NU dalam Pemberdayaan Civil Society
Oleh: Muhammad Zamroni
Kehidupan bermasyarakat merupakan hal yang perlu diamati karena didalamnya selalu mengalami pergeseran, walaupun pada dasarnya manusia tercapta dalam bentuk yang sempurna. Sehingga untuk membentuk tatanan masyarakat yang ideal dalam dimensi dunia maupun akhirat, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi maupun pendidikan, dan semua itu harus terkendali dan terarah didalam masyarakat.
<> Maka peran ulama di tengah masyarakat sangat dibutuhkan, karena ulama adalah hamba yang paling takut dan taat kepada Allah SWT, dalam Al-Quran dijelaskan:
<> Maka peran ulama di tengah masyarakat sangat dibutuhkan, karena ulama adalah hamba yang paling takut dan taat kepada Allah SWT, dalam Al-Quran dijelaskan:
Artinya; Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah ulama (Qs. Fatir/35:28).
Para ulama mempunyai posisi dan peran yang sangat strategis dalam mentransformasikan nilai-nilai ketuhanan, seperti keadilan (al’adalah), kesetaraan (al-musawah), dan kemerdekaan (al-hurriyah), dan semua itu harus dirasakan oleh masyarkat secara keseluruhan didalam aspek kehidupan yang plural, dan orientasi dari semua itu adalah untuk mencapai sebuah keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Ulama secara definitif tidak ada dikotomi antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan agama dan non-agama, melainkan semua nilai yang bermanfaat bagi terwujudnya tatanan masyarakat yang damai, tentu saja tidak sekedar tahu atau faham akan ilmu itu, tetapi ulama juga mengimplementasikan dalam komunitas kemasyarakatan. Ulama adalah sentral figure dalam kehidupan, baik sebagai hamba Allah (abdullah) atau pemimpin (khalifah), sehingga ulama dituntut untuk membumikan sifat-sifat tuhan, sehingga mampu membuat tatanan sosial secara benar dan baik serta mengedepankan visi rahmatan lil ‘alamin.
Dampak globalisasi dan kehidupan yang kompetetif mempunyai pengaruh dalam kehidupan sosial, masyarakat yang minim akan pengetahuan akan keblinger dalam merespon budaya, karena budaya mempunyai peran yang urgen dan signifikan dalam aspek sosial, maka disinilah strategi sanagt dibutuhkan agar dinamika hidup tetap dalam bingkai nilai ketuhanan.
Weber mengungkapkan bahwa manusia adalah mahluq “budaya” atau kulturmenchen. Ilmu budaya (culture wissenchaften), tidak memperhatikan aspek dari relitas sosial, yang secara meyakinkan dalam membentuk budaya sosial (Schroeder:2002:8)
Budaya mempunyai peran penting dalam membentuk kehidupan sosial, pernyataan yang paling terkenal ialah mengenai antara gagasan dan kehidupan sosial yang dimuat dalam metafora switchmen (atau real yang bergerak dalam terminologi real british), dimana ia memformulasikan sebagai berikut: “bukan gagasan, tetapi kepentingan-kepentingan material yang ideal dan secara langsung mempunyai tingkah laku manusia”, namun seringkali “gambaran-gambaran dunia tentang dunia” yang diciptakan oleh “gagasan-gagasan” seperti switchmen, telah mendeterminasi sepanjang jalan dimana tindakan didorong oleh dinamika kepentingan. Pernyataan ini dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ada hubungan variable antara gagasan dan kepentingan, dan meskipun faktor-faktor lain sering kali lebih penting, budaya kadang-kadang bisa memainkan sebuah peran yang sangat penting. Oleh karena itu pada akhirnya kita akan memodifikasi konsep Weber tentang budaya, yaitu bahwa realitas sosial dan kehidupan sosial manusia itu di transformasikan melalui budaya (Schroeder: 2002:8-9)
Ulama, institusi dan komunitas yang mempunyai andil dalam sebuah perubahan dalam tatanan sosial harus mempunyai inisiatif, ide dan konsep untuk membangun struktur sosial. Sachedina ed, Ilyas (1994:150) tanggungjawab tersebut mengandung kewajiban bagi kaum muslim untuk saling membantu sesamanya dalam membangun tata kehidupan sosial dalam skala keadilan ilahiyah. Lebih lanjut, kewajiban tersebut mengandung arti tantangan revolusioner Islam terhadap tantangan yang memusuhinya. Benih-benih tanggungjawab tersebut, menghasilkan perlawanan diseluruh sejarah Islam dalam kegigihan aspirasi para penganutnya menuju masa depan yang lebih adil, dituturkan oleh tuntutan Al-qur’an untuk mendirikan tata sosial yang adil serta berdasarkan etika.
Menghadapi problem yang menghimpit masyarakat, seperti kemiskinan kebodohan, imperialisme budaya dan kesewenang-wenangan penguasa, ulama harus tampil digarda depan. Sangat naif jika ulama hanya bertugas memberi contoh dalam ritual-ritual keagamaan semata. Sebab esensi ibadah adalah mencakup dua dimensi, yaitu, dimensi ubudiyah, hubungan individu dengan tuhan, dan dimensi mu’amalah, hubungan manusia dengan manusia yang lain (sosial), jadi keduanya harus berjalan secara simultan tanpa menyisihkan salah satunya, menyisihkan salah satu dimensi, berarti suatu kepincangan dalam memahami nilai-nilai Tuhan. Ulama adalah pewaris nabi, warasatul anbiya’ wal mursalin, maka yang bertanggungjawab digarda depan dalam mengemban misi kenabian adalah para ulama, para nabi dan rosul adalah sosok yang gigih dalam membawa amanah Allah, para nabi diturunkan untuk mengentaskan manusia dari kebodohan, ketertindasan, dan berbagai bentuk tindakan amoral ditengah kehidupan manusia. Mereka dituntut untuk mencurahkan segenap hidupnya untuk mengajak dan memberikan suri tauladan bagi umat manusia. Mereka diharapkan untuk bisa menerangi lorong kegelapan dalam kehidupan, dan melawan penindasan dan tirani dengan taruhan nyawa sekalipun. Ini merupakan cerminan dari para nabi dan rosul. Selain itu ulama dituntut untuk mengaplikasikan serta mengamalkan ilmunya. Dari sinilah cahaya ketuhanan dan tata nilai agama memberikan pencerahan terhadap manusia.
Nahdlatul Ulama merupakan organisasi terbesar di Indonesia, dan mempunyai peran strategis dalam membentuk struktur sosial yang ideal. Struktur organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari para kiai yang merupakan simbiosis ulama, kiai merupakan sentral figur dalam kehidupan masyarakat. Sehingga Nahdlatul Ulama harus mendesain program kerja secara optimal dan membangun visi dan misi yang jelas untuk mewujudkan tatanan sosial yang benar. Karena secara karakteristik sifat orang Banyuwangi adalah ekpresif, sponntan dan terbuka maka tidak menutup kemungkinan untuk menerima perubahan yang lebih ideal dalam tatanan sosial, dan sebagai langkah alternatif dalam mewujudkan civil society. Civil society merupakan konsep dasar untuk membangun struktur sosial yang ideal. Menurut Hanchsen, civil society dapat diartikan secara intitusional dan dapat diartikan sebagai pengelompokan anggota masyarakat sebagai warga mandiri yang dapat dengan bebas dan egaliter dalam bertindak sacra efektif dalam wacana dan praksis mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya (Moesa, 1999:38)
Menurut Moesa (1999:38-39), esensi civil society adalah adanya wacana publik dan sekaligus sebuah ruang publik yang bebas, sementara warga negara memiliki akses penuh terhadap semua kegiatan politik. Dua hal ini berkaitan, karena individu atau kelompok (seperti; ormas, kelompok kepentingan, partai politik, dan parlemen). Dengan demikian demokrasi dan civil society saling melengkapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar