Prinsip Ekonomi Islam
Oleh: M. Zamroni
Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta. Hak kepemilikan harta hanya diperoleh dengan cara-cara sesuai ketentuan agama islam. Islam mengatur kepmilikan harta didasarkan atas kemaslahatan sehingga keberadaan harta akan menimbulkan sikap saling mengahargai dan menghormati. Hal ini terjadi karena bagi seorang muslim harta sekedar titipan Allah. Sesuai dengan firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa’: 29)[1]
Bagi seorang muslim harta merupakan amanah Allah yang dipercayakan kepada manusia.
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah: 29)[2]
Seorang muslim tidak akan menyia-nyiakan amanah tersebut, karena bagi seorang muslim pemberian Allah kepada manusia diyakini mempunyai manfaat. Seorang muslim akan selalu bersyukur, karena Allah telah menyediakan segala kebutuhan hidupnya di dunia ini yang berupa hewan, tumbuhan dan lain sebagainya. Keadaan ini menjadikan seorang uslim untuk tidak sempit hati dalam mengahdapi berbagai permasalahan dalam kehidupan ini.[3]
Di samping itu, Islam juga mengakui kehidupan individu dan masyarakat saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Masyarakat akan menjadi faktor yang dominan dalam membentuk sikap individu sehingga karakter individu banyak dipengaruhi oleh karakter masyarakat. Demikian juga sebaliknya, tidak akan terbentuk karakter masyarakat yang khas tanpa keterlibatan dari individu-individu.
Dalam Islam hubungan individu dan masyarakat ini berpengaruh besar untuk membangun peradaban manusia di masa depan. Untuk itu mendapatkan peradaban yang baik di masa depan Islam menganjurkan utnuk bersikap baik dalam membangun masyarakat.
Semua sistem ekonomi mempunyai tujuan yang sama yaitu menciptakan sistem perekonomian yang adil dengan tegas dan secara konsisten menjalankan prinsip-prinsip keadilan. Dalam islam keadilan diartikan dengan suka sama suka dan satu pihak tidak menzalimi pihak yang lain.[4]
Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkelompok-kelompok dalam berbagai golongan. Golongan yang satu akan menzalimi golongan yang lain, sehingga akan terjadi eksploitasi manusia atas manusia. Masing-masing berusaha untuk mendapatkan hasil yang lebih besar daripada usaha yang dikeluarkannya karena kerakusannya.[5]
Untuk menimalisir adanya friksi di dalam masyarakat yang disebabkan oleh persoalan harta. Manusia dianjurkan untuk bersikap adil dalam memenuhi hajat hidup masyarakat. Keadilan merupakan bagian yang tidak dapat dikompromikan walawpun pada nantinya banyak penghalang yang akan dihadapi manusia:
Salah satu penghalang yang menjadikan banyaknya ketidakadilan bukan karena disebabkan Allah, tetapi kridakadilan yang terjadi dikarenakan sistem -yang dibuat manusia itu sendiri- misalnya, masyarakat lebih hormat kepada orang yang mempunyai jabatan tinggi dan lebih banyak mempunyai harta, sehingga masyarakat terkondisikan bahwa orang-orang yang mempunyai jabatan dan harta mempunyai kedudukan lebih tinggi dibanding yang lainnya. Akhirnya, sebagian orang yang tidak mempunyai harta dan jabatan merasa bahwa “Allah tidak adil”.
Kekayaan merupakan amanah Allah yang diberikan kepada manusia untuk dipergunakan dalam hal kebaikan. Amanah bagi seorang muslim dipahami sebagai suatu kepercayaan Allah, maka pemahaman ini akan menjadikan seorang muslim lebih bersikap arif dalam mengelola kekayaannya. Oleh karenanya, kekayaan yang dimiliki seorang muslim menjadi berkah bagi masyarakat disekitarnya.[6] Sehingga Islam sangat mencegah penumpukan kekayaan pada sekelompok kecil masyarakat dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada semua lapisan masyarakat.
Distribusi kekayaan merupakan salah satu aspek penting dalam ekonomi islam. Karena itu, dalam konteks distribusi ini islam memberikan berbagai ketentuan yang berkenaan dengannya untuk menjamin pemenuhan barang dan jasa bagi setiap individu.[7]
Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah Negara dan setiap warga Negara dijamin untuk memeperoeh kebutuhan pokoknya masing-masing. Memang menjadi tugas dan taggungjawab utama bagi sebuah Negara untuk menjamin setiap warga Negara dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan prinsip “hak untuk hidup”.
Dalam sistem ekonomi islam Negara mempunyai tanggungjawab untuk mengalokasikan sumber daya alam guna meningkatkan kesejahteraan rakyat secara umum. Salah satu contoh adalah apa yang pernah terjadi di masa khalifah Umar bin Khattab, tanah yang tidak dikelola pemiliknya selama tiga tahun diambil Negara untuk diberikan kepada orang miskin yang mampu mengelolanya. Artinya, system ekonomi islam menjamin kehidupan seluruh masyarakat untuk mendapatkan kesejahteraan yang sama. Maka islam memperhatikan masalah pengelolaan harta melalui pengaturan zakat, infaq, shadaqah dan sebagainya, sebagai sarana untuk mendapatkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera.[8]
Dalam bisnis islami sangat dianjurkan untuk mengedepankan sifat jujur. Dalam segala perbuatan seseorang harus mengandung kejuuran, baik berbicara, takaran, timbangan dan mutunya serta selalu menepati janji.[9]
Dengan demikian seorang muslim dilarang melakukan transaksi yang tidak direstui oleh agama. Sesuai dengan firman Allah:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui ”.(QS. Al-Baqarah: 188)[10]
Dalam masalah ekonomi yang menyebabkan terjadi ketidakcukupan antara yang satu dengan yang lainnya sering diakibatkan oleh ketidaksmaan ekonomi yang berlaku. Namun, islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antar orang perorangan:
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Az-Zukhruf:32)[11]
Ketidaksamaan dalam hal ini menentukan kehidupan manusia untuk lebih bias memahami keberadaan dirinya sebagai manusia yang satu dengan yang lain telah didesain Allah untuk saling memberi dan menerima sehingga saling memberikan kecukupan. Akan terjadi keselarasan bila antara satu dengan yang lainnya ada rasa butuh, sehingga manusia berusaha menjaga kerjasama dengan sesamanya.
Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi, tetapi ia mendukung kesamaan social yang satu dengan yang lainnya mempunyai hak dan kewajiban ekonomi sama. Kesamaan social ini menjadikan masyarakat merasa mempunyai peluang untuk menjadi yang terbaik, hal ini juga mendorong upaya untuk lebih kompetitif mengasah diri guna meningkatkan potensi dirinya.
Kesamaan social ini membentuk keharmonisan dalam kehidupan manusia. Walawpun begitu, bukan berarti tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lain dalam kekayaannya. Tetapi, al-Qur’an menegaskan kekayaan yang didapatkan jangan sampai digunakan untuk keperluan sendiri, namun juga untuk menjaga kecukupan dan keharmonisan. [12]
[1] DEPAG RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, al-Jumanatul Ali, Jakarta, 2005. Hal.
[2] Ibid,
[3] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Ekonisia, Yogyakarta, 2004. Hal. 107
[4] Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islami, PT Raja Grafind Persada, Jakarta. 2007. Hal. 44
[5] Ibid, 35
[6] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Ekonisia, Yogyakarta, 2004. Hal. 110
[7] Muhammad, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam, Grahaya Ilmu, Yogyakarta, 2007. Hal. 11
[8] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Ekonisia, Yogyakarta, 2004. Hal. 110
[9] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2005. Hal. 06
[10] DEPAG RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, al-Jumanatul Ali, Jakarta, 2005. Hal.
[11] DEPAG RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, al-Jumanatul Ali, Jakarta, 2005. Hal.
[12] Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Ekonisia, Yogyakarta, 2004. Hal. 108
Tidak ada komentar:
Posting Komentar