Hakikat Guru dalam Islam
Oleh: M. Zamroni
Hakikat Guru
Dalam pengertian yang
sederhan, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.
Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat
tertentu tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di Masjid,
di Surau atau Musholla, di Rumah dan sebagainya.
Hakikat guru atau
pendidik dalam islam pada perinsipnya tidak hanya mereka yang mempunyai
kualifikasi keguruan secara formal yang diperoleh dari bangku sekolah perguruan
tinggi. Melainkan yang terpenting adalah mereka yang mempunyai kompetensi
keilmuan tertentu dan dapat menjadikan orang lain pandai dalam matra kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Matra kognitif menjadikan peserta didik cerdas intelektualnya,
matra afektif menjadikan siswa mempunyai sikap dan perilaku yang sopan, dan
matra psikomotorik menjadikan siswa terampil dalam melaksanakan aktivitas
secara efektif dan efesien, scara tepat guna.
Pendidik merupakan salah satu komponen penting dalam proses
pendidikan. Di pundaknya terletak tanggung jawab yang besar dalam upaya
mengantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang telah diciptakan.
Secara umum pendidik adalah mereka yang memiliki tanggung jawab mendidik.
Mereka adalah manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya melaksanakan
proses pendidikan.
Menerut Ahmad Tafsir, pendidik dalam Islam adalah siapa
saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik. Mereka harus
dapat mengupayakan seluruh potensi peserta didik, baik kognitif, afektif,
maupun psikomotorik. Potensi-potensi ini dikembangkan sedenmikian rupa
dikembangkan secara seimbang sampai mencapai tingkat yang optimal berdasarkan
ajran Islam.
Dalam kontek pendidikan Islam pendidik atau guru disebut
dengan Murobbi, Mu’allim Dan Muaddib. Kata atau istilah “Murobbi”, misalnya,
sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada
pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti ini
terlihat dalam proses orang tua dalam membesarkan anaknya. Mereka tentunya
berusaha memberikan pelanyanan secara penuh agar anaknya tumbuh dengan fisik
yang sehat dan berkepribadian serta akhlak yang terpuji.
Sedangkan untuk istilah “Muallim”, pada umumnya
dipakai dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian atau
pemindahan ilmu pengetahuan, dari seorang yang tahu kepada seorang yang tidak
tahu. Adapun istilah “Muaddib”, menurut Al-Attas, lebih lebih luas dari
istilah “Muallim” dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.
Peranan Guru
Dalam perspektif Islam
keberadaan, peranan, dan fungsi guru merupakan keharusan yang tidak bisa
diingkari. Tidak ada pendidikan tanpa "kehadiran" guru. Guru
merupakan penentu arah dan sistematika pembelajaran mulai dari kurikulum,
sarana, bentuk pola sampai kepada usaha bagaimana anak didik seharusnya belajar
dengan baik dan benar dalam rangka mengakses diri akan pengetahuan dan
nilai-nilai hidup. Guru merupakan resi yang berperan sebagai "Pemberi
Petunjuk" kearah masa sepan anak didik yang lebih baik.
Peran dan tanggung
jawab guru dalam proses pendidikan sangat berat. Apalagi dalam konteks
pendidikan Islam, dimana semua aspek kependidikan dalam Islam terkait dengan
nilai-nilai (value bound), yang melihat guru bukan hanya pada penguasaan
material-pengetahuan, tetapi juga pada investasi nilai-nilai moral dan
spiritual yang diembannya untuk ditransformasikan kearah pembentukan
kepribadian anak didik. Sebagai komponen paling pokok dalam Islam, guru
dituntut bagaimana membimbing, melatih, dan membiasakan anak didik berprilaku
baik. Karena itu, eksistensi guru tidak saja mengajarkan tetapi sekaligus
mempratekkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai kependidikan Islam.
Banyak peranan guru
yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang telah yang
menerjunkan diri menjadi guru. Semua peranan yang diharapkan dari guru seperti
diuraikan dibawah ini.
a. Korektor, Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan
mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini
harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. Kedua nilai ini
mungkin telah anak didik miliki dan mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum
anak didik masuk sekolah. Latar belakang kehidupan anak didik yang
berbeda-berbeda sesuai dengan sosio kultural masyarakat dimana anak didik
tinggal akan mewarnai kehidupannya. Semua nilai yang baik harus guru perhatikan
dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik.
Bila guru membiarkannya, berarti guru telah mengabaikan peranannya sebagai
seorang korektor, yang menilai dan mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan
perbuatan anak didik. Koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat
anak didik tidak hanya di sekolah. Tetapi diluar sekolahpun harus dilakukan.
Sebab tidak jarang diluar sekolah anak didik justru lebih banyak melakukan
pelanggaran terhadap norma-norma susila, moral, sosial dan agama yang hidup di
masyarakat.
b. Inspirator, Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan
ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah
masalah utama anak didik. Guru harus dapat memberikan petunjuk (ilham)
bagaimana cara belajar yang baik. Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari
teori-teori belajar, dari penaglaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara
belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tapi bagaimana melepaskan
masalah yang dihadapi anak didik.
c. Informator, Sebagai informator, guru harus dapat
memberikan informasi perkembangan ilmu pengeahuan dan teknologi, selain
sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan
dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru.
Kesalahan informasi adalah racun bagi anak didik. Untuk menjadi informator yang
baik dan efektif, penguasaan bahasalah sebagai kuncinya, ditopang dengan bahan
yang akan diberikan kepada anak didik.
d. Organisator, sebagai organisator, adalah sisi lain dari
peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan
kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik dan
sebagainya. Semuanya diorganisasikan, sehingga dapat mencapai efektivitas dan
efesiensi belajar pada diri anak didik.
e. Motivator, Sebagai motivator, guru hendaknya dapat
mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan
motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatar belakangi anak didik
malas belajar dan menurun perestasinya di sekolah. Peranan guru sebagai
motivator sangat penting dalam intrkasi edukatif, karena menyangkut esensi
pekerjaan pendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance
dalam personalisasi dan sosialisasi diri.
f. Inisiator, dalam perannya sebagai inisiator, guru harus
dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan pengajaran. proses
intraksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan.
g. Fasilitator, sebagai
fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang
memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang
tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang
berantakan, fasilitas belajar yang kurang memadai. Menyebabkan anak didik malas
belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas,
sehingga akan tercipata lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik.
h. Pembimbing, peranan guru yang tak kalah pentingnya dari
semua peranan yang telah disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing. Peranan
ini harus lebih dipentingkan. Karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk
membimbing anak didik menjadi manusia dewasa. Tanpa bimbingan, anak didik akan
mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.
i.
Demonstrator, dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak didik pahami. Apalagi anak didik
yang memiliki intelegensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran
yang sukar dipahami anak didik. Guru harus berusaha membantunya, dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis,
sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik, tidak terjadi kesalahan pengertian antara guru dan anak didik.
Tujuan pengajaran pun dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
j.
Pengelolaan Kelas, Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan
baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik
akan menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak
dikelola dengan baik akan
menghambat kegiatan pengajaran. Kelas yang terlalu
padat dengan anak didik, pertukaran udara kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak
menguntungkan bagi terlaksananya interaksi edukatif yang optimal. Hal ini tidak
sejalan dengan tujuan umum
dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam
kegiatan belajar mengajar agar nnencapai hasil yang baik dan optimal.
k.
Mediator, sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalarn berbagai
bentuk dan jenisnya, baik
media nonmaterial maupun materil. Media berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan
proses interaksi edukatif.
Keterampilan menggunakan semua media itu
diharapkan dari guru yang disesuaikan dengan pencapaian tujuan
pengajaran.
l.
Supervisor, Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan
menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus guru kuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar menjadi lebih baik. Untuk itu kelebihan yang dimiliki supervisor
bukan hanya karena posisi atau
kedudukan yang ditempatinya, akan tetapi juga karena pengalamannya, pendidikannya, kecakapannya, atau keterampilan-keterampilan yang
dimilikinya. atau karena memiliki sifat-sifat kepribadian yang menonjol
daripada orang-orang yang disupervisinya.
Dengan sernua kelebihan yang dimiliki, ia dapat melihat, menilai atau
mengadakan pengawasan terhadap orang atau sesuatu yang disupervisi.
m.
Evaluator, Sebagai evaluator, guru
dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan
memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Penilaian
terhadap aspek intrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian anak didik,
yakni aspek nilai (values). Berdasarkan hal ini, guru harus bisa
memberikan penilaian dalam dimensi yang luas. Penilaian terhadap kepribadian
anak didik tentu lebih diutamakan daripada penilaian terhadap jawaban anak
didik ketika diberikan tes. Anak didik yang berprestasi baik, belum tentu
memiliki kepribadian yang baik. Jadi, penilaian itu pada hakikatnya diarahakan
pada perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap.
Syarat-Syarat Guru
Tidak semabarang orang
dapat melalasanakan tugas guru. Tugas itu menuntut banyak persyaratan, baik
professional, biologis, psikologis, maupun pedagogig-didaktis. Al-ghazali
menyusun pesyaratan yang harus dimiliki guru antara lain sebagai berikut:
·
Guru hendaknya memandang
murid seperti anaknya sendiri.
Rosulullah SAW. Mencontohkan hal ini dengan menyatakan posisinya di
tengah-tengah para sahabat:
انماانا لكم مثل الوالد لولده
Artinya: Sesungguhnya aku bagi kamu
seperti orang tua terhadap anaknya. (H.R Abu Daud Al-Nasai, Ibnu Majah, Dan Ibnu Hibban)
·
Tidak mengharap upah atau
pujian, tapi harus mengharap keridoan allah dan berorientasi mendekatkan diri
padanya.
·
Guru haendaknya memanfaatkan setiap peluang untuk memberi
nasihat dan bimbingan kepada murid bahwa tujuan mnuntut imu ialah mendekatkan
diri pada allah, bukan memperoleh kedudukan atau kebanggaan.
·
Guru harus memperhatikan
tehadap fase perkembangan berfikir murid agar dapat menyampaikan ilmu sesuai
dengan kemampuan berfikir murid.
Sedangkan Abdurrahman
an-Nahlawi mengemukakan persyaratan seorang pendidik agar seorang pendidik
menjalankan fungsi sebagai pendidik atas
tiga macam yaitu (1) Yang berkenaan dengan dirinya sendiri. (2) yang berkenaan dengan
pelajaran, dan (3) Yang berkenaan dengan muridnya.
Pertama, syarat-syarat
guru berhubungan dengan dirinya yaitu antara lain:
·
Hendaknya
guru tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai kedudukan, harta,
prestise, atau kebanggaan atas orang
lain.
·
Hendaknya guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam
pandangan syara', dan menjauhi
situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang dapat menjatuhkan harga dirinya di
mata orang banyak.
·
Guru Hendaknya memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulannya dengan orang banyak dan menghindarkan diri dari akhlak yang buruk.
·
Guru hendaknya selalu belajar dan tidak merasa malu untuk
menerima ilmu dari orang
yang lebih rendah daripadanya, baik secara kedudukan ataupun usianya.
·
Guru hendaknya rajin
meneliti, menyusun, dan mengarang dengan memperhatikan
keterampilan dan keahlian.
Kedua, syarat-syarat guru berhubungan dengan pelajaran antara lain:
·
Hendaknya guru mengambil tempat pada posisi yang membuatnya dapat terlihat
oleh semua murid. Artinya ia harus berusaha agar apa yang akan disampaikannya
hendaklah diperkirakan dapat dinikmati oleh seluruh siswanya dengan baik.
·
Guru hendaknva mengajarkan
bidang studi sesuai dengan hirarki nilai kemuliaan
dan kepentingannya.
·
Hendaknya guru selalu
mengatur volume suaranya agar tidak terlalu keras, hingga membisingkan ruangan,
tidak pula terlalu rendah hingga tidak terdengar
oleh murid atau siswa.
·
Hendaknya guru menjaga ketertiban majelis dengan mengarahkan pembahasan
pada objek tertentu. Artinva dalam memberikan materi pelajaran, seorang guru memperhatikan tata cara penyampaian yang baik (sistematis), sehinga apa yang disampaikan
akan mudah dicerna oleh murid.
·
Guru hendaknya menegur
murid-murid yang tidak menjaga sopan santun dalam
kelas, seperti menghina teman, tertawa keras, tidur, berbicara dengan teman
atau tidak menerima kebenaran. Ini berarti bahwa seorang guru atau pendidik dituntut untuk selalu menanamkan
dasar-dasar akhlak terpuji dan sopan
santun baik di dalam ruangan ataupun di luar ruangan belajar.
·
guru hendaknya bersikap
bijak dalam melakukan pembahasan, menyampaikan pelajaran, dan menjawab
pertanyaan. Apabila ia ditanya tentang sesuatu yang ia tidak tahu, hendaklah ia mengatakan bahwa ia tidak tahu.
·
Guru hendaknya tidak
mengasuh bidang studi yang tidak dikuasainya. Hal
mi dimaksudkan agar tidak terjadi
pelecehan ilmiah dan sebaliknya akan
terjadi hal yang sifatnya untuk memuliakan ilmu dalam proses belajar mengajar.
Ketiga,
kode etik guru di tengah-tengah para muridnya, antara lain:
·
Guru hendaknya mengajar dengan niat mengharapkan ridha Allah, menyebarkan
ilmu, menghidupkan syara' menegakkan kebenaran, dan metemupkan kebathilan serta
memelihara kemaslahatan umat.
·
Guru hendaknya mencintai
muridnya seperti ia mencintai dirinya sendiri Artinya,
seorang guru hendaknya menganggap bahwa muridnya itu adalah merupakan bagian dari dirinya sendiri (bukan orang
lain).
·
Guru hendaknp memotivasi
murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
·
Guru hendaknva menyampaikan
pelajaran dengan bahasa yang mudah dan
berusaha agar muridnya dapat memahami pelajaran.
·
Guru hendaklah melakukan
evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya. Hal ini
dimaksudkan agar guru selalu memperhatikan tingkat
pemahaman siswanya dan pertambahan keilmuan yang diperolehnya.
·
Guru hendaknya bersikap adil terhadap semua muridnya.
· Guru hendaknva berusaha membantu memenuhi kemaslahatan murid.
· Guru hendaknya terus memantau perkembangan murid, baik
intelektual maupun akhlaknya. Murid yang saleh akan menjadi "tabungan"
bagi guru baik di dunia, maupun di
akhirat.
Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Keutamaan seorang pendidik disebabkan
oleh tugas mulia yang diembanmya Tugas yang
diemban seorang guru hampir sama dengan tugas seorang Rasul. Dari pandangan itu dipahami, bahwa tugas pendidik
sebagai "warasal al-anbiya" yang pada hakikatnya mengemban misi rahmat li al-alamin, yakni
suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum
Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian
yang berjiwa tauhid. kreatif, beramal
saleh dan bermoral tinggi.
Menurut al-Gazali, tugas pendidik yang
utama adalah, menyempurnakan, membersihkan,
menyucikan hati manusia untuk ber-taqarrub
kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd
al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas
pendidik. Pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai
pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi
pengajaran yakni menginternalisasikan
dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.
Ada
beberapa pernyataan tentang tugas pendidik yang dapat disebutkan di sini antara lain ialah:
a. Mengetahui
karakter murid.
b. Guru harus
selalu berusaha meningkatkan keahliannya, baik dalam
bidang yang diajarkannya maupun dalam cara mengajarkannya.
c. Guru harus
mengamalkan ilmunya, jangan berbuat berlawanan
dengan ilmu yang diajarkannya.
Al-Ghazali
menjelaskan tugas pendidik, yang dapat disimpulkan dengan ilmu yang diajarkannya.
a. Mengikuti jejak
Rasulullah dalam tugas dan
kewajibannya.
b. Menjadi teladan
bagi anak didik.
c.
Menghormati kode etik guru
Kewibawaan Guru
·
Makna Dan Fungsi Kewibawaan
Kewibawaan dalam bahasa lain adalah “gezag” yang
berasal dari kata “zegen” mepunyai arti “berkata”. Jadi, seorang guru
pada perinsipnya adalah orang yang mempunyai kemampuan berkata dengan baik,
sistematis, dan logis. Argumentasi ini sangat rasional berdasarkan fakta
dilapangan (kelas) bahwa apa yang dihadapi guru adalah sama-sama manusia yang
butuh keterampilan komunikasi verbal. Oleh karnanya, apabila guru tidak
terampil bicara akan menjadikan siswa cepat jenuh dan bosan dalam mengikuti
pembelajaran. Jadi seorang guru yang agitator, pandai dalam berbicara menjadi
persyaratan tersendiri dalam proses belajar mengajar. Seorang agitator tidak
hanya lancar atau fasih bicara semata, akan tetapi juga bersuara keras serta
disertai intonasi tidak menoton, dan tidak kaku. Suaranya mampu membawa suasana
kelas menjadi kondusif dan siswapun dinamis. Sebaliknya guru yang tidak
bersuara keras akan memungkinkan siswa berbicara dengan temannya sendiri, apa
lagi jika dalam kelas siswanya banyak.
Guru yang berwibawa adalah guru yang mampu mempengaruhi
anak didik berperilaku sesuai dengan apa yang ia katakan dan ia lakukan. Dan
kemauan siswa yang mau melakukan perintah guru ini bukan sebagai suatu
keterpaksaan, ketakutan, namun atas kesadaran peribadi siswa dan dilakukannya
dengan senang hati. Bahkan siswa beranggapan jika tidak melakukan perintah
guru, maka ia merasa melakukan kesalahan besar. Inilah arti pentingnya guru
yang berwibawa. Ia tidak pernah pusing, susah, dan sedih menghadapi siswa,
karena dengan sendirinya siswa sudah melakukan sendiri meskipun dengan bahasa
isyarat guru.
Perlu dipahami pula bahwa kewibawaan yang dimiliki
seseorang ada yang berupa alamiah dan non alamiyah. Kewibawaan alamiah adalah
kewibawaan yang diperoleh dari suatu keturunan, sepeti, kewibawaan orang tua
(bapak/ibu), pada anaknya. Anak dan pendirinya merasa sungkan atau rikuh pada
bapak-ibunya wawlaupun mereka tidak menjadi pejabat, tidak berpengetahuan, dan
tidak pula berharta. Kewibawaan ini sudah menjadi sunnatullah (hukum
alam) karena orang tua adalah yang melahirkan, merawat, dan membesarkannya
dengan penuh kasih sayang, pikiran, tenaga dan harta.
Kewibawaan non alamiah adalah kewibawaan yang berasal dari
eksternal yaitu dari orang lain yang dianggap mempunyai makna penting dalam
kehidupannya, seperti jabatan, usia lebih tua, harta, dan ilmu pengetahuan.
Kewibawaan ini sebagai bentuk rasa terima kasih antar sesama manusia. Dan
kewibawaan ini diciptakan sedemikian rupa dengan seperangkat persyaratan
pendukung. Contoh kewibawaan guru karena ilmunya telah ditransfer pada anak
didik ssehingga ia menjadi orang yang berguna, kewibawaan pejabat karena kekuasaannya
yang dapat mengangkat dan menghambat karir staf atau bawahan, kewibawaan orang
kaya karena dapat mengangkat atau memberi lapangan kerja untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
Dua macam sumber kewibawaan di atas sudah menjadi hak
setiap manusia untuk dimilikinya, orang yang sudah tidak ingin memiliki
kewibawaan ibarat orang hidup dalam kematian, ia tidak semangat dalam hidup,
pasif, apatis, skeptis, putus asa dan stress. Demikian pula, apabila guru sudah
tidak ingin berwibawa maka dalam mengajar, ia dapat dipastikan tidak rajin,
suka bolos, tidak berwawasan berpengetahuan luas, tidak mau tahu kesulitan
belajar anak didik, tidak ingin anak didiknya pandai, tidak mau tahu perkembangan
siswa, dan ironis lagi adalah suka mencaci, membenci, mau menang sendiri dan
memarahi peserta didiknya alasan yang tidak jelas.
·
Kewibawaan Guru Dalam Kelas
§ Kewibawaan sikap
Sikap merupakan gejala perilaku
seseorang (siswa) ketika merespon stimulan
yang sedang dihadapi. Wujud sikap siswa ketika merespon stimulan ada
yang positif dan negatif, ada yang
suka/gembira ada yang benci/sedih, ada yang semangat dan ada yang biasa-biasa saja, ada yang taat penuh dan ada yang terpaksa. Langeveld mendiskrepsikan sikap ketaatan siswa terhadap guru dengan istilah volgen
dan gehoorzamen. Volgen, yaitu
sikap menurut, mengakui kekusaan orang lain yang lebih besar karena paksaan atau takut. Dengan demikian ketaatan ini tidak merupakan ketaatan yang sebenarnya. Gehoorzamen adalah sikap menurut, mengakui kewibawaan orang lain yang memerintah dirinya dengan suatu ikatan dan
kesadaran penuh. Jadi sikap ketaatan
ini menunj ukkan kesungguhan karena kewibawaan
orang lain pada dirinya.
Kewibawaan
sikap merupakan bagian dari ranah afektif selain kemauan menerima, menanggapi, berkeyakinan, penerapan karya, dan ketekunan.
Menerima, berarti sikap yang berupa memperhatikan
untuk memperoleh sesuatu dari obyek sebagai
rangsangannya, seperti; menerima pendapat gagasan orang lain dari buku yang telah dibaca,
menerima saran orang lain dengan baik, dan menerima perintah orang lain yang dapat memberi manfaat dirinya.
Menanggapi, adalah suatu sikap dalam mcrespon
stimulan dengan penuh perhatian, antusias,
proaktif, seperti; diskusi kelas, menyelesaikan tugas eksperimen di
laboratorium, dan menjawab pertanyaan guru.
Berkeyakinan, adalah
sikap untuk menerima sistem nilai, norma,
dan etika, seperti memberi penghargaan, kepercayaan, atau kesungguhan
dalam melakukan sesuatu yang lebih baik.
Penerapan karya, merupakan sikap menerima pada berbagai sistem nilai, moral, atau etika yang berbeda-beda berdasarkan suatu sistem nilai yang tinggi dan lebih baik.
Ketekunan, yaitu
sikap yang memiliki sistem nilai, moral, atau
etika paling tinggi untuk menyesuaikan diri dalam berperilaku dan dijadikan dasar dalam melihat
sesutu secara obyektif.
Kewibawaan sikap
tersebut, guru hendaknya mampu menanamkan
kepada siswanya secara utuh, tidak sepotongpotong. Siswa mempunyai sikap saling menghargai antar teman, terutama kepada guru. Dengan kewibaan guru
yang berbentuk sikap dalam kelas ini, tentu akan menjadikan proses pengajaran berjalan efektif dan efisien.
§ Kewibawaan Kognitif
Kognitif
merupakan representasi dari kecerdasan intelektual untuk memiliki pengetahuan. Intelektual siswa diwujudkan dalam kemampuan otak yang menjadi
ukuran untuk mampu mengetahui
dan menerima bahan ajar untuk disimpan dalam otak. Dalam teori otak manusia dibagi menjadi tiga
tingkatan, yaitu reptil,
limbik dan neokorteks. Otak reptil, adalah otak sederhana (seperti jenis hewan reptil yang juga mempunyai otak) dengan tugas utamanya
mempertahankan diri, seperti mampu menguasai
detak jantung dan sistem perdaran darah secara
otomatis. Otak limbik, yaitu otak sedang (tengah) yang fungsinya mengontrol emosi dan menyimpan
informasi dalam waktu lama untuk
dapat dipanggil lagi manakala dibutuhkan. Otak neokorteks, yakni otak tingkat tinggi yang tugas utamanya berbahasa, berpikir abstrak, memecahkan masalah, merencanakan ke depan, bergerak dengan baik, dan
berkreasi.
Untuk itu,
guru hendaknya berwibawa dalam kelas melalui penguasaan materi ajar dengari menggunakan kemampuan
otak yang maksimal.
Kewibawaan ini dapat ditempuh dengan langkah:
Pengetahuan,
merupakan kumpulan
dari obyek yang hendak diketahui
oleh siswa. Pengetahuan ini dapat dijadikan siswa untuk menjadi orang pandai, kuat
ingatan, atau berwawasan luas
sebagai bahan kehidupan yang lebih baik. Oleh karenanya, sebelum guru menyampaikan pengetahuan
kepada siswa hendaknya
dipersiapkan secara matang sehingga siswa puas dapat termotivasi dan gurunya pun berwibawa.
Pemahaman, adalah aktivitas untuk memahami sesuatu dengan cara menginterpretasikan, menjelaskan, dan
mampu membuat kesimpulan untuk dijadikan suatu konsep, prinsip, teori, atau dalil. Disinlah guru memegang peranan
penting untuk dapat menafsirkan mata
pelajaran, baik yang terdapat dalam
hahan ajar (buku teks) maupun dalam menafsirkan lingkungan atau alam. Penerapan,
adalah kemampuan untuk menjelaskan
atau menafsirkan materi ajar yang
sudah disampaikan kepada siswa untuk
diterapkan dalam situasi baru, yaitu kemampuan menerapkan konsep, prinsip, teori atau dalil sesuai dengan kemampuan
siswa masing-masing. Dengan demikian, guru benar-benar menjadi berwibawa
di hadapan siswanya.
Analisis, yaitu kemmpuan guru dalam mengidentifikasi
atau menjabarkan materi ajar menjadi
bagian-bagian yang mempunyai hubungan antar satu dengan lainnya sehingga bagian-bagian tersebut menjadi utuh dan mudah
dimengerti. Disinilah guru mempunyai
tugas yang agak berat karena tingkat analisis
siswa berbeda-beda.
Sintesis, yakni kemampuan guru
dalam menyatukan bagianbagian yang
sudah terpisah sesuai sifat dan jenis masalah yang terdapat dalam materi
pelajaran sehingga menjadi bagian yang utuh. Dalam hal ini guru menyajikan
data, fakta dan informasi untuk diolah dan
dirumuskan sehingga menjadi pola yang terstruktur
dengan baik. Jadi, guru dalam kelas hendaknya mampu membentuk siswa
berkemampuan kognitif-sintesis sehingga
melahirkan kewibawaan guru itu sendiri.
Evaluasi, adalah kemampuan guru untuk mengadakan penilaian atas hasil belajar siswa
berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan dalam bidang materi ajar. Kegiatan evaluasi ini mensyaratakan ketelitian guru terhadap
tahapan-tahapan belajar siswa. Dengan evaluasi ini, guru diharapkan pula obyektif sehingga mampu menjadikan
siswa percaya, taat, dan tunduk
kepadanya dengan sungguh-sungguh, tidak hanya sekedar ketakutan yang terpaksa.
§ Kewibawaan Keterampilan
Keterampilan merupakan wujud siswa
dalam menerapkan suatu
teori. Artinya, siswa tidak hanya diharapkan pandai dalam ranah afektif (sikap), kognitif
(intelektual) semata, akan tetapi keterampilan siswa dalam menerapkan sesuatu menjadi keniscayaan untuk menjadi siswa yang
berhasil dalam belajar. Guru
akan berwibawa dalam kelas apabila ia terampil menerapkan
sesuatu yang sesuai dengan materi pelajaran kepada siswanya. Kewibawaan keterampilan guru ini dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut;
Persepsi, yaitu kesanggupan guru dalam memandang materi pelajaran dengan cara membuka peluang
siswa untuk berpikir dan
berbuat sesuai dengan bahan ajar yang akan dinelajari. Dalam hal ini guru menyruh siswa untuk
menggunakan keterampilan
indranya, seperti; tangan terampil memainkan alat musik, kaki terampil memainkan bola, mata terampil membaca, telinga terampil mendengankan
mata pelajaran yang disampaikan
pada guru, dan lain-lainnya.
Kesiapan, yakni guru mempersiapkan diri materi pelajaran sesuai
dengan tujuan siswa untuk menjadi terampil. Kesiapan in i beraksentuasi pada melakukan
kegiatan yang dilandasi kesiapan
mental, kesiapan fisik, kesiapan, clan kesiapan emosional. Apabila guru mampu melakukan kesiapan
tersebut, maka guru akan
mudah menjadikan siswa terampil dalam melakukan kegiatan yang i:nbasnya adalah guru benar-benar
berwibawa.
Mekanisme, merupakan bentuk kewibawaan guru di dalam kelas dengan cara terampil menanggapi bahan ajar
yang telah disampaikan kepada siswa
atas dasar pertanyaan dan permasalah siswa.
Disinilah, guru membentuk kebiasaan siswa sehinggasecara mekanik-otomistis siswa mahir
dan terampil menjalankan kegiatan
pembelajaran.
Respon terbimbing, guru mengajar di dalam kelas untuk tahapan ini adalah memerintah anak untuk mengikuti dan mengulangi hingga sampai pada hasil keterampilan
yang benar. Siswa pun disuruh untuk melakukan sesuatu yang berupa uji coba berdasarkan tanggapan dan kemampuan
keterampilannya masing-masing dengan
bimbingan seorang guru.
Kemahiran, yaitu guru mengajar di dalam kelas dengan tingkat kemapanan siswa. Artinya, siswa dibentuk keterampilannya
untuk berbuat sesuatu sehingga hasilnya lebih baik dan waktunya lebih cepat. Disinilah kewibawaan guru akan menjadi bertambah di hahadapan siswa.
Adaptasi, yaitu guru mengajar di dalam kelas dengan menggunakan
pendekatan individual siswa. Siswa diberi kesempatan
untuk berkembang sendiri dengan cara mampu memodifikasi pola gerak, berbuat, dan bertindak sesuai dengan kebutuhannya.
Originasi, yaitu kewibawaan guru dalam
mengajar di kelas untuk menjadikan siswa terampil dalam menciptakan sesuatu dengan sendirinya, tanpa bimbingan guru secara
langsung. Seperti; siswa terampil
membuat komputer, siswa terampil membuat
pola pakaian, siswa terampil membuat desain rumah yang aman dan nyaman, clan lain sebagainya.
·
Kewibawaan Guru dalam Lingkungan
Guru disamping sebagai
makhluk individu juga makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, ia
mempunyai kewajiban untuk menata dirinya sendiri dengan tanpa melibatkan orang lain. Dan sebagai makhluk sosial, ia mampu
berinteraksi ditengah-tengah
masyarakatnya dengan baik dan benar serta diharapkan menjadi orang orang lain sebagaimana dirinya sendiri.
Lingkungan
Keluarga kemasyarakatan adalah komunitas terkecil dalam setting kehidupan sosial. Maklum adanya, bahwa kehidupan keluarga selalu mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan masyarakat
global. Dulu peran ayah sangat dominan, sekarang peran ibu menuntut kesejajaran ayah. Dulu seorang
bapak mencari nafkah
sepenuhnya untuk memmenuhi kebutuhan keluarga, sekarang ibu pun tidak mau ketinggalan untuk menopang kebutuhan keluarga. Dulu,
keluarga, bapak-ibu, tidak menjadi
masalah dalam memproduksi anak sebanyak banyaknya, sekarang hal ini menjadi problematika
besar.
Demikian
pula, dulu guru mempunyai tempat yang terhormat di sekolah, keluarga, dan masyarakat, sekarang
posisi tersebut sudah
bergeser menjadi paradigma yang sudah biasa, tanpa kelebihan yang berarti. Dulu guru benar-benar
dihormati siswa, sekarang
banyak guru yang dibenci siswa. Untuk itulah, guru dituntut untuk membenahi keluarganya sendiri
sebelum membenahi orang lain.
Kewibawaan guru dalam keluarga pada prinsipnya menjadi hak dan kewajiban guru itu sendiri, terutama guru
laki-laki yang mernang menjadi pemimpin keluarga dalam perspektif sejarah dan agama, yaitu orang laki-laki menjadi
pemimpin istri dan anak-anaknya walaupun situasi sekarang sudah tidak menghendaki
seperti itu.
Dalam hal ini kewibawaan pendidikan dalam keluarga oleh
seorang guru (bapak atau ibu) berarti berperan ganda, satu sisi sebagai kepala
atau wakil kepala keluarga dan sisi lain sebagai guru bagi anggota keluarganya.
Peraturan-peraturan dalam keluarga pun dibuat sedemikian rupa sehingga
menghendaki semua aggota keluarga untuk
mentaatinya. Walaupun peraturan dalam
keluarga tidak begitu formal sebagaimana peraturan dalam pendidikan sekolah.