Selasa, 01 Februari 2011

Da'wah Nabi saw

PERJALANAN DAKWAH NABI DI MEKKAH
Oleh: M. Zamroni

Pada dasarnya agama Islam menjadi agama dakwah yang harus disampaikan kepada umat manusia di muka bumi ini, yang telah telah dijelaskan melalui teks-teks dalam sumber ajaran Islam. Yaitu al-Qur'an dan al-Sunnah. Ajaran-ajaran islam itu diterapkan di segala bidang kehidupan manusia. Ia dijadikan sebagai kunci penyelamat yang hakiki baik di dunia maupun di akhirat, serta menjadikan Islam sebagai nikmat dan kebahagiaan manusia.
Untuk kesuksesan penyebaran ajaran Islam ini, nabi menerapkan sistem dakwah yang tepat dan baik. Pada mulanya, nabi mengajak penduduk Makkah dengan sembunyi-sembunyi. Kaum lemah dari golongan laki-laki, perempuan serta budak beriman pada nabi. Selanjutnya pada usia ke empat puluh empat (44), nabi menyampaikan dakwah secara terang-terangan.
Sebagai seorang utusan maka selayaknya tugas utama adalah berdakwah atau mengajak pada jalan yang benar, jalan yang sesuai dengan ridha Allah swt. Sebagaimana juga telah dilakukan oleh para utusan sebelumnya. Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk melakukan dakwah, melalui firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3) وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ (5) وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ (6) وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ (7)
“Hai orang yang bergumul (berselimut) 1. Bangunlah, lalu berilah peringatan! 2. Dan tuhanmu  agungkanlah 3. Dan pakaianmu bersihkanlah 4. Dan perbuatan dosa (menyembah berhala), tinggalkanlah 5. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan)yang lebih banyak 6. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhan-mu, bersabarlah 7”. (QS. Al-Mudatstsir: 1-7)
Ayat tersebut turun ketika Nabi tidak lagi menerima wahyu lagi setelah mendapatkan wahyu yang pertama[1]. Nabi khawatir wahyu yang Allah berikan terputus. Tapi pada suatu waktu, ketika Nabi berjalan tiba-tiba melihat malaikat yang mendatangi beliau di gua hira’ sedang duduk di singgasana yang berada antara langit dan bumi, laksanasa cahaya yang berkilau sangat terang[2]. Lantas dengan segera Nabi beranjak pulang kerumahnya, karena takut. Sesampai di rumah, kebetulan ada Siti Khadijah beliau minta ambilkan air. Setelah itu beliau berkata: “
دثروني دثروني
  "Selimutilah aku, selimutilah aku"
Siti Khadijah pun memenuhi permintaan Nabi. Kemudian turunlah ayat tersebut[3].
Ayat ini dengan jelas menunjukkan perintah pada Nabi untuk berdakwah. Memberi peringatan pada segenap manusia terhadap akibat yang akan diperoleh jika melakukan pebuatan-perbuatan yang menyalahi Allah. Karena telah mendapatkan perintah untuk melakukan dakwah, maka Nabi melaksanakannya.
Namun dakwah Nabi pada awalnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Mengingat bahwa Kota Mekkah adalah sentral agama bangsa arab. Di sana banyak benda yang dianggap suci dan disembah oleh bangsa arab seperti ka’bah, berhala-berhala, dan patung-patung.[4] Sehingga keingingan untuk merubah perilaku orang arab dengan sekaligus sulit untuk dilakukan, bahkan tidak mungkin. Jika terpaksa dilakukan maka akan menimbulkan reaksi yang sangat keras dari mereka. Oleh karena itu agar tidak mengagetkan mereka dengan ajaran-ajaran yang baru bagi mereka, Nabi melakukan dakwah dengan cara sembunyi-sembunyi.
Tindakan Nabi ini menunjukkan kejeniusan Nabi. Beliau tidak gegabah dan tergesa-gesa dalam mencapai sebuah tujuan. Beliau begitu paham bagaimana cara berdakwah yang baik. Sehingga akan membuahkan hasil, bukan malah sebaliknya. Hal ini juga perlu ditiru oleh para muballigh.
Dakwah Nabi pertama kali disampaikan pada orang yang dekat dengan beliau, yaitu keluarga dan para sahabat karib. Beliau menyeru pada mereka agar masuk Islam[5]. Karena memang mereka telah mengetahui bagaimana sifat kepribadian Nabi, maka mereka pun percaya dengan sepenuh hati pada apa yang disampaikan Nabi.
Dalam istilah mereka itu dikenal dengan sebutan As-Sabiqunal Awwalun (yang terdahulu dan pertama masuk Islam). Mereka itu adalah: Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid (istri Nabi), Zaid bin Haritsah bin Syurahbi Al-Kalby (budak Nabi), Ali bin Abi Thalib (sepupu Nabi/anak paman Nabi), dan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang mempunyai nama asli Abdullah bin Abi Quhafah (sahabat karib Nabi). Dari keempat orang tersebut, yang pertama kali masuk Islam adalah istri pertama Nabi, Siti Khadijah binti Khuwailid. Lalu Ali bin Abi Thalib, dan selanjutnya Zaid bin Haritsah. Sehingga ketika itu orang yang kumpul satu rumah dengan Nabi telah memeluk agama Islam semua[6].
Nabi pun melanjutkan dakwahnya tetap secara sembunyi-sembunyi. Berkat kredibilitas Nabi yang baik banyak para sahabat yang menerima ajaran yang disampaikan pada mereka. Di antara yang masuk Islam ialah: Bilal bin Rabban Al-Habsyi, Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarrah, Abu Salamah bin Abdul Asad, Al-Arqam bin Abil Ar-Qam Al-Makhzumi, Utsman bin Mazh’un dan kedua saudaranya (Qudamah dan Abdullah), Ubaidah bin Harits bin Al-Muthalli bin Abdi Manaf, Sa’id bin Zaid Al-Adawi dan istrinya (Al-Khaththab), Khabban bin Al-Aratt, Abdullah bin Mas’ud Al-Khuzali, dan masih banyak lagi lainnya. Mereka pun semuanya disebut As-Sabiqunal Awwalun.[7]
Abu Bakar setelah masuk Islam bersemangat untuk mengajak orang lain memeluk agama Islam. Dengan kepribadian ramah, pengasih, lemah lembut, dan berakhlak mulia tak sulit baginya untuk menyampaikan ajaran Islam. Dia sering menyampaikan ajaran Islam pada orang-orang yang biasa duduk-duduk bersamanya dan yang dipercayainya. Seruannya membuahkan hasil, ada beberapa sahabat yang mempercayai Islam, yaitu: Utsman bin Affan al-Umawi, Az-Zubair bin Alwan Al-Sa’adi, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash Az-Zuhriyah dan Thalhah bin Ubaidillah At-Taimi[8].
Begitu juga dengan Siti Khadijah, ia mengajak orang lain untuk masuk Islam, khususnya pada kaum perempuan[9]. Ini merupakan bentuk dukungan penuh pada sang suami yang sedang berjuang menyampaikan ajaran kebanaran. Ini juga menandakan keharmonisan rumah tangga Nabi.
Para sahabat yang mempercayai Nabi, masuk Islam dengan cara sembunyi-sembunyi. Begitu juga dalam hal ibadah. Mereka khawatir diketahui orang lain dan mendapat intimidasi. Karena bagaiman pun kepercayaan yang dianut sebelumnya telah menjadi kepercayaan yang kokoh di kalangan bansa arab. Sehingga jika ketahuan cacian, bahkan ancaman pasti akan menghampiri mereka.
Nabi pun secara sembunyi mengajari mereka. Beliau menyampaikan ayat-ayat dan potongan surat yang sudah diturunkan padanya. Dengan susunan bahasa yang sangat bagus dan isi yang menjanjikan kenikmatan membuat para pengikut beliau makin teguh imannya.   
Diantara ayat yang turun di awal Islam adalah ayat:
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ (55)    
“Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhan-mu pada waktu petang dan pagi” (Al-Mu’min: 55)
Ayat tersebut memerintahkan Nabi untuk selalu bersabar menghadapi orang musyrik. Juga menjelaskan tentang perintah untuk melakukan shalat diwaktu pagi dan petang. Perintah shalat tersebut ada sebelum turunnya ayat tentang kewajiban shalat lima waktu[10].  
Walaupun Nabi menyeru orang untuk masuk Islam dan menyampaikan ajaran-ajaran Islam secara sembunyi-sembunyi, para orang-orang Quraisy akhirnya mendengar juga hal tersebut. Tapi mereka tidak memperdulikan tindakan Nabi Muhammad. Sebab mereka mengira Nabi Muhammad hanya salah seorang di antara mereka yang peduli terhadap urusan agama. Sebagaimana tela biasa dilakukan oleh Umayyah bin Ash-Shallat, Qus bin Sa’idah, Amr bin Nufail, dan lainnya. Namun lama-kelamaan ada pula yang hawatir dengan tindakan Nabi Muhammad. Sehingga mereka mulai memperhatikan tindakan beliau[11].
Dakwah secara sembunyi-sembunyi dilakukan dalam kurun waktu tiga tahun. Orang yang sudah masuk Islam berjumlah 39 orang. Mereka semuanya membentuk kelompok yang senantiasa menguatkan hubungan persaudaraan. Mereka semua layaknya satu keluarga yang akan selalu saling memberikan bantuan pada saudaranya jika dibutuhkan.
Hubungan erat antar sesama muslim memang sangat dibutuhkan, terlebih pada waktu itu. Di mana mereka hanya sebagian kecil bangsa arab yang berada ditengah orang-orang yang berbeda keyakinan. Tak ubahnya seekor ayam di kerumuni serigala yang kapan saja bisa menamatkan riwayatnya.     
Setelah melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi selama tiga tahun. Nabi menerima wahyu[12], yaitu:
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ (94) إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِينَ (95)
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik 94. sesungguhnya kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olok (kamu) 95.(Al-Hijr: 94-95)
Kemudian turun lagi ayat:
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ (214) وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (215) فَإِنْ عَصَوْكَ فَقُلْ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ (216)
“Dan berilah peringatan pada kerabat-kerabatmu yang terdekat 214. Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang yang beriman 215. Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah ‘sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan 216.(QS. Asy-Syu’ara: 214-216)
 Ternyata ayat-ayat tersebut membuat Nabi berpikir panjang. Beliau merasa sangat berat dan masih belum mampu untuk mengeban tugas baru ini. Selama kurang lebih satu bulan Nabi senantiasa tinggal di rumah. Sehingga banyak keluarganya yang menyangka sedang sakit.
Sampai di suatu hari beliau didatangi orang yang telah mengannggap beliau selayaknya anak sendiri, ia tak lain Abu Thalib, paman Nabi. Ia tidak sendirian, melainkan dengan sang istri dan saudara dekatnya. Nabi ditanya prihal apa yang terjadi, dan beliau pun terperanjat ketika mendengar pertanyaan itu. Nabi mengatakan bahwa beliau tidak sakit. Lalu beliau menjelaskan masalah yang sedang di hadapi, yaitu mengajak para famili terdekat untuk beriman pada Allah swt. Mereka memberi idzin pada Nabi untuk melakukan tugasnya. Namun mereka berpesan untuk tidak menyeru pada Abdul Uzza (Abu Lahab). Mungkin mereka berpikir bahwa Abu Lahab akan menolak mentah-mentah ajaran yang dibawa Nabi, atau bahkan akan menghalanginya[13].
Karena sudah mendapatkan idzin dari para keluarganya, beliau keluar rumah untuk menyampaikan ajaran Islam. Beliau mengundang empat puluh lima orang dari keturunan bani Al-Muthallib bin Abdi Manaf, Abu Lahab termasuk di dalamnya. Jadi walaupun telah dinasehati oleh pamannya, beliau tetap mengundang Abu Lahab, karena beliau berpikir bahwa Abu Lahab juga harus diseru untuk masuk Islam. Nabi lebih mendahulukan perintah Allah dari pada pesan-pesan paman beliau. Apapun yang akan terjadi, kalau memang perintah Allah pasti akan dikerjakan[14].
 Nabi memulai pertemuannya dengan berkata, “Bagaimanakah menurut pendapatmu, jika aku memberitahukan padamu bahwasanya ada seekor kuda keluar dari dalam gunung, lalu ia berkehendak meeruah kamu sekalian, adakah kamu membenarkan aku”. Karena memang Nabi dikenal sebagai orang yang jujur, mereka berkata, “ya, kami percaya, kami tidak pernah mengetahui bahwa engkau berdusta”. Kemudian Nabi melanjutkan kata-katanya, “Bahwa sesungguhnya aku ini pemberi peringatan padamu di hadapan siksa tuhan yang sangat pedih”[15].
Ketika Nabi baru selesai mengatakan hal tersebut, tiba-tiba Abu lahab berteriak, sehingga mengagetkan semua yang hadir. Dia berkata dengan sangat lantang, “celaka kamu, hai Muhammad, apakah hanya ini untuk ini saja kau kumpulkan kami semua di sini”. Tidak berhenti di situ, tapi ia juga mengambil batu dan hendak melemparinya pada Nabi. Seketika pertemuan gaduh oleh perbuatan Abu Lahab. Dengan wajah nada marah kemudian dia berkata, “aku sama sekali belum pernah melihat seorang yang datang pada keturunan orang tuanya dan kaumnya yang lebih keji dari pada yang engkau perlihatkan itu”[16].
Di saat itu Allah swt. Menurunkan wahyunya:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ (1)
“Celakalah kedua tangan Abu Lahab dan sangat celaka”.
Sementara itu Abu Lahab masih marah-marah, sambil berkata, “Jika apa yang dikatakan Muhammad itu benar, maka aku tebus dengan hartaku dan anakku”. Pertemuan pun masih dirasa gaduh, sehingga Nabi membubarkn pertemuan itu.
Walau pun pertemuan ketika itu dibubarkan, sebagian yang hadir meminta Nabi untuk mengadakan pertemuan lagi, tapi Abu Lahab tidak boleh diundang dalam pertemuan tersebut agar tidak mengacaukan pertemuan lagi. Nabi sangat senang mendengarnya, dirasa apa yang akan disampaikannya bisa diterima orang lain.
Nabi mengabulkan permintaan mereka yang pertama, tapi tidak untuk yang kedua. Nabi merasa harus menjalankan perintah Allah untuk menyeru pada semua familinya agar masuk Islam. Kalau Abu Lahab tidak diseru, maka beliau melanggar perintah Allah, dan hal itu sangat tidak diinginkan oleh beliau sebagai Nabi yang juga dikenal mempunyai sifat Tabligh. Dalam benak Nabi yang ada hanya bagaimana ia bisa menjalankan perintah Allah tersebut. Perkara nanti ada yang tidak menerimanya, atau bahkan bisa menghalanginya dalam berdakwah, bukanlah urusan beliau. Tugas beliau hanya menyampaikan apa yang harus disampaikan saja.
Melihat ini, bisa digambarkan pendirian nai yang sangat teguh dan tidak mudah goyah hanya karena ada penghalang yang sudah biasa terjadi bagi para penyampai kebenaran. Kepribadian seperti ini lah yang harus dijadikan cermin semua orang, khususnya orang Islam. Dengan pendirian teguh pada sebuah kebenaran, kebahagian sebagai jaminannya. Dan hal itu sudah menjadi janji Allah yang pasti kebenarannya.
Pertemuan kedua ini dilakukan di bukit Shafa[17]. Yang diundang ketika itu adalah semua famili-famili beliau, tanpa terkecuali. Ketika telah bekumpul semuanya Nabi memulai pembicaraannya, “bahwasanya orang memelihara itu akan berdusta kepada ahlinya. Demi Allah jika aku berdusta pada manusia, sungggu aku tidak akan berdusta kepadamu. Dan jika aku suka menipu manusia, tentulah aku tidak akan menipu padamu. Demi Allah yang tiada tuhan selainnya sesungguhnya aku ini utusan Allah kepadamu khususnya dan kepada seluruh manusia. Sungguh kamu akan mati sebagaimana kamu tidur, dan sungguh kamu akan dihidupkan kembali sebagaimana kamu bangun dari tidur, dan sungguh kamu akan menerima balasan yang sesuai, yang baik akan dibalas dengan kebaikan, sementara yang buruk akan dibalas dengan kejahatan. Sesunggguhnya pembalasan itu ada di surga selamanya atau di neraka selamanya”.
Kemudian beliau melanjutkan perkataannya, “Demi Allah, wahai keturunan Abdul Muthallib. Tidak ada seorang pemuda yang datang kepada kaumnya yang lebih utama daripada yang telah aku datangkan padamu. Sesungguhnya aku aku telah datang kepadamu dengan membawa usuran dunia dan akhirat”. Lebih lanjut lagi Nabi terus menyampaikan peringatan-peringatannya pada semua keluarganya. Disebutkan satu-persatu dari para te dalam keluarganya, seperti Abdul Muthallib, Ka’ab bin Luayy, Murrah bin Ka’ab, Hasyim, Abdu Manaf, Abdu Syamsi. Mereka semuanya itu dieringati agar memelihara dirinya masing-masing dari siksa yang sangat pedih. Tentunya caranya satu, yaitu dengan mempercayai apa yang disampaikan beliau, kemudian masuk Islam.
Nabi tentu menyampaikannya dengan bahasa yang sangat bagus dan sopan. Yang memang merupakan ciri Nabi dan selayaknya menjadi ciri semua umatnya. Dengan bahasa yang bagus isi dari dakwah akan dengan mudah dipahami, dan akan lebih bisa diterim dengan baik.
Tapi, tidak semua yang hadir mau mendengarkan nasihat atau pesan-pesan Nabi. Mereka ada yang beranjak meninggalkan tempat pertemuan. Hanya sebagian kecil saja yang tetap duduk manis sambil mendengarkan sabda-sabda Nabi. Termasuk yang masih belum beranjak adalah Abu Lahab[18].
Kalau yang lain karena memang ingin mendengarkan sabda Nabi, tidak bagi Abu Lahab. Ia tetap berada di tempat pertemuan hanya untuk mencaci maki atau menghina Nabi. Bahkan dia mengajak famili-familinya yang masih ada di tebmpat itu untuk menangkap Nabi dan dipenjara.
Mendengar Abu Lahab terus berkata dengan nada marah-marah, wajahnya memerah, Shafiyyah binti Abdul Muthallib (saudara perempun Abu Lahab) mencoba menenangkannya, dengan bahasa yang lemah lembut. Namun hasilnya tidak sesuai harapan Shafiyyah, kakaknya bertambah marah. Abu Lahab pun terus menerus mengucapkan sumpah serapah dan mengajak lagi untuk menangkap Nabi Muhammad.
Paman tercinta Nabi, Abu Thalib segera menjawab perkataan Abu Lahab, dengan berkata, “Demi Allah, Sungguh akulah yang akan menghalanginya selama aku masih hidup”. Perkataan yang singkat tersebut membuat Abu Lahab tidak lagi berkata apa-apa. Dan pertemuan pun di bubarkan.    
Nabi Muhammad tidak hanya menyeru pada para keluarganya saja, melainkan pada semua orang Mekkah pada waktu itu. Beliau banyak menyampaikan tentang keyakinan-keyakinan turun temurun masyarakat yang dianggap tidak mempunyai dasar logis. Berhala-berhala yang dijadikan sesembahan oleh masyarakat dianggap tidak ada nilainya sama sekali. Jadi beliau menganggap barang siapa yang menyembah berhala telah jatuh pada kesesatan.
Akibatnya sudah bisa diterka, Makkah bergejolak. Banyak yang tidak terima dan tentu marah dikatakan telah tercebur dalam kesesatan. Bisa dibayangkan bagaimana reaksi masyarakat mendengarkan penjelasan-penjelasan Nabi, terlebih bagi para pembesar-pembesar.[19]     
Para pembesar bangsa arab tidak tinggal diam dengan apa yang telah Nabi lakukan. Mereka menyusun strategi bagaimana cara untuk menghentikan Nabi untuk berdakwah. Waluapun sesungguhnya penolakan mereka pada dakwah Nabi bukan karena mereka meragukan Nabi, tapi lebih karena kehawatiran mereka terhadap hilangnya pengaruh yang selama ini ada pada diri mereka. Karena Islam mengajarkan ketundukan secara total pada Allah, sehingga pengaruh mereka pun akan terus memudar.
Banyak hal yang dilakukan para pembesar itu untuk merintangi dakwah Nabi, yaitu sebagai berikut: pertama, Meminta Abu Thalib agar ia mau membujuk Nabi untuk menghentikan dakwahnya. Sayangnya mereka pulang dengan kecewa, sebab Abu Thalib dengan nada yang halus tidak mau memenuhi permintaan mereka.
Kedua, melarang orang yang berangkat haji untuk mendengarkan dakwah Nabi. Mengingat pada waktu berdekatan dengan bulan haji[20]. Ketiga, mengolok-olok Nabi dan mencelakai Nabi[21]. Mereka mengatakan bahwa Nabi sinting dan lain sebagainya. Nabi tabah saja menghapi semua itu. Keempat, menjelek-jelekkan, meragukan, dan menyebarkan anggapan yang menyangsikan ajaran-ajaran Islam. Kelima, membandingkan Al-Qur’an dengan dongeng-dongeng terdahulu. Dengan tujuan agar umat Islam meninggakan Al-Qur’an. Keenam, menyodorkan beberapa penawaran. Diantaranya ialah mengajak Nabi untuk beribadah pada berhala, dan mereka pun akan beriabadah pada Allah.
Semua itu dilakukan tak lain untuk menghentikan dakwah atau melemahkan pengaruh dakwah. Ketika satu cara gagal, mereka mencari jalan lain, dan terus begitu tanpa pernah berhenti. Sesuai dengan firman Allah yang menerangkan bahwa para orang kafir tidak akan pernah berhenti sampai orang Islam mengikuti ajaran mereka. 



[1] Dalam masalah masa kekosongan wahyu antara wahyu yang pertama dan kedua, para ulama’ berbeda pendapat. Ada yang mengatakan 3 tahun, ada yang mengatakan kurang dari tiga tahun. Tapi yang pendapat yang paling unggul menurut Dr. Muhammad Sa’id al-Buthy adalah pendapat yang mengatakan 6 tahun. Pendapat ini diriwayatkan oleh imam Baihaqi. (Dr. Muhammad Sa’id al-Buthy; Fiqh Sirah, 58)
[2] Lihat; Imam Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, XXIII/7.
[3] Lihat; Imam Baydhawi, Tafsir Al-Baydhawi, V/340; Ibnu Katsir, Sirah Nabawiyah Libni Katsir, I/387.
[4] Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah (Ar-Rahiqul Mahtum, Bahtsun Fis-Sirah An-Nabawiyah Ala Shahibiha Afdhalish Shalati Was-Salam )71
[5] KH. Moenawwar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, I/176
[6] Dr. Muhammad Sa’id al-Buthy; Fiqh Sirah, 58
[7] Moenawwar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, I/176
[8] Ibid,177
[9] Ibid
[10] Baca; Asy-Syaukani. Fathul Qadhir, VI/331
[11] Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfuri, Op.Cit, 73
[12] Imam Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, XVII/149
[13] Moenawwar Chalil, Op.Cit, I/178
[14] Ibid, 181
[15] Imam Samarandi, Tafsit Samarqandi, III/278
[16] Ibid…
[17] Moenawwar Chalil, Op.Cit, I/181; Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfuri, Op.Cit, 76
[18] Ibid, 183
[19] Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfuri, Op.Cit 78.
[20] Ibid,
[21] Dr. Muhammad Sa’id Al-Buthy, Op.Cit, 77

Tidak ada komentar:

Posting Komentar