Sabtu, 28 April 2012

PSIKOLOGI

HUKUMLAH ANAK, TETAPI…
Oleh: M. Zamroni, M.H.I
MUKADDIMAH
Segala puji hanya milik Allah Pencipta semesta alam, shalawat serta salam untuk Rasulullah Saw. terucap siang dan malam.
Dalam proses pendisiplinan dan pemberian hukuman kepada anak melahirkan masalah baru. Orang tua yang perhatian terhadap pendidikan anaknya akan terus berpikir tentang cara yang tepat untuk mendidik anaknya. Begitu juga mereka akan mencari cara yang paling berhasil dalam pemberian hukuman ketika anak berbuat salah dan kapan cara tersebut harus digunakan. Juga sejauh mana hukuman tersebut berpengaruh pada diri anak.
Berhubungan dengan permasalah itulah maka “Hukumlah Anak Tetapi...”. di dalamnya membahas tentang menghukum anak ketika berbuat salah, bagaimana pandangan Islam tentang hal tersebut, dan tentang tingkat hukuman. Semoga bermanfaat.

MAKNA SEBUAH HUKUMAN
Apakah hukuman itu?
Hukuman adalah sesuatu yang tidak diinginkan menimpa badan atau jiwa baik secara kongkrit maupun abstrak, langsung ataupun tidak langsung, dengan tujuan untuk mendorong anak untuk melakukan sesuatu yang baik, meninggalkan sesuatu yang jelek, untuk merubah anak atau pun meluruskannya, sesuai dengan yang diajarkan syariat. Dan sekiranya hukuman itu tidak diberikan, anak akan terus melakukan kesalahan dan tidak menjadi sadar.
Pemberian hukuman terdapat dalam syariat. At-Thabrani meriwayatkan:
أَنَّ رَجُلاً يُقَالُ لَهُ حَرِيٌّ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُلَ اللهِ، إنَّ أَهْل] يَعْصِمُونِي.. فَبِمَ أُعَاقِبُهُمْ؟ قَالَ: تَعفُو، ثُمَّ قَالَ الثَانِيَّةَ حَتَّى قَالَها ثَلاَثًا.. قال: إنْ عَاقَبْتَ فَعَاقِبْ بِقَدْرِ الذَّنْبِ و اتَّقِ الوَجْهَ.
bahwa seseorang yang bernama Hariy datang kepada Nabi Saw. kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, keluarga saya menentang saya, dengan apa saya harus hukum mereka?”, beliau menjawab, “Maafkan saja”. Hariy pun mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali. Rasulullah Saw. menjawab, “Jika kamu ingin menghukumnya, maka hukumlah sesuai dengan kesalahan yang diperbuat dan jauhilah wajah”.
Sahabat tersebut bertanya kepada Nabi Saw. mengenai hukuman untuk anak atau isitrinya yang diperbolehkan oleh syariat Islam. Maka Nabi Saw menganjurkannya untuk memaafkan dan toleran terhadap kesalahan mereka. Tetapi jika ingin tetap menghukum, maka beliau memerintahkan untuk memberi hukuman yang sesuai dengan kesalahan yang dilakukan dengan syarat tidak dikenakan pada anggota badan yang terhormat yaitu wajah.

Pendapat mereka tentang hukuman
Ibnu Khaldun berkata di dalam bukunya Muqaddimah, “Orang yang dididik dengan kekerasan yang membuatnya tertekan justru (hukuman yang keras tersebut) akan menghilangkan semangatnya dan membuatnya menjadi malas. Mendorongnya untuk berbohong karena takut akan siksaan yang bisa menimpanya. Mengajarkan untuk menipu. Yang akhirnya itu semua menjadi akhlak buruk yang tertanam dalam dirinya sehingga hilanglah sifat kemanusiaan yang ada pada dirinya”.
Ibnu Sahnun berkata, “Hindarilah memberi hukuman berupa pukulan terutama pada kepala anak atau wajahnya, dan jangan pernah menghukum anak dalam keadaan marah”.
Sejarah pun mencatat, Khalifah Harus Ar-Rasyid pernah meminta kepa guru anaknya, “Didiklah dia sekuat tenagamu dengan lemah lembut. Namun jika dengan cara itu dia tidak mentaatimu, didiklah dia dengan tegas”.
Walupun hukuman itu dibolehkan sebagai metode dalam mendidik di dalam Islam, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa yang utama ketika berinteraksi dengan anak-anak adalah penuh kasih sayang dan lemah lembut. Bukankah Allah Swt. telah berfirman:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”.(QS. 3:159).
قال رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَلِّمُوا وَ لاَ تَعْنفُوا فَإِنَّ المُعَلِّمَ خَيْرٌ مِنَ المعنف.
Rasulullah Saw. bersabda, "Mengajarlah dengan cara yang baik dan janganlah berbuat kekerasan, karena pengajar itu lebih baik dari pada pelaku kekerasan".

Amerika tanpa hukuman
Hukuman adalah wasilah untuk memperbaiki umat, mengobati penyakit bangsa, dan untuk mengevaluasi diri pribadi. Umat yang hidup tanpa memberikan hukuman kepada yang berbuat salah adalah umat yang rusak. Dan contoh yang paling tepat adalah bangsa Amerika. Para ahli pendidikan di sana sangat menghindari hukuman dan sangat tidak menyukainya. Hasilnya Presiden Kenedy pada tahun1962 meneriakkan, bahwa masa depan Amerika berada di ujung tanduk, karena para pemudanya telah rusak dan tenggelam dalam hawa nafsu dan tidak mampu untuk memikul tanggung jawab di pundaknya. Dari setiap tujuh orang yang ikut wajib militer, enam di antaranya berprilaku tidak baik. Karena terlepas dari tanggung jawab dan tuntutan moral membuat mereka rusak baik dari sisi fisik dan psikisnya.

Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian hukuman
Dalam menggunakan berbagai macam metode hukuman kita harus ingat bahwa setiap anak mempunyai pribadi yang berbeda-beda. Di antara mereka ada yang cukup dengan isyarat saja, ada yang tidak takut kecuali dipelototi, ada yang bisa berubah setelah didiamkan (tidak ditanya.diajak bicara) beberapa lama, dan ada juga yang harus diberi hukuman dalam bentuk pukulan. Orang tualah yang paling tahu hukuman yang cocok untuk anaknya dari pengalaman selama berinteraksi dengan anak.
Demikian juga, kita tidak boleh lupa bahwa hukuman itu bermacam-macam sesuai dengan kesalahan yang dilakukan anak. Sebagian kesalahan, ada yang tidak layak untuk dihukum dan ada juga yang memang harus dihukum dengan hukuman yang keras agar kesalahannya tidak terulang kembali.



Jangan seperti ini
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، ((شَرُّ النَّاسِ الضَّيِّقُ عَلَى أَهْلِهِ)). قالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ، و كَيْفَ يَكُونُ ضَيِّقًا عَلَى أَهْلِهِ؟ قَالَ: الرَجُلُ إِذَا دَخَلَ بَيْتَهُ خَشِعَتْ امرَأَتَهُ وَ هَرَبَ وَلَدَهُ وَفَرَّ، فَإِذَا خَرَجَ ضَحِكَتْ امرَأَتَهُ وَ اسْتَأْنَسَ أَهْلُ بَيْتِهِ.
Rasulullah Saw. besabda, "Seburuk-buruknya manusia adalah orang yang membuat sempit terhadap keluarganya". Para sahabat bertanya, "Bagaimana seseorang bisa berbuat sempit terhadap keluarganya senidri , wahai Rasulullah?", beliau menjawab, "Seseorang yang apabila masuk ke rumahnya membuat istrinya merasa takut dan anaknya menjauh. Dan jika ia keluar rumah, istri dan anggota rumahnya merasa senang".
Itulah gambaran seorang ayah yang berwajah garang dan berhati keras yang membangun pemisah antara dirinya dengan anak-anaknya melalui sifat kerasnya itu. Setiap hari suasana di rumah selalu tegang. Dan Nabi Saw. mensifati orang yang seperti itu sebagai manusia yang paling jelek. Sedangkan orang tersebut menyangka bahwa dengan caranya yang keras itu bisa mendidik anak-anaknya untuk bisa serius dan sungguh-sungguh, padahal hasil apa yang akan di dapat dengan kekerasan seperti itu?
Ingat bahwa balasan dari perbuatan itu sesuai dengan perbuatannya. Karenanya, kekerasan hanya akan menghasilkan kebencian anak-anak. Dan ketika mereka tumbuh dewasa mereka akan membalasnya dengan cara yang lebih kasar.

Agar hukuman Anda membuahkan hasil
Jika Anda ingin hukuman yang Anda berikan membuahkan hasil, maka Anda harus memperhatikan beberapa hal di bawah ini:
-               Janganlah Anda melakukan sesuatu yang Anda larang untuk anak Anda, karena anak akan merasa disakiti dan hilang percaya dirinya.
-               Jangan hukum anak Anda di depan teman-temannya.
-               Jangan terlalu banyak mengancam hukuman tanpa pernah ada yang dilakukan karena anak akan menganggap remeh arti hukuman.
-               Jangan larang anak Anda menangis ketika dikenakan hukuman.
-               Jangan mengancam anak dengan sesuatu yang abstrak atau tidak ada, seperti menakut-nakutinya dengan hantu.
-               Anda harus terangkan kepada anak agar ia mengerti kenapa dirinya harus dihukum. Sehingga ia bisa menangkap adanya hubungan antara hukuman sebagai akibat dengan suatu pelanggaran sebagai sebab.
-               Jangan hukum anak Anda karena melakukan sesuatu yang tidak penting.
-               Tidak ada alasan untuk menghukum anak jika kejadiannya sudah terjadi lama.
-               Jangan pernah menantang anak ketika ia sedang dihukum sampai ia menunjukkan kekuatannya ketika menjalani hukuman karena itu bisa melahirkan sifat sombong.

Hati-hati dari mendoakan kejelekan untuk anak
Sebagian ibu ada yang menghukum anak mereka dengan mendoakan kejelekan untuk mereka, terlebih lagi dalam keadaan emosi dan marah yang sangat, atau juga saat tidak ada lagi pilihan hukuman dengan cara yang lain. Para ibu itu tidak sadar kalau Allah bisa saja mengabulkan doanya tersebut.
قال صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَ لاَ تَدْعُوا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ وَ لاَ تَدْعُوا عَلَى خَدَمِكُمْ وَ لاَ تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ، وَ لاَ تُوَافِقُوا مِنَ اللهِ سَاعَةً نِيْلَ فِيْهَا عَطَاءٌ، فَيَسْتَجِيْبُ لَكُمْ.
Rasulullah Saw. bersabda, "Janganlah kalian mendoakan yang jelek terhadap diri kalian sendiri, jangan juga kepada anak-anak kalian, pembantu kalian, dan harta yang kalian miliki. Karena bisa saja doa kalian itu terjadi pada waktu yang Allah jadikan mustajabnya doa, sehingga Dia mengabulkan doa kalian itu".

Apa yang harus dilakukan setelah hukuman?
Apabila orang tua melihat setelah anak diberi hukuman ia menjadi berubah (baik), maka orang tua harus bersikap ramah dan lemah lembut kepada anak. Orang tua harus mengganti hukuman yang telah diberikannya itu dengan rasa kasih sayang dan belaian yang menunjukkan bahwa mereka mencintainya. Itulah juga yang dicontohkan oleh Nabi Saw. saat Ka'ab bin Malik selesai menjalani hukuman atas ketidakikutsertaannya dalam perang Tabuk tanpa adanya halangan. Hukuman tersebut berupa diasingkan—tidak boleh diajak bicara ataupun menjawab omongannya—selama 50 hari. Maka ketika diumumkan bahwa Ka'ab telah diterima taubatnya (setelah selesai 50 hari). Orang-orang berduyun-duyun mengucapkan selamat kepadanya, ketika ia sedang dalam perjalanan menuju Rasulullah Saw.. Setelai sampai, ia mendapati Rasulullah dengan wajah berseri-seri dan penuh rasa bahagia. Beliau berkata kepada Ka'ab, "Aku beritakan kabar gembira untukmu bahwa hari hukumanmu telah berakhir".

Di bawah ini beberapa bentuk hukuman yang disyariatkan:
  1. Teguran
  2. Memberikan pengertian
  3. Menjauhkan apa yang disenangi anak
  4. Celaan
  5. Mendiamkan anak (tidak diajak bicara)
  6. Pukulan

TEGURAN YANG BAIK
Teguran adalah bentuk hukuman yang paling ringan. Imam Al-Ghazali pernah menerangkan hukuman dalam bentuk teguran ini sebagai cara untuk memperbaiki kesalahan anak, "Hendaklah orang tua menghukum anaknya tidak di hadapan orang lain. Dan katakanlah kepada anak, 'kamu tidak boleh melakukan hal itu lagi'. Juga jangan terlalu sering memberi teguran atau pun peringatan, karena jika anak terlalu sering mendengar peringatan dan ancaman ia jadi merasa rendah diri dan minder".

عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ بِسْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: بضعَثَنِيْ أُمِّي إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِقَطْفٍ من عِنَبٍ فَأَكَلتُهُ، فَقَالَتْ أُمِّي لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: هَلْ أَتَاكَ عََبْدُ اللهِ بِقَطْفٍ؟ قَالَ: لاَ، فَجَعَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا رآنِي قَالَ: غُدَرٌ غُدَرٌ.
Dari Abdullah bin Bisr ia berkata, "Ibuku pernah menyuruhku untuk membawakan setandan anggur untuk Rasulullah Saw.. Tetapi, anggur itu aku makan di jalan. Ibuku bertanya kepada Rasulullah Saw., "Apakah Abdullah sudah sampai kepadamu dengan membawa setandan anggur untukmu?", beliau mejawab tidak. Maka ketika Rasulullah melihatku, beliau menegurku dengan mengatakan, "ghudar, ghudar (pengkhianat)".
Apa yang dilakukan oleh Nabi Saw. tersebut adalah sebagai usaha untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan seorang anak bernama Abdullah bin Bisr. Ketika ibunya menyuruhnya untuk membawa amanat untuk Rasulullah berupa setandan anggur. Tetapi sang anak tidak menyampaikan amanat tersebut dan malah memakan semua anggur yang dibawanya itu. Lalu apakah yang dilakukan Nabi Saw.? Nabi Saw. menegur anak tersebut atas kesalahannya dengan bentuk sindiran yang menyerupai canda. Ghudar artinya pengkhianat, Nabi Saw. mengatakan kata-kata itu kepada anak tersebut agar ia mengerti bahwa apa yang dilakukannya itu salah dan supaya ia tidak mengulanginya untuk yang kedua kalinya.

Kekerasan tidak ada manfaatnya
Dari apa yang telah disebutkan sebelumnya, jelaslah bagi kita bahwa bersikap keras dan kasar, seperti sering memukul, semuanya itu tidak ada manfaatnya. Karena ada cara lain yang penuh dengan kelemahlembutan untuk memperingati anak dari kesalahannya  yaitu dengan cara menegur dan menyindir, atau juga dengan cara membiarkan anak tanpa mengajaknya bicara beberapa waktu. Kekeraan hanya akan menjauhkan kita dari suasana keluarga yang penuh dengan cinta kasih dan sayang.

MEMBERIKAN PENGERTIAN
عَنْ رَافِعٍ بنِ عَمْرٍو الغِفَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قال: كُنتُ غُلاَمًا أَرْمِي نَخْلَ الأَنْصَارِ، فَأُتِيَ بِيْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ لِي: لِمَ تَرْمِي النَخْلَ؟ قُلْتُ: لآكُلَ، فَقَالَ: لاَ تَرْمِ النَّخْلَ وَ كُلْ مَا سَقَطَ فِي أَسْفَلِهَا ثُمَّ مَسَحَ رَأْسِي، وَ قَالَ: اللهُمَّ أَشْبِعْ بَطْنَهُ.
Dari Rafi bin Amr Al-Ghifari, ia berkata, "Ketika aku masih kanak-kanak, aku pernah melempari pohon kurma milik kaum Anshar. Maka aku dibawa menghadap Rasulullah Saw.. Beliau bertanya kepadaku, "Kenapa kamu melempari pohon kurma itu?", aku menjawab, "Karena aku ingin memakannya". Beliau berkata, "Janganlah kamu melemparinya, makan saja yang sudah terjatuh ke tanah", kemudian beliau mengusap kepalaku sambil berkata, "Ya Allah kenyangkanlah perut anak ini".
Beginilah cara Rasulullah Saw. menghadapi seorang anak yang berusaha mencuri.
1.      Permasalahan: Seorang anak yang kelaparan melempari pohon kurma dengan batu agar ia bisa mengambil sebagian buahnya untuk ia makan. Sebagian orang menganggap itu sebagi pencurian sehingga membawanya menghadap Nabi Saw. untuk memutuskan perkaranya.
2.               Langakah-langkah penyelesaian masalah:
-          Nabi Saw. menanyakan sebab anak tersebut melalukan perbuatannya itu.
-          Sang anak menjawab bahwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tersebut adalah rasa lapar dan bukan tujuan untuk bertindak kriminal.
-          Nabi Saw. berpikir cara apa yang sesuai dengan masalah anak ini yang melempari pohon kurma bukan dengan niat mencuri akan tetapi dikarenakan kelaparan, maka Nabi Saw. memutuskan untuk menggunakan cara yang sesuai dengan keadaan anak tersebut sebagai solusi dari permasalahannya.
Cara yang ditempuh Rasulullah adalah memberikan pengertian kepada anak tersebut dengan cara yang penuh kasih sayang, beliau berkata kepada anak itu, "Janganlah kamu lempari pohon kurma itu makan saja apa yang sudah di tanah", kemudian beliau mengusap kepalanya sambil mendoakannya, "Ya Allah kenyangkanlah perut anak ini".

MENJAUHKAN ANAK DARI APA YANG DISENANGINYA
Cara ini dianggap sebagai salah satu cara yang sangat berpengaruh kepada anak yang dihukum, terlebih lagi ketika sesuatu yang dijauhkan itu adalah sesuatu yang sangat disenangi anak. Contohnya seperti, jika anak sangat senang bermain sepak bola, maka ketika ia dijauhkan dari sepak bola adalah hukuman yang berat baginya, bahkan mungkin lebih baik dihukum dengan pukulan daripada harus diajuhkan dari sepak bola.
Tetapi pelarangan ini akan berbeda antara satu anak dengan yang lainnya tergantung kepada tabiat anak tersebut. Kecuali ada beberapa hal yang sudah pasti disenangi semua anak seperti uang jajan dan bermain keluar rumah.

CELAAN
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَابَبْتُ رَجُلاً فَعَيَّرْتُهُ بِأُمِّهِ- قَالَ لَهُ: يا ابْنَ السَودَاءِ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَا أَبَا ذَرٍّ أ عَيَّرتَهُ بِأُمِّهِ إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيْكَ جَاهِلِيَّةٌ.. إِخْوانُكُم خَوْلُكُمْ.. جَعَلَهُمُ اللهُ تَحْتَ أَيدِيْكُم.. فَمَنْ كَانَ أَخُوْهُ تَحْتَ يَدِهِ فَلْيُطْعِمْهُ مِمَّا يَاْكُلُ.. وَ لِيَلْبَسْهُ مِمَّا يَلْبَسُ.. وَ لاَ تُكَلِّفُوهُم من العَمَلِ مَا لا يُطِيْقُوْنَ.. إِنْ كَلَّفْتُمُوهُم فَأَعِيْنُوهُم.
Dari Abu Dzar, ia berkata, "Aku pernah menghina seseorang dengan menyebut nama ibunya". "Hai anak perempuan hitam". Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Wahai Abu Dzar kamu menghinanya dengan menyebut-nyebut nama ibunya, kamu adalah seorang yang masih mempunyai sifat jahailiyyah pada dirimu. Saudaramu adalah pembantumu yang Allah jadikan sebagai tanggung jawab untukmu. Maka barang siapa yang saudaranya menjadi tanggung jawab dirinya, hendaklah ia memberinya makan dari yang ia makan, memberinya pakaian dari yang ia pakai, dan janganlah kamu membebaninya dengan pekerjaan yang tidak mampu ia kerjakan. Dan jika memberi pekerjaan maka bantulah ia.
Nabi Saw. memperbaiki kesalahan sahabat tersebut dengan celaan "Kamu adalah seorang yang masih mempunyai sifat jahiliyyah pada dirimu".

Celalah mereka sebentar saja!
Para pendidik sering menggunakan celaan sebagai cara dalam mendidik, tetapi celaan yang dilakukan sebentar saja adalah cara yang paling berhasil. Dr. Spencer Jones mengatakan dalam bukunya, "Ayah one minute adalah jika anak Anda melakukan perbuatan salah, lihatlah langsung ke arah matanya dengan pandangan yang tajam. Kemudian, peringatilah dia dengan singkat atas apa yang telah dikerjakannya, jangan lebih dari beberapa detik saja. Buatlah anak sadar bahwa Anda sedang marah karena kelakuannya. Biarlah anak merasakan apa yang Anda rasakan selama setengah menit saja. Biarkan dia merasakan bahwa celaan yang Anda lontarkan hanya sekedar cara dan bukan tujuan. Setelah itu ambil nafas yang dalam, kemudian tenangkan diri Anda. Lalu, lihatlah ke arah anak Anda selama setengah menit juga dengan cara yang membuat dia tahu bahwa Anda menyayanginya tetapi tidak senang dengan kelakuannya saja. Beritahukan kepadanya bahwa dia anak yang baik, Anda menyenanginya, tetapi hanya tidak suka dengan tingkah lakunya itu. Dan Anda mencelanya karena sayang kepadanya. Selanjutnya rangkullah dia ke dalam pelukan Anda. Peluklah dia dengan kuat sampai dia merasa bahwa marah Anda sudah berakhir".

Perhatikan baik-baik!
Celaan yang sedang kita bicarakan di sini berbeda dengan cacian dan penghinaan. Celaan adalah cara yang lunak di dalam proses pendisiplinan anak yang sesuai dengan cara yang dilakukan Nabi Saw.. Adapun cacian dan penghinaan hanya akan melahirkan perasaan dan sifat jelek pada diri anak, seperti, minder, rendah diri, dan iri terhadap orang lain.
Contoh celaan yang baik seperti, "Masuk akal tidak nilai kamu seperti ini", "Kemanakan semua pelajaran yang telah kamu pelajari selama ini".
Contoh cacian dan hinaan yang jelek seperti, memanggil anak dengan ungkapan yang jelek di depan teman-temannya yang membuat anak merasa rendah diri dan minder. Contohnya seperti, hai tolol, hai dungu.

MEMBIARKAN ANAK DAN MENJAUHINYA
Membiarkan anak dan menjauhinya dianggap sebagai salah satu cara untuk menghukumnya berupa hukuman psikis. Sejauh mana cinta anak kepada orang tuanya, maka sejauh itu pula perasaan sedih yang dirasakan anak ketika diuhukum dengan cara tersebut. Dimana rasa sedih karena didiamkan itu bisa membuatnya merasa kehilangan rasa cinta dan sayang yang biasa dia dapatkan.
Al-Bukhari meriwayatkan:
أَنَّ كَعْبَ بْنَ مَالِكٍ حِيْنَ تَخَلَّفَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِيْ تَبُوكٍ قَالَ: نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنْ كَلاَمِنَا وَ ذَكَرَ خَمْسِيْنَ لَيْلَةً حَتَّى أَنْزَلَ اللهُ تَوْبَتَهُم فِي القُرآنِ الكَرِيْمِ.
bahwa Ka'ab bin Malik ketika tidak ikut perang Tabuk bersama Nabi Saw. karena tertinggal, ia berkata, "Nabi Saw. melarang orang-orang untuk mengajakku bicara selama 50 malam sampai Allah menerima taubatnya melalui ayat Al-Qur'an yang turun".

Jangan terlalu lama mendiamkan anak!
Jangan terlalu lama mendiamkan anak Anda. Sebagaimana Nabi Saw. memerintahkan kita agar dalam melakukan pengasingan tidak lebih dari tiga hari. Dimana pengasingan tersebut jika melebihi batas membuat anak merasa bahwa keberadaannya sudah tidak diterima lagi oleh kedua orang tuanya, yang bisa mendorong lahirnya semangat permusuhan, senang balas dendam, iri, menentang, cemas dan pada akhirnya membuat anak menjadi tertutup. Dan anak tersebut menjadi senang mencari perhatian orang lain dengan cara yang tidak baik.
Semua itu bisa saja menimpa anak Anda jika Anda terlalu lama mengasingkannya sampai melebihi batas. Maka gunakanlah pengasingan sebagai hukuman dengan cara yang baik sehingga anak menyadari kesalahannya.
As-Suyuthi meriwayatkan, bahwa Abdullah bin Umar pernah mengasingkan (mendiamkannya) anaknya, karena dia tidak mengamalkan hadits yang pernah diceritakannya dari Rasulullah Saw. bahwa beliau melarang laki-laki untuk menghalangi istrinya pergi ke masjid.

Contoh mendiamkan anak
Contohnya seperti, kita mengatakan kepada anak, "Karena kamu tadi tidak mengerjakan shalat ashar, ayah tidak akan berbicara kepadamu seharian penuh".

PUKULAN
Pukulan dianggap sebagai jalan terakhir dalam memberikan hukuman. Karena pukulan adalah hukuman yang paling keras. Dan kita tidak boleh menggunakannya kecuali jika semua cara sebelumnya berakhir dengan kegagalan.
Mari kita camkan baik-baik, bahwa pukulan bisa membuat anak menjadi takut sekaligus bingung. Ingatlah perkataan ini, "Pukullah anakmu denga satu tangan saja, dan bermain-mainlah dengannya dengan kedua tangan". "Anak akan patuh hanya kepada perkataan tegas yang diwarnai cinta".

Katakan tidak untuk menjaid ayah yang galak!
Ayah yang bersikap galak di rumah terhadap istri maupun anak-anaknya menyebabkan perasaan takut yang tidak menentu pada diri anak, dan dirinya merasa harus selalu bersiap-siap mempertahankan diri dari segala kekerasan yang akan menimpanya.

Didiklah dengan cara yang baik!
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنَّ مِنْ حَقِّ الوَلَدِ عَلَى الوَالِدِ أَنْ يُحْسِنَ اسْمَهُ وَ أَنْ يُحْسِنَ أَدَبَهُ.
Rasulullah Saw. bersabda, "Di antara hak anak yang menjadi kewajiban orang tuanya ialah memberikan nama yang bagus dan mendidiknya dengan baik". (H.R Baihaqi)
Cara mendidik yang baik adalah dengan melalui berbagai cara seperti memberikan pengajaran, toleransi, celaan, pengasingan. Baru yang paling akhir adalah pukulan. Pukulan memang tidak seperti yang dibayangkan sebagian orang, bahwa sebenarnya pukulan bisa menjadi hak anak di dalam pendidikan.

Pukulan Anda akan berhasil jika...
-               Tidak pernah memukul kecuali setelah menggunakan segala cara sebelumnya.
-          Tidak memukul ke wajah, kepala, dada, dan perut. Adapun wajah, sesuai dengan sabda Rasulullah Saw.,"Dan janganlah memukul wajah". Adapun dada, karena terkadang bisa mengakibatkan kematian. Juga sebagaimana kaidah fiqih mengatakan laa dharar wa laa dhiraar (tidak boleh mendekati sesuatu yang membahayakan atau merugikan).
-          Jangan memukul hanya karena kesalahan sepele, hanya karena Anda sedang marah dan emosi. Karena biasanya dalam keadaan marah dan emosi, orang tua suka menghukum anak dengan alasan yang tidak jelas.
-               Jangan memukul anak di depan saudara atau teman-temannya.
-          Jangan memukul ketika anak melakukan perbuatan salah pertama kalinya. Ketika anak berbuat salah pertama kalinya, hendaklah Anda memberinya pengertian terlebih dahulu dan memaafkannya.
-          Janganlah Anda memukul anak dalam keadaan marah karena bisa membuat anak terluka.
-          Janganlah memukul anak lebih dari sepuluh kali. Sebagaimana yang diajarkan Rasulullah Saw. bahwa beliau tidak pernah memberi hukuman pukulan lebih dari sepuluh kali kecuali hukum had.
-          Janganlah ayah terus yang memukul anak, seharusnya ada pergantian peran dalam memberikan hukuman kepada anak, agar anak tidak merasa bahwa salah seorang dari orang tuanya tidak menyukainya lagi.

Penting sekali!
Alat yang digunakan untuk memukul haruslah memiliki kriteria sebagai berikut:
-               tidak keras
-               tidak tajam
-               tidak terlalu panjang atau besar

Hukuman harus pada tempatnya!
Ada sebagian kesalahan yang dilakukan anak, namun sayang kita terlalu cepat memberikan hukuman tanpa melihat sebabnya terlebih dahulu, mengapa kesalahan itu dilakukan anak. Inilah contoh-contohnya:
  1. Mencuri
Anak terkadang mencuri, namun di belakang itu ada beberapa sebabnya. Seperti tidak kebagian, senang memilikinya, ada juga karena ia tidak bisa membedakan mana yang menjadi miliknya dan mana yang bukan dan berbagai faktor pendorong lainnya.
Maka ketika anak melakukan perbuatan tersebut, kita harus terlebih dulu mencari penyebabnya, baru kemudian mencari hukuman yang sesuai dengan sebabnya itu. Mulai dari memberikan pengertian, celaan, pengasingan, atau menggunakan hukuman yang terakhir yaitu pukulan.
Ingatlah kisah ghudar dan kisah melempari pohon kurma. Hati-hati jangan sampai perbuatan salah anak mendorong Anda untuk menghukumnya di depan teman-temannya atau menggeledah barang-barangnya di hadapan anak.
  1. Berdusta
Demikian juga dengan berdusta, terkadang memiliki berbagai macam sebab, di antaranya: imajinasi anak yang membuatnya tidak bisa membedakan antara kenyataan dan khayalan. Dan yang seperti ini tidak bisa disebut bohong hakiki. Atau juga disebabkan karena takut terhadap sesuatu yang tidak disenanginya atau takut terkena hukuman. Terkadang sebagaian orang tua terlalu terburu-buru dalam memberikan hukuman terhadap anak karena takut anaknya menjadi pendusta. Padahal dengan cara memberikan imbalan berupa pujian atau barang karena kejujurannya akan lebih ampuh dari pada hukuman. Hukuman hanya membuat anak mengakui perbuatan salahnya di sebagain waktu saja.
  1. Mengompol
Dari masalah ini juga kita bisa belajar bahwa sebelum kita memberikan hukuman, kita harus mencari penyebabnya terlebih dulu. Contohnya seperti, terkadang mengompol ini disebabkan oleh kurang baiknya perlakuan orang tua terhadap anak atau membeda-bedakan antara satu anak dengan saudara-saudaranya yang lain. Hal tersebut terkadang disebabkan juga oleh datangnya adik baru sehingga ia merasa kehilangan kasih sayang dari orang tuanya sebagaimana sebelunya.
Yang penting kita harus terlebih dahulu mencari sebab terjadinya kesalahan anak dan memperbaikinya tanpa langsung memberikan hukuman yang keras yang terkadang menambah buruk permasalahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar