Selasa, 07 Desember 2010

Gendang Belek

Gendang Bele’k….. Boleh gak ya..?
Oleh : Zamroni, M


Para turis mancanegara ataupun lokal ketika berwisata ke pulau Lombok, sering-kali disuguhi dengan beraneka ragam bentuk kesenian. Mulai dari seni tari, kecimol, gendang bele’k dan lain-lainnya. Akan tetapi dari beberapa kesenian yang ada di Lombok, gendang bele’k lah yang menarik perhatian para turis mancanegara dan lokal. Disamping itu juga, Gendang Bele’k sering kali digunakan untuk acara-acara adat istiadat di Pulau seribu masjid. Mulai dari pernikahan, hajian, pergi merantau ke Malaysia dan acara-acara lainnya. Makanya tidak salah, Lombok menjadi salah satu aset tempat pariwisata paling menarik untuk dikunjungi oleh para turis mancanegara dan lokal. Lalu seperti apakah Gendang Bele’k dalam pandangan Islam..?
Untuk itulah Nulur Wustha akan menyapa para pembaca dengan thoblun (gendang), agar doktrinisasi yang memarjinalkan para seniman Gendang Bele’k tidak begitu ekstrem menghujamkan kata-kata pedas di dalam benak para pecinta seni Gendang Bele’k yang ada di Pulau seribu Masjid.
Gendang di dalam bahasa arab sering diistilahkan dengan thoblun (gendang). thoblun merupakan sebuah alat yang dibuat dari kayu dan kulit hewan, kemudian diformat sedemikian rupa sehingga menghasilkan suara yang merdu dan indah ketika dimainkan. Gendang pada dasarnya tidak hanya digunakan untuk musik saja, tapi terkadang gendang juga bisa digunakan untuk memberikan semangat kepada para tentara yang akan berperang melawan musuh.
At-Thobary berpendapat tentang Gendang didalam kitab ahkam al-Qur’an li Ibnu Araby jus: 6 hal 283. yang berbunyi: “ Pada dasarnya gendang itu terbagi menjadi dua macam: Pertama: thoblu harbi (Gendang untuk peperangan). Gendang ini tidak menimbulkan dosa ketika kita mainkan atau kita pukul. Karena sangat bermanfaat untuk memberikan semangat kepada para tentara yang akan berperang dan sangat bermanfaat juga untuk membuat takut para musuh ketika di pukul. Kedua : thoblu lahwin (Gendang untuk main-main). Gendang ini sama seperti rebana. Yang sering kali digunakan dalam sebuah pernikahan, kalau seandainya gendang ini digunakan untuk pernikahan maka hukumnya boleh. Akan tetapi dengan syarat; dalam lantunan lagunya harus menggunakan kata-kata yang baik dan selamat dari rofasa (kata-kata keji).”
Gendang yang dipukul pada waktu acara walimatul ‘urs dan acara-acara yang ada tujuannya adalah di perbolehkan dalam Islam dan diperkuat dengan pendapat ulama dalam kitab hawasi as-syarwani juz; 10, hal 221 yang menyatakan “Bahwa semua gendang itu hukumnya boleh kecuali gendang kubah (gendang kecil yang ramping), karena melambangkan kesempitan”. Dan dipertegas lagi dalam kitab hasyata al-qulyubi wa ‘amiroh yang berbunyi:
وَيَحْرُمُ ضَرْبُ الْكُوبَةِ وَهِيَ طَبْلٌ طَوِيلٌ ضَيِّقُ الْوَسَطِ
Artinya: “Memukul gendang kubah hukumnya haram. Gendang kubah adalah gendang yang panjang dan tengahnya sempit.”
Gendang kubah dihukumi haram karena berdasarkan kepada hadist Nabi yang berbunyi:
إنَّ اللَّهَ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَالْمَيْسِرَ وَالْكُوبَة
Artinya: “Allah SWT. mengharamkan khamar, judi dan gendang kubah” (H.R Ibnu Hibban).
Hadist Nabi ini menjadi landasan atau acuan para ulama untuk mengharamkan menggunakan gendang kubah dalam kegiatan apapun, baik kegiatan pesta, peperangan, pernikahan, hajji dan lain-lainnya.
Jadi dari beberapa pemaparan diatas, kami dapat mengambil sebuah kesimpulan. Bahwa Gendang Bele’k hukumnya boleh, selama tidak menyerupai gendang kubah. Tentunya dengan adanya sebuah seni yang maha agung ini, akan menjadikan Lombok sebagai daerah yang kaya dengan seni-seni dan kami Nurul Wustha bisa memberikan solusi kepada para pecinta Gendang Bele’k agar selalu memacu bakat dan prestasi para pecinta Gendang Bele’k.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar