringi setiap hasta yang mampu dicapai ibu yang mengagumkan itu.
Sungguh, cintanya takkan pernah terbalas oleh siapapun, dengan apapun, dan kapanpun. Siapakah yang lebih memiliki cinta semacam itu selain ibu? Wallaahu 'a'lam

Kisah Cinta Di Masjid


Kisah Cinta Di Masjid
M. Zamroni

Usai shalat maghrib itu, Seorang gadis kecil berjilbab putih, dengan baju serasi yang juga berwarna indah. Mengendap-ngendap, menyusup melewati batas shalat laki-laki dan wanita. Mata bolanya lucu mengganggu syaraf geli di hatiku. Do’apun segera kuakhirkan, melihat apa yang si lucu ini rencanakan.
Kepalanya bergerak lucu, mencari-cari sesuatu di luasnya ruang masjid. Mimik wajahnya menjadi semakin cerah, ketika sesuatu itu ternyata ditemukannya di salah satu sudut masjid. Langkahnya diayun pelan-pelan, menambah lucu wajahnya. Mengendap-ngendap, jilbabnya juga berayun dengan ritme jenaka. Senyumku semakin mengembang, bertanya-tanya. Sedetik, dua detik, tiga detik “Papaaaaah”. Gadis kecil itu melompat memeluk sosok laki-laki yang sedang tidur-tiduran di lantai masjid. Sang ayah sejenak kaget, Tapi lalu menyambut hangat tubuh mungil itu dalam pelukannya. Dan tawa keduanya pun membelah keheningan petang itu. Dalam hangat kasih sayang di akhir Ramadhan. Ahh, Robb, aku iri ....