Rabu, 05 Oktober 2011

Macam-Macam Talak


MACAM-MACAM TALAK
Oleh: M. Zamroni


A.      Talak Sunni dan Talak Bid’i
Talak dipandang dari aspek sesuai dan tidak sesuai dengan ketentuan syara’ terbagi pada dua bagian; a. Talak sunni dan b. Talak bid’i. Ulama’ fikih beraneka ragam dalam menstandari batasan-batasan talak sunni dan bid’i.
Kalangan Hanafiyah membagi talak kedalam tiga bagian, yaitu: a. Talak ahsan b. Talak hasan dan c. Talak bid’i.
Talak ahsan adalah talak yang suami menjatuhkan talak pada istrinya dengan talak satu, pada masa suci dan tidak disetubuhi pada waktu sucinya serta ia membiarkan (tidak mentalak lagi) pada istrinya sampai iddahnya berakhir dengan tiga kali haid. Talak hasan adalah talak yang dilakukan suami pada istrinya dengan talak tiga, dalam waktu tiga kali suci dan disetiap masa suci dilakukan talak satu. Sedangkan Talak bid’i adalah talak yang dijatuhkan suami pada istrinya dengan talak tiga, atau talak dua dengan memakai satu kalimat, atau ia mentalak tiga dalam satu masa suci.
Sedangkan kalangan Malikiyah dalam mengkatagorikan talak sunni atau bid’i dengan memberi syarat-syarat tertentu. Ada empat syarat talak dapat dikategorikan talak sunni:
1.      Perempuan pada waktu ditalak suci dari haid dan nifas,
2.      Suami tidak menjima’nya pada waktu,
3.      Suami mentalak satu,
4.      Suami tidak mentalak istrinya yang kedua kali sampai masa ‘iddahnya berakhir.
Dan menurut mereka, talak bid’i adalah talak yang tidak memenuhi satu syarat atau seluruhnya. Misalnya : seorang suami mentalak istrinya lebih dari satu, atau ia mentalak istrinya pada masa haid atau nifas, atau pada masa suci tetapi dicampurinya dalam masa suci itu. Lebih lanjut mereka menegaskan bahwa suami yang mentalak bid’i pada isrinya ia dipaksa untuk rujuk kembai sampai masa iddah yang terakhir. Namun jika ia tidak mau untuk merujuknya, Hakim boleh mengancam untuk menahannya, dan manakala ia tetap enggan untuk merujuknya ia boleh dipukul, dan bila ia tetap bersikeras dalam keengganannya, seorang Hakim berhak memaksa untuk merujuknya.
Sementara kalangan Syafi’iyah membagi talak pada tiga bagian dengan istilah yang sedikit berbeda dengan kalangan Hanafiyah. Tiga bagian itu adalah : a. Talak sunni, b. Talak bid’i, dan c. Talak bukan sunni dan bukan bid’i (talak qhairu bid’I wa la- sunni).
Talak sunni adalah talak yang dijatuhkan pada istri dengan talak satu pada masa suci dan tidak dicampuri pada masa sucinya serta tidak dicampuri pula pada masa haid sebelumya, dan bila suami ingin mentalak istrinya dengan talak tiga ia menjatuhkan talak satu disetiap masa suci.
Berkenaan dengan talak bid’i terbagi menjadi dua macam:
1.    Talak yang dijatuhkan pada masa haid yang dicampuri pada masa haidnya, sebab syara’ memerintahkan untuk mentalak istri pada masa suci, dan juga membuat mudharat pad istri dengan lamanya menjalani masa iddah.
2.    Talak yang dijatuhkan pada istri dalam masa suci tetapi telah dicampuri pada masa suci itu.
Macam talak yang terakhir, yaitu talak qhiru bid’i wa la-sunni hanya terjadi bagi istri yang masih kacil, perempuan monopause, istri yang berkhulu’, istri yang hamil dan kehamilannya dipastikan hasil hubungan dengan suaminya, dan istri yang belum pernah didukhul.
Sementara kalangan Hanabilah memberi pengertian talak sunni adalah talak yang suami menjatuhkan talak satu pada istrinya yang tidak disetubuhi pada masa sucinya itu kemudian ia tidak mentalaknya lagi sampai masa ‘iddahnya berakhir. Sedangkan talak  bid’i adalah talak yang suami menjatuhkan talak pada istrinya dalam masa haid atau nifas, atau masa suci tetapi ia telah mendukhulnya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam -fikih Indonesia- lebih cendrung mengikuti pendapat mayoritas Ulama’ selain Hanafiyah, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 121 dan 122.
Pasal 121:Talak sunni adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.
Pasal 122: Talak bid’i adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haid, atau istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.
B.  Talak Raj’i dan Talak Ba’in
Talak ditilik dari boleh dan tidak bolehnya rujuk terbagi pada dua macam : Talak raj’i, dan Talak ba’in.
Talak raj’i adalah talak yang boleh bagi suami untuk merujuk pada istrinya dengan tanpa perlu akad baru selama masa ‘iddah, meskipun istri tidak mau untuk dirujuk. Talak raj’i ini terjadi dalam talak satu dan dua tetapi setelah masa ‘iddah istri sudah habis, suami tidak dapat merujuk kembali melainkan dengan akad baru.
Talak ba’in ada dua macam:
1.      Ba’in shughraa (ba’in kecil)
2.      Ba’in kubraa (ba’in besar)
Talak ba’in shughraa adalah talak yang suami tidak dapat untuk rujuk kembali pada mantan istrinya, melainkan dengan akad dan mahar baru. Talak ba’in shughraa terjadi bagi istri yang belum didukhul, istri yang berkhuluk dengan menyerahkan ‘iwad (ganti rugi), talak yang dijatuhkan oleh Hakim, dan talak sebab ila’.
Talak ba’in kubraa adalah talak yang suami tidak boleh untuk merujuk kembali kepada istri kecuali bila istri telah kawin lagi dengan orang lain dan telah dicampurinya, kemudian ia ditalak dan telah berakhir ‘iddahnya dari suami yang kedua. Talak macam ini terjadi dalam talak tiga.
Kompilasi Hukum Islam menjelaskan pengertian talak raj’i dan talak ba’in dalam pasal 118,  119 ayat (1) dan (2).
Pasal 118   : Talak raj’i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah.
Pasal 119  : (1) Talak ba’in suqhra adalah talak yang tidak boleh rujuk tapi bileh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah.
(2)   Talak ba’in suqhraa sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah:
a.     Talak yang terjadi qabla al-dukhul;
b.    Talak dengan tebusan atau khulu’;
c.     Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.
Pasal 120 : Talak ba’in kubra talak yang terjadi untuk ketiga kalinya talak jenis tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian tejadi ba’da al-dukhul dan habis masa ‘iddahnya.
C.      Hukum talak sunni, talak bid’i dan talak yang tidak disifati dengan talak sunni dan bid’i.
1.    Talak sunni hukumnya boleh dan dapat berlaku, talak seperti ini yang sesuai dengan tuntutan syara’. Bentuk talak seperti menjatuhkan talak satu atau talak tiga, akan tetapi disunnahkan menjatuhkantalak satu dan dua, supaya dapat rujuk kembali pada mantan istrinya bilamana dikemudian hari merasa menyesal atas keputusannya. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat at-Talaq ayat  :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاء فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ
“Wahai orang-orang yang beriman bila kalian mentalak perempuan-perempuan maka talaklah pada ‘iddah mereka” maksud ayat ini adalak talaklah istrimu pada masa disyari’atkan ‘iddah, yaitu masa suci sebab masa haid tidak terhitung masa ‘iddah.
2.    Talak bidd’i hukumnya haram tetapi talak tetap berlaku sebab talak seperti ini menyimpang dari tuntutan syara’, dimana syara’ memerintahkan untuk mentalak istri-istri pada masa suci. Apabila suami mencerai istri pada masa haid disunnahkan untuk merujuk kembali kemudian setelah istrinya masuk masa suci ia mentalak kembali bila berkehendak untuk mentalaknya. Talak bidd’i hukumnya haram karena memudharatkan pada istri, sebab ia akan menjalani masa ‘iddah dengan waktu yang lama karena masa haid tidak terhitung masa ‘iddah. Sedangkan diharamkan mentalak istri pada masa suci yang  disetubuhi pada masa sucinya, karena dimungkinkan istri hamil dari benih yang ditanamnya sehingga dikemudian hari  suami akan menyesal bila si istri benar-benar hamil dari darah dagingnya.
3.    Talak yang tidak bersifat dengan sunni dan bidd’i hukumnya boleh dan talak berlangsung, dan tidak ada hukum haram dalam bentuk ini sebab talak dalam kondisi seperti ini tidak akan berdampak dharar pada istri. Seperti: istri yang masih kecil dan perempuan menopause, sebab mereka beriddah dengan hitungan bulan (al-asyhur), perempuan hamil, atau istri yang menuntut khuluk, karena istri yang berkhuluk dengan tebusan sejumlah harta pada suaminya adalah bukti bahwa ia sangat butuh untuk dipisah, dan ia rela menanggung ‘iddah yang lama.
D.  Hukum Talak Raj’i
Para Ulama’ sepakat bahwa talak raj’i menyebabkan beberapa akibat-akibat hukumnya:
1.      Hitungan talak berkurang, seorang suami yang telah mentalak raj’i istri maka hak talaknya tersissa dua.
2.      Ikatan suami istri menjadi terputus sebab habisnya masa ‘iddah, ketika seorang suami mentalak raj’i dan masa iddah berakhir sebelum dirujuk kembali, maka  istri menjadi ba’in (terpisah) dengannya.
3.      Selama masa ‘iddah dapat rujuk kembali, hal itu dapat dilakukan dengan perkataan atau perbuatan.
4.      Perempuan yang ditalak raj’i masih memiliki ikatan zaujiah dengan mantan suami, oleh karena itu suami masih berhak untuk menceraikannya, mendhihar, mengila’, dan tetapnya hak saling mewarisi.
5.      Haramnya beristimta’, golongan Syafi’iyah dan Malikkiyah berpendapat istimta’ (bersenang-senang)haram bagi suami yang mentalak raj’i, baik dengan mewati’ atau lainnya karena perempuan yang ditalak raj’i sama statusnya dengan ba’in. Sementara golongan Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat istimta’ itu tidak diharamkan lantaran talak raj’i, sebab menurut mereka talak raj’i tidak menghilangkan kepemilikan (al-milku) dan kehalalan (al-hillu)selama masa ‘iddah.
E.  Hukum Talak Ba’in
1. Talak ba’in suqhro.
ü Kepemilikan (al-milku) menjadi hilang tetapi kehalalan (al-hillu) tetapa ada, seorang suami yang telah mentalak istrinya diharamkan beristimta’ dengannya, dan tidak memiliki hak rujuk kembali tetapi mantan istri tetap halal baginya dengan akad baru.
ü Hitungan talak berkurang, seperti halnya dalam talak raj’i.
ü Hak saling mewarisi antara suami istri menjadi tercegah. Bila diantara kedua ada yang mati maka tidak ada hak waris bagi yang hidup sebab talak ba’in menghilangkan ikatan suami istri, kecuali talak yang dilakukan suami pada saat sakit yang mendekati kematian dan ada indikasi bahwa ia mentalak istrinya dengan tujuan si istri tercegah untuk menerima hak waris. Inilah yang dinamakan talak firar. Menurut Jumhur selain Syafi’iyah talak seperti ini tidak menghilangkan hak waris bila si suami wafat dalam masa ‘iddah, sedangkan menurut Malikiyah sekalipun wafatnya di luar ‘iddah si istri tetap memiliki hak waris.
2. Talak ba’in kubro
ü Hilangnya kepemilikan dan kehalalan. Maksudnya, suami haram bersenang-senang dengan istrinya yang ditalak ba’in dan haram pula untuk rujuk kembali.
ü Hak saling waris-mewarisi menjadi terhalang, kecuali talak yang dilakukan untuk menghalangi istri mendapatkan hak waris. Yang dikenal dengan talak firar.
ü Perempuann yang ditalak ba’in kubro diharamkan bagi mantan suaminya untuk rujuk kembali melainkan ia menikah lagi dengan laki-laki lain dan telah benar-benar disetubuhi. Barulah setelah ia dicerai oleh suami yang kedua menjadi halal bagi suami yang pertama.  
F.   Talak Tanjiz, Talak Ta’liq dan Talak Idhafah
 Ditilik dari sudut dikaitkannya talak pada suatu syarat atau dikaitkannya dengan waktu yang akan datang atau sama sekali tidak digantungkan pada suatu apapun, talak terbagi pada tiga macam:
1.    Talak Tanjiz.
2.    Talak Ta’liq.
3.    Talak Idhafah.
Talak tanjiz atau Talak muajjal adalah talak yang tidak dikaitkan pada suatu syarat dan tidak dikaitkan pula dengan waktu yang akan datang, tetapi dimaksudkan berlaku seketika pada saat diucapkan oleh orang yang menjatuhkan talaknya. Seperti suami mengatakan pada istrinya: “engkau tertalak”. Talak seperti ini berlaku seketika ucapan tersebut keluar dari orang yang mengatakannya,sementara suami memenuhi syarat-syarat rukun talak begitu pula istri menjadi objek talak.
Talak idhafah adalah talak yang disandarkan pada waktu yang akan datang. Seperti: suami mengatakan pada istrinya: Besok Engkau tertalak, Engkau tertalak diawal februari,  Engkau tertalak di awal tahun 2007, Umpamanya. Talak seperti ini terjadi ketika ketika awal bagian dari bagian-bagian waktu yang disandarkan itu terwujud. Misalnya suami mengatakan pada istrinya: Besok Kamu tertalak, talak seperti ini akan terjadi dengan terwujudnya awal bagian dari waktu yang disandarkan. Yaitu ketika terbit fajar. Dan contoh lain, Kamu tertalak di awal bulan Ramadhan, talak yang diucapkan suami terjadi ketika awal bagian dari malam pertama bulan Ramadhan terwujud, yaitu ketika terbenam matahari di akhir bulan Sya’ban.
 Talak ta’liq adalah talak talak yang dikaitkan dengan suatu perkara di waktu yang akan datang dengan menggunakan adat syarat. Seperti suami mengatakan pada istrinya: “jika Engkau pergi ke rumahmu maka Engkau tertalak, jika Engkau keluar rumah tanpa izinku maka Engkau tertalak, jika Engkau berbicara dengan si Anu maka Engkau tertalak”.
 Macam-macam ta’liq ada dua macam:
ü Ta’liq yang dimaksudkan untuk sumpah, dengan maksud untuk mengajurkan melakukan sesuatu atau meninggalkannya atau untuk menguatkan kalam khabar . Ta’liq seperti ini disebut ta’liq qosami (ta’liq dengan sumpah). Seperti perkataan suami pada istrinya: jika Aku keluar rumah maka Kamu tertalak, dengan maksud ia melarang istrinya keluar pada saat ia keluar.
ü Ta’liq yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak bila syarat telah terpenuhi, ta’liq seperti ini disebut ta’liq syarti, seperti suami berkata pada istrinya: jika Engkau pergi maka Engkau tertalak, jika Engkau melahirkan anak perempuan maka Engkau tertalak dan lain-lain.
Menurut jumhur Ulama’ kedua ta’liq ini berlaku, setelah syarat yang dikaitkan itu benar-benar nyata. Sedangkan menurut Syiah Imamiyah dan Dhahiriyah bentuk ta’liq seperti ini tidak berlaku.
Adapun jumhur Ulama’ berdalil dengan kemutlakan ayat talak, dimana dalam ayat tersebut tidak diqoyyidi dengan qoyyit apapun, hal ini mengindikasikan bahwa talak munajjiz dan talak mu’alaq hukumnya sama. Dalam kaidah ushul dijelaskan.
المطلق يجري علي إطلاقه ما لم يكن دليل علي تقييده نصا او دلالة
“Lafad mutlak diamalkan atas kemutlakannya selagi tidak ada dalil yang mengqoyyidi baik nash atau dhalalah”
Dan hadist Nabi:
َقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُونَ عِنْدَ شُرُوطِهِمْ .
“Orang-orang muslim bergantung pada syarat-syarat mereka”
Hadist Bukhari dari Ibnu Umar
ُوَقَالَ نَافِعٌ طَلَّقَ رَجُلٌ امْرَأَتَهُ الْبَتَّةَ إِنْ خَرَجَتْ فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ إِنْ خَرَجَتْ فَقَدْ بُتَّتْ مِنْهُ وَإِنْ لَمْ تَخْرُجْفَلَيْس َ بِشَيْءٍ
“Seorang laki-laki mentalak istrinya al-battah (sama sekali) jika ia keluar” kemudian Ibnu Umar berkata:  jika ia benar-benar keluar maka ia menjadi ba’in (berpisah) dengannya, dan jika ia tidak keluar maka tidak ada hukum apapun”.
 Sedangkan dalam pandangan Syiah Imamiyah dan Dhahiriah, ta’liq talak adalah sumpah, sedang sumpah tidak boleh dengan selain asma Allah, berdasarkan hadist Nabi yang diriwayatkan Ibnu Umar “ barang siapa besumpah, maka hendaklah bersumpah dengan asma Allah”.  Lebih lanjut mereka menguatkan argumennya bahwa talak dapat sah bila sesuai dengan syara’ begitu pula sumpah dapat terjadi bila sejalan dengan syara’, sedangkan sumpah talak bukanlah sumpah yang sejalan dengan syara’. Allah berfirman dalam surah at- Talaq ayat 1 : “ Barang siapa melampaui batasan-batasan Allah ia telah mendholimi diri sendiri
Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Qoyyim mentafshilnya, merinci ketentuan ketentuan hukum. keduanya berpendapat talak ta’liq yang mengandung arti sumpah dan sekalipun sesuatu yang dita’liq (syarat yang dikaitkan ) benar-benar tewujud, talaknya dipandang tidak berlaku, sedang orang yang mengucapkannya wajib membayar kaffarat sumpah, jika yang dijanjikannya nyata terjadi. Kaffarat sumpahnya yaitu memberi makan sepuluh orang miskin, atau membeli pakaian pada mereka, dan jika tidak dapat maka ia wajib puasa tiga hari.
Mengenai talak syarat,-menurut mereka- talak bersyarat dianggap sah, apabila yang dijadikan persyaratan terpenuhi. Ada beberapa dalil yang diangkat oleh mereka dalam menguatkan pendapatnya:
Pertama.bila tujuan talak ta’liq adalah untuk menganjurkan melakukan sesuatu atau meninggalkannya atau untuk menguatkan kalam khabar, berarti talak ta’liq hukumnya sama dengan sumpah.
Kedua,  hadist Bukhari dari Ibnu Abbas.
الطلاق عن عطر و العتق: ماابتغي وجه الله
Talak dilakukan karena butuh dan kemerdekaan; sesuatu yang dilakukan untuk mendapat ridha Allah”

1 komentar:

  1. bgs,,,,, ajarin bikin blog islam yang bagus mau gak ya pak,,,, pingin dakwah pake blog tapi kemampuan terbatas,,, rikirismanto88@yahoo.com

    BalasHapus