Jumat, 27 April 2012

GURU DALAM ISLAM

Hakikat Guru dalam Islam
Oleh: M. Zamroni
Hakikat Guru
Dalam pengertian yang sederhan, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di Masjid, di Surau atau Musholla, di Rumah dan sebagainya.
Hakikat guru atau pendidik dalam islam pada perinsipnya tidak hanya mereka yang mempunyai kualifikasi keguruan secara formal yang diperoleh dari bangku sekolah perguruan tinggi. Melainkan yang terpenting adalah mereka yang mempunyai kompetensi keilmuan tertentu dan dapat menjadikan orang lain pandai dalam matra kognitif, afektif, dan psikomotorik. Matra kognitif menjadikan peserta didik cerdas intelektualnya, matra afektif menjadikan siswa mempunyai sikap dan perilaku yang sopan, dan matra psikomotorik menjadikan siswa terampil dalam melaksanakan aktivitas secara efektif dan efesien, scara tepat guna.
Pendidik merupakan salah satu komponen penting dalam proses pendidikan. Di pundaknya terletak tanggung jawab yang besar dalam upaya mengantarkan peserta didik ke arah tujuan pendidikan yang telah diciptakan. Secara umum pendidik adalah mereka yang memiliki tanggung jawab mendidik. Mereka adalah manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya melaksanakan proses pendidikan.
Menerut Ahmad Tafsir, pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik. Mereka harus dapat mengupayakan seluruh potensi peserta didik, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Potensi-potensi ini dikembangkan sedenmikian rupa dikembangkan secara seimbang sampai mencapai tingkat yang optimal berdasarkan ajran Islam.
Dalam kontek pendidikan Islam pendidik atau guru disebut dengan Murobbi, Mu’allim Dan Muaddib. Kata atau istilah “Murobbi”, misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua dalam membesarkan anaknya. Mereka tentunya berusaha memberikan pelanyanan secara penuh agar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan berkepribadian serta akhlak yang terpuji.
Sedangkan untuk istilah “Muallim”, pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan, dari seorang yang tahu kepada seorang yang tidak tahu. Adapun istilah “Muaddib”, menurut Al-Attas, lebih lebih luas dari istilah “Muallim” dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.
Peranan Guru
Dalam perspektif Islam keberadaan, peranan, dan fungsi guru merupakan keharusan yang tidak bisa diingkari. Tidak ada pendidikan tanpa "kehadiran" guru. Guru merupakan penentu arah dan sistematika pembelajaran mulai dari kurikulum, sarana, bentuk pola sampai kepada usaha bagaimana anak didik seharusnya belajar dengan baik dan benar dalam rangka mengakses diri akan pengetahuan dan nilai-nilai hidup. Guru merupakan resi yang berperan sebagai "Pemberi Petunjuk" kearah masa sepan anak didik yang lebih baik.
Peran dan tanggung jawab guru dalam proses pendidikan sangat berat. Apalagi dalam konteks pendidikan Islam, dimana semua aspek kependidikan dalam Islam terkait dengan nilai-nilai (value bound), yang melihat guru bukan hanya pada penguasaan material-pengetahuan, tetapi juga pada investasi nilai-nilai moral dan spiritual yang diembannya untuk ditransformasikan kearah pembentukan kepribadian anak didik. Sebagai komponen paling pokok dalam Islam, guru dituntut bagaimana membimbing, melatih, dan membiasakan anak didik berprilaku baik. Karena itu, eksistensi guru tidak saja mengajarkan tetapi sekaligus mempratekkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai kependidikan Islam.
Banyak peranan guru yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang telah yang menerjunkan diri menjadi guru. Semua peranan yang diharapkan dari guru seperti diuraikan dibawah ini.
a.       Korektor, Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. Kedua nilai ini mungkin telah anak didik miliki dan mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum anak didik masuk sekolah. Latar belakang kehidupan anak didik yang berbeda-berbeda sesuai dengan sosio kultural masyarakat dimana anak didik tinggal akan mewarnai kehidupannya. Semua nilai yang baik harus guru perhatikan dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik. Bila guru membiarkannya, berarti guru telah mengabaikan peranannya sebagai seorang korektor, yang menilai dan mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didik. Koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya di sekolah. Tetapi diluar sekolahpun harus dilakukan. Sebab tidak jarang diluar sekolah anak didik justru lebih banyak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma susila, moral, sosial dan agama yang hidup di masyarakat.
b.      Inspirator, Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus dapat memberikan petunjuk (ilham) bagaimana cara belajar yang baik. Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari teori-teori belajar, dari penaglaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi anak didik.
c.       Informator, Sebagai informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengeahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi anak didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah sebagai kuncinya, ditopang dengan bahan yang akan diberikan kepada anak didik.
d.      Organisator, sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik dan sebagainya. Semuanya diorganisasikan, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efesiensi belajar pada diri anak didik.
e.       Motivator, Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatar belakangi anak didik malas belajar dan menurun perestasinya di sekolah. Peranan guru sebagai motivator sangat penting dalam intrkasi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan pendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam personalisasi dan sosialisasi diri.
f.       Inisiator, dalam perannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan pengajaran. proses intraksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan.
g.      Fasilitator, sebagai  fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang memadai. Menyebabkan anak didik malas belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipata lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik.
h.      Pembimbing, peranan guru yang tak kalah pentingnya dari semua peranan yang telah disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing. Peranan ini harus lebih dipentingkan. Karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa. Tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.
i.        Demonstrator, dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak didik pahami. Apalagi anak didik yang memiliki intelegensi yang sedang. Untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami anak didik. Guru harus berusaha membantunya, dengan cara memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis, sehingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik, tidak terjadi kesalahan pengertian antara guru dan anak didik. Tujuan pengajaran pun dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
j.        Pengelolaan Kelas, Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran. Kelas yang terlalu padat dengan anak didik, pertukaran udara kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak menguntungkan bagi terlaksananya interaksi edukatif yang optimal. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan umum dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar nnencapai hasil yang baik dan optimal.
k.      Mediator, sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalarn berbagai
bentuk dan jenisnya, baik media nonmaterial maupun materil. Media berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi edukatif. Keterampilan menggunakan semua media itu
diharapkan dari guru yang disesuaikan dengan pencapaian tujuan
pengajaran.
l.     Supervisor, Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Teknik-teknik supervisi harus guru kuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan terhadap situasi belajar mengajar menjadi lebih baik. Untuk itu kelebihan yang dimiliki supervisor bukan hanya karena posisi atau kedudukan yang ditempatinya, akan tetapi juga karena pengalamannya, pendidikannya, kecakapannya, atau keterampilan-keterampilan yang dimilikinya. atau karena memiliki sifat-sifat kepribadian yang menonjol daripada orang-orang yang disupervisinya. Dengan sernua kelebihan yang dimiliki, ia dapat melihat, menilai atau mengadakan pengawasan terhadap orang atau sesuatu yang disupervisi.
m.    Evaluator, Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evalu­ator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Penilaian terhadap aspek intrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian anak didik, yakni aspek nilai (values). Berdasarkan hal ini, guru harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas. Penilaian terhadap kepribadian anak didik tentu lebih diutamakan daripada penilaian terhadap jawaban anak didik ketika diberikan tes. Anak didik yang berprestasi baik, belum tentu memiliki kepribadian yang baik. Jadi, penilaian itu pada hakikatnya diarahakan pada perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap.
Syarat-Syarat  Guru
Tidak semabarang orang dapat melalasanakan tugas guru. Tugas itu menuntut banyak persyaratan, baik professional, biologis, psikologis, maupun pedagogig-didaktis. Al-ghazali menyusun pesyaratan yang harus dimiliki guru antara lain sebagai berikut:
·        Guru hendaknya memandang murid seperti anaknya sendiri. Rosulullah SAW. Mencontohkan hal ini dengan menyatakan posisinya di tengah-tengah para sahabat:
انماانا لكم مثل الوالد لولده
Artinya: Sesungguhnya aku bagi kamu seperti orang tua terhadap anaknya. (H.R Abu Daud Al-Nasai, Ibnu Majah, Dan Ibnu Hibban)
·        Tidak mengharap upah atau pujian, tapi harus mengharap keridoan allah dan berorientasi mendekatkan diri padanya.
·        Guru haendaknya memanfaatkan setiap peluang untuk memberi nasihat dan bimbingan kepada murid bahwa tujuan mnuntut imu ialah mendekatkan diri pada allah, bukan memperoleh kedudukan atau kebanggaan.
·                 Guru harus memperhatikan tehadap fase perkembangan berfikir murid agar dapat menyampaikan ilmu sesuai dengan kemampuan berfikir murid.
Sedangkan Abdurrahman an-Nahlawi mengemukakan persyaratan seorang pendidik agar seorang pendidik menjalankan fungsi sebagai pendidik atas tiga macam yaitu (1) Yang berkenaan dengan dirinya sendiri. (2) yang berkenaan dengan pelajaran, dan (3) Yang berkenaan dengan muridnya.
Pertama, syarat-syarat guru berhubungan dengan dirinya yaitu antara lain:
·         Hendaknya guru tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai kedudukan, harta, prestise, atau kebanggaan atas orang lain.
·         Hendaknya guru menjauhi mata pencaharian yang hina dalam pandangan syara', dan menjauhi situasi yang bisa mendatangkan fitnah dan tidak melakukan sesuatu yang dapat menjatuhkan harga dirinya di mata orang banyak.
·         Guru Hendaknya memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulannya dengan orang banyak dan menghindarkan diri dari akhlak yang buruk.
·         Guru hendaknya selalu belajar dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah daripadanya, baik secara kedudukan ataupun usianya.
·         Guru hendaknya rajin meneliti, menyusun, dan mengarang dengan memperhatikan keterampilan dan keahlian.
Kedua, syarat-syarat guru berhubungan dengan pelajaran antara lain:
·         Hendaknya guru mengambil tempat pada posisi yang membuatnya dapat terlihat oleh semua murid. Artinya ia harus berusaha agar apa yang akan disampaikannya hendaklah diperkirakan dapat dinikmati oleh seluruh siswanya dengan baik.
·         Guru hendaknva mengajarkan bidang studi sesuai dengan hirarki nilai kemuliaan dan kepentingannya.
·         Hendaknya guru selalu mengatur volume suaranya agar tidak terlalu keras, hingga membisingkan ruangan, tidak pula terlalu rendah hingga tidak terdengar oleh murid atau siswa.
·         Hendaknya guru menjaga ketertiban majelis dengan mengarahkan pembahasan pada objek tertentu. Artinva dalam memberikan materi pelajaran, seorang guru memperhatikan tata cara penyampaian yang baik (sistematis), sehinga apa yang disampaikan akan mudah dicerna oleh murid.
·         Guru hendaknya menegur murid-murid yang tidak menjaga sopan santun dalam kelas, seperti menghina teman, tertawa keras, tidur, berbicara dengan teman atau tidak menerima kebenaran. Ini berarti bahwa seorang guru atau pendidik dituntut untuk selalu menanamkan dasar-dasar akhlak terpuji dan sopan santun baik di dalam ruangan ataupun di luar ruangan belajar.
·         guru hendaknya bersikap bijak dalam melakukan pembahasan, menyampaikan pelajaran, dan menjawab pertanyaan. Apabila ia ditanya tentang sesuatu yang ia tidak tahu, hendaklah ia mengatakan bahwa ia tidak tahu.
·         Guru hendaknya tidak mengasuh bidang studi yang tidak dikuasainya. Hal mi dimaksudkan agar tidak terjadi pelecehan ilmiah dan sebaliknya akan terjadi hal yang sifatnya untuk memuliakan ilmu dalam proses belajar mengajar.
Ketiga, kode etik guru di tengah-tengah para muridnya, antara lain:
·        Guru hendaknya mengajar dengan niat mengharapkan ridha Allah, menyebarkan ilmu, menghidupkan syara' menegakkan kebenaran, dan metemupkan kebathilan serta memelihara kemaslahatan umat.
·        Guru hendaknya mencintai muridnya seperti ia mencintai dirinya sendiri Artinya, seorang guru hendaknya menganggap bahwa muridnya itu adalah merupakan bagian dari dirinya sendiri (bukan orang lain).
·        Guru hendaknp memotivasi murid untuk menuntut ilmu seluas mungkin.
·        Guru hendaknva menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang mudah dan berusaha agar muridnya dapat memahami pelajaran.
·        Guru hendaklah melakukan evaluasi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya. Hal ini dimaksudkan agar guru selalu memperhatikan tingkat pemahaman siswanya dan pertambahan keilmuan yang diperolehnya.
·        Guru hendaknya bersikap adil terhadap semua muridnya.
·     Guru hendaknva berusaha membantu memenuhi kemaslahatan murid.
·     Guru hendaknya terus memantau perkembangan murid, baik intelektual maupun akhlaknya. Murid yang saleh akan menjadi "tabungan" bagi guru baik di dunia, maupun di akhirat.
Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Keutamaan seorang pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembanmya Tugas yang diemban seorang guru hampir sama dengan tugas seorang Rasul. Dari pandangan itu dipahami, bahwa tugas pendidik sebagai "warasal al-anbiya" yang pada hakikatnya mengemban misi rahmat li al-alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum­-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid. kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi.
Menurut al-Gazali, tugas pendidik yang utama adalah, menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk ber-taqarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik. Pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.
Ada beberapa pernyataan tentang tugas pendidik yang dapat disebutkan di sini antara lain ialah:
a.       Mengetahui karakter murid.
b.      Guru harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya, baik dalam bidang yang diajarkannya maupun dalam cara meng­ajarkannya.
c.       Guru harus mengamalkan ilmunya, jangan berbuat ber­lawanan dengan ilmu yang diajarkannya.
Al-Ghazali menjelaskan tugas pendidik, yang dapat di­simpulkan dengan ilmu yang diajarkannya.
a.    Mengikuti jejak Rasulullah dalam tugas dan kewajibannya.
b.    Menjadi teladan bagi anak didik.
c.    Menghormati kode etik guru
Kewibawaan Guru
·         Makna Dan Fungsi Kewibawaan
Kewibawaan dalam bahasa lain adalah “gezag” yang berasal dari kata “zegen” mepunyai arti “berkata”. Jadi, seorang guru pada perinsipnya adalah orang yang mempunyai kemampuan berkata dengan baik, sistematis, dan logis. Argumentasi ini sangat rasional berdasarkan fakta dilapangan (kelas) bahwa apa yang dihadapi guru adalah sama-sama manusia yang butuh keterampilan komunikasi verbal. Oleh karnanya, apabila guru tidak terampil bicara akan menjadikan siswa cepat jenuh dan bosan dalam mengikuti pembelajaran. Jadi seorang guru yang agitator, pandai dalam berbicara menjadi persyaratan tersendiri dalam proses belajar mengajar. Seorang agitator tidak hanya lancar atau fasih bicara semata, akan tetapi juga bersuara keras serta disertai intonasi tidak menoton, dan tidak kaku. Suaranya mampu membawa suasana kelas menjadi kondusif dan siswapun dinamis. Sebaliknya guru yang tidak bersuara keras akan memungkinkan siswa berbicara dengan temannya sendiri, apa lagi jika dalam kelas siswanya banyak.
Guru yang berwibawa adalah guru yang mampu mempengaruhi anak didik berperilaku sesuai dengan apa yang ia katakan dan ia lakukan. Dan kemauan siswa yang mau melakukan perintah guru ini bukan sebagai suatu keterpaksaan, ketakutan, namun atas kesadaran peribadi siswa dan dilakukannya dengan senang hati. Bahkan siswa beranggapan jika tidak melakukan perintah guru, maka ia merasa melakukan kesalahan besar. Inilah arti pentingnya guru yang berwibawa. Ia tidak pernah pusing, susah, dan sedih menghadapi siswa, karena dengan sendirinya siswa sudah melakukan sendiri meskipun dengan bahasa isyarat guru.
Perlu dipahami pula bahwa kewibawaan yang dimiliki seseorang ada yang berupa alamiah dan non alamiyah. Kewibawaan alamiah adalah kewibawaan yang diperoleh dari suatu keturunan, sepeti, kewibawaan orang tua (bapak/ibu), pada anaknya. Anak dan pendirinya merasa sungkan atau rikuh pada bapak-ibunya wawlaupun mereka tidak menjadi pejabat, tidak berpengetahuan, dan tidak pula berharta. Kewibawaan ini sudah menjadi sunnatullah (hukum alam) karena orang tua adalah yang melahirkan, merawat, dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang, pikiran, tenaga dan harta.
Kewibawaan non alamiah adalah kewibawaan yang berasal dari eksternal yaitu dari orang lain yang dianggap mempunyai makna penting dalam kehidupannya, seperti jabatan, usia lebih tua, harta, dan ilmu pengetahuan. Kewibawaan ini sebagai bentuk rasa terima kasih antar sesama manusia. Dan kewibawaan ini diciptakan sedemikian rupa dengan seperangkat persyaratan pendukung. Contoh kewibawaan guru karena ilmunya telah ditransfer pada anak didik ssehingga ia menjadi orang yang berguna, kewibawaan pejabat karena kekuasaannya yang dapat mengangkat dan menghambat karir staf atau bawahan, kewibawaan orang kaya karena dapat mengangkat atau memberi lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dua macam sumber kewibawaan di atas sudah menjadi hak setiap manusia untuk dimilikinya, orang yang sudah tidak ingin memiliki kewibawaan ibarat orang hidup dalam kematian, ia tidak semangat dalam hidup, pasif, apatis, skeptis, putus asa dan stress. Demikian pula, apabila guru sudah tidak ingin berwibawa maka dalam mengajar, ia dapat dipastikan tidak rajin, suka bolos, tidak berwawasan berpengetahuan luas, tidak mau tahu kesulitan belajar anak didik, tidak ingin anak didiknya pandai, tidak mau tahu perkembangan siswa, dan ironis lagi adalah suka mencaci, membenci, mau menang sendiri dan memarahi peserta didiknya alasan yang tidak jelas.
·         Kewibawaan Guru Dalam Kelas
§   Kewibawaan sikap
Sikap merupakan gejala perilaku seseorang (siswa) ketika merespon stimulan yang sedang dihadapi. Wujud sikap siswa ketika merespon stimulan ada yang positif dan negatif, ada yang suka/gembira ada yang benci/sedih, ada yang semangat dan ada yang biasa-biasa saja, ada yang taat penuh dan ada yang terpaksa. Langeveld mendiskrepsikan sikap ketaatan siswa terhadap guru dengan istilah volgen dan gehoorzamen. Volgen, yaitu sikap menurut, mengakui kekusaan orang lain yang lebih besar karena paksaan atau takut. Dengan demikian ketaatan ini tidak merupakan ketaatan yang sebenarnya. Gehoorzamen adalah sikap menurut, mengakui kewibawaan orang lain yang memerintah dirinya dengan suatu ikatan dan kesadaran penuh. Jadi sikap ketaatan ini menunj ukkan kesungguhan karena kewibawaan orang lain pada dirinya.
Kewibawaan sikap merupakan bagian dari ranah afektif selain kemauan menerima, menanggapi, berkeyakinan, penerapan karya, dan ketekunan.
Menerima, berarti sikap yang berupa memperhatikan untuk memperoleh sesuatu dari obyek sebagai rangsangannya, seperti; menerima pendapat gagasan orang lain dari buku yang telah dibaca, menerima saran orang lain dengan baik, dan menerima perintah orang lain yang dapat memberi manfaat dirinya.
Menanggapi, adalah suatu sikap dalam mcrespon stimulan dengan penuh perhatian, antusias, proaktif, seperti; diskusi kelas, menyelesaikan tugas eksperimen di laboratorium, dan menjawab pertanyaan guru.
Berkeyakinan, adalah sikap untuk menerima sistem nilai, norma, dan etika, seperti memberi penghargaan, kepercayaan, atau kesungguhan dalam melakukan sesuatu yang lebih baik.
Penerapan karya, merupakan sikap menerima pada berbagai sistem nilai, moral, atau etika yang berbeda-beda berdasarkan suatu sistem nilai yang tinggi dan lebih baik.
Ketekunan, yaitu sikap yang memiliki sistem nilai, moral, atau etika paling tinggi untuk menyesuaikan diri dalam berperilaku dan dijadikan dasar dalam melihat sesutu secara obyektif.
Kewibawaan sikap tersebut, guru hendaknya mampu menanamkan kepada siswanya secara utuh, tidak sepotong­potong. Siswa mempunyai sikap saling menghargai antar teman, terutama kepada guru. Dengan kewibaan guru yang berbentuk sikap dalam kelas ini, tentu akan menjadikan proses pengajaran berjalan efektif dan efisien.
§   Kewibawaan Kognitif
Kognitif merupakan representasi dari kecerdasan intelektual untuk memiliki pengetahuan. Intelektual siswa diwujudkan dalam kemampuan otak yang menjadi ukuran untuk mampu mengetahui dan menerima bahan ajar untuk disimpan dalam otak. Dalam teori otak manusia dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu reptil, limbik dan neokorteks. Otak reptil, adalah otak sederhana (seperti jenis hewan reptil yang juga mempunyai otak) dengan tugas utamanya mempertahankan diri, seperti mampu menguasai detak jantung dan sistem perdaran darah secara otomatis. Otak limbik, yaitu otak sedang (tengah) yang fungsinya mengontrol emosi dan menyimpan informasi dalam waktu lama untuk dapat dipanggil lagi manakala dibutuhkan. Otak neokorteks, yakni otak tingkat tinggi yang tugas utamanya berbahasa, berpikir abstrak, memecahkan masalah, merencanakan ke depan, bergerak dengan baik, dan berkreasi.
Untuk itu, guru hendaknya berwibawa dalam kelas melalui penguasaan materi ajar dengari menggunakan kemampuan otak yang maksimal. Kewibawaan ini dapat ditempuh dengan langkah:
Pengetahuan, merupakan kumpulan dari obyek yang hendak diketahui oleh siswa. Pengetahuan ini dapat dijadikan siswa untuk menjadi orang pandai, kuat ingatan, atau berwawasan luas sebagai bahan kehidupan yang lebih baik. Oleh karenanya, sebelum guru menyampaikan pengetahuan kepada siswa hendaknya dipersiapkan secara matang sehingga siswa puas dapat termotivasi dan gurunya pun berwibawa.
Pemahaman, adalah aktivitas untuk memahami sesuatu dengan cara menginterpretasikan, menjelaskan, dan mampu membuat kesimpulan untuk dijadikan suatu konsep, prinsip, teori, atau dalil. Disinlah guru memegang peranan penting untuk dapat menafsirkan mata pelajaran, baik yang terdapat dalam hahan ajar (buku teks) maupun dalam menafsirkan lingkungan atau alam. Penerapan, adalah kemampuan untuk menjelaskan atau menafsirkan materi ajar yang sudah disampaikan kepada siswa untuk diterapkan dalam situasi baru, yaitu kemampuan menerapkan konsep, prinsip, teori atau dalil sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Dengan demikian, guru benar-benar menjadi berwibawa di hadapan siswanya.
Analisis, yaitu kemmpuan guru dalam mengidentifikasi atau menjabarkan materi ajar menjadi bagian-bagian yang mempunyai hubungan antar satu dengan lainnya sehingga bagian-bagian tersebut menjadi utuh dan mudah dimengerti. Disinilah guru mempunyai tugas yang agak berat karena tingkat analisis siswa berbeda-beda.
Sintesis, yakni kemampuan guru dalam menyatukan bagian­bagian yang sudah terpisah sesuai sifat dan jenis masalah yang terdapat dalam materi pelajaran sehingga menjadi bagian yang utuh. Dalam hal ini guru menyajikan data, fakta dan informasi untuk diolah dan dirumuskan sehingga menjadi pola yang terstruktur dengan baik. Jadi, guru dalam kelas hendaknya mampu membentuk siswa berkemampuan kognitif-sintesis sehingga melahirkan kewibawaan guru itu sendiri.
Evaluasi, adalah kemampuan guru untuk mengadakan penilaian atas hasil belajar siswa berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan dalam bidang materi ajar. Kegiatan evaluasi ini mensyaratakan ketelitian guru terhadap tahapan-tahapan belajar siswa. Dengan evaluasi ini, guru diharapkan pula obyektif sehingga mampu menjadikan siswa percaya, taat, dan tunduk kepadanya dengan sungguh-sungguh, tidak hanya sekedar ketakutan yang terpaksa.
§   Kewibawaan Keterampilan
Keterampilan merupakan wujud siswa dalam menerapkan suatu teori. Artinya, siswa tidak hanya diharapkan pandai dalam ranah afektif (sikap), kognitif (intelektual) semata, akan tetapi keterampilan siswa dalam menerapkan sesuatu menjadi keniscayaan untuk menjadi siswa yang berhasil dalam belajar. Guru akan berwibawa dalam kelas apabila ia terampil menerapkan sesuatu yang sesuai dengan materi pelajaran kepada siswanya. Kewibawaan keterampilan guru ini dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut;
Persepsi, yaitu kesanggupan guru dalam memandang materi pelajaran dengan cara membuka peluang siswa untuk berpikir dan berbuat sesuai dengan bahan ajar yang akan dinelajari. Dalam hal ini guru menyruh siswa untuk menggunakan keterampilan indranya, seperti; tangan terampil memainkan alat musik, kaki terampil memainkan bola, mata terampil membaca, telinga terampil mendengankan mata pelajaran yang disampaikan pada guru, dan lain-lainnya.
Kesiapan, yakni guru mempersiapkan diri materi pelajaran sesuai dengan tujuan siswa untuk menjadi terampil. Kesiapan in i beraksentuasi pada melakukan kegiatan yang dilandasi kesiapan mental, kesiapan fisik, kesiapan, clan kesiapan emosional. Apabila guru mampu melakukan kesiapan tersebut, maka guru akan mudah menjadikan siswa terampil dalam melakukan kegiatan yang i:nbasnya adalah guru benar-benar berwibawa.
Mekanisme, merupakan bentuk kewibawaan guru di dalam kelas dengan cara terampil menanggapi bahan ajar yang telah disampaikan kepada siswa atas dasar pertanyaan dan permasalah siswa. Disinilah, guru membentuk kebiasaan siswa sehinggasecara mekanik-otomistis siswa mahir dan terampil menjalankan kegiatan pembelajaran.
Respon terbimbing, guru mengajar di dalam kelas untuk tahapan ini adalah memerintah anak untuk mengikuti dan mengulangi hingga sampai pada hasil keterampilan yang benar. Siswa pun disuruh untuk melakukan sesuatu yang berupa uji coba berdasarkan tanggapan dan kemampuan keterampilannya masing-masing dengan bimbingan seorang guru.
Kemahiran, yaitu guru mengajar di dalam kelas dengan tingkat kemapanan siswa. Artinya, siswa dibentuk keterampilannya untuk berbuat sesuatu sehingga hasilnya lebih baik dan waktunya lebih cepat. Disinilah kewibawaan guru akan menjadi bertambah di hahadapan siswa.
Adaptasi, yaitu guru mengajar di dalam kelas dengan menggunakan pendekatan individual siswa. Siswa diberi kesempatan untuk berkembang sendiri dengan cara mampu memodifikasi pola gerak, berbuat, dan bertindak sesuai dengan kebutuhannya.
Originasi, yaitu kewibawaan guru dalam mengajar di kelas untuk menjadikan siswa terampil dalam menciptakan sesuatu dengan sendirinya, tanpa bimbingan guru secara langsung. Seperti; siswa terampil membuat komputer, siswa terampil membuat pola pakaian, siswa terampil membuat desain rumah yang aman dan nyaman, clan lain sebagainya.
·         Kewibawaan Guru dalam Lingkungan
Guru disamping sebagai makhluk individu juga makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, ia mempunyai kewajiban untuk menata dirinya sendiri dengan tanpa melibatkan orang lain. Dan sebagai makhluk sosial, ia mampu berinteraksi ditengah-tengah masyarakatnya dengan baik dan benar serta diharapkan menjadi orang orang lain sebagaimana dirinya sendiri.
Lingkungan Keluarga kemasyarakatan adalah komunitas terkecil dalam setting kehidupan sosial. Maklum adanya, bahwa kehidupan keluarga selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan masyarakat global. Dulu peran ayah sangat dominan, sekarang peran ibu menuntut kesejajaran ayah. Dulu seorang bapak mencari nafkah sepenuhnya untuk memmenuhi kebutuhan keluarga, sekarang ibu pun tidak mau ketinggalan untuk menopang kebutuhan keluarga. Dulu, keluarga, bapak-ibu, tidak menjadi masalah dalam memproduksi anak sebanyak banyaknya, sekarang hal ini menjadi problematika besar.
Demikian pula, dulu guru mempunyai tempat yang terhormat di sekolah, keluarga, dan masyarakat, sekarang posisi tersebut sudah bergeser menjadi paradigma yang sudah biasa, tanpa kelebihan yang berarti. Dulu guru benar-benar dihormati siswa, sekarang banyak guru yang dibenci siswa. Untuk itulah, guru dituntut untuk membenahi keluarganya sendiri sebelum membenahi orang lain.
Kewibawaan guru dalam keluarga pada prinsipnya menjadi hak dan kewajiban guru itu sendiri, terutama guru laki-laki yang mernang menjadi pemimpin keluarga dalam perspektif sejarah dan agama, yaitu orang laki-laki menjadi pemimpin istri dan anak-anaknya walaupun situasi sekarang sudah tidak menghendaki seperti itu.
Dalam hal ini kewibawaan pendidikan dalam keluarga oleh seorang guru (bapak atau ibu) berarti berperan ganda, satu sisi sebagai kepala atau wakil kepala keluarga dan sisi lain sebagai guru bagi anggota keluarganya. Peraturan-peraturan dalam keluarga pun dibuat sedemikian rupa sehingga menghendaki semua aggota keluarga untuk mentaatinya. Walaupun peraturan dalam keluarga tidak begitu formal sebagaimana peraturan dalam pendidikan sekolah.

2 komentar:

  1. Alhamdulillah, smoga bermanfaat. Izin sy copy/download pak ustadz. Barokalloh fiikum

    BalasHapus